• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL UJI HIPOTESIS

LANDASAN TEOR

C. Musik Klasik Sedatif

1. Definisi Musik Klasik Sedatif

Musik secara umum didefinisikan sebagai suatu karya seni yang tersusun atas kesatuan unsur-unsur seperti irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur, dan ekspresi (Muttaqin & Kustap, 2008). Karya musik digolongkan ke dalam beberapa jenis aliran tertentu, salah satunya adalah musik klasik. Berdasarkan kamus Oxford (2014), musik klasik adalah musik yang diciptakan pada tradisi kesenian barat yang dimulai dari tahun 1750-1830 yang ditunjukkan dalam bentuk musik yang menjadi standar yaitu seperti symphony, concerto dan sonata.

Menurut Muttaqin & Kustap dalam Buku Seni Musik Klasik Jilid 1 (2008), perkembangan musik klasik dapat dikelompokkan dengan berbagai sistem. Sebagai contoh ialah sistem yang mengacu pada perkembangan tekstur musikal, seperti periodesasi yang di buat oleh Ewen (1963, dalam Muttaqin & Kustap, 2008) yaitu: Era Polifonik (1200-1650), Masa Kelahiran Homofonik (abad ke-17), Periode Klasik (abad ke-18 hingga permulaan abad ke-19) Periode Romantik (abad ke-19) dan Periode Modern (abad ke-20). Sedangkan periodesasi historis musik klasik atas prosedur komposisi dan bentuk musik terbagi atas Era Kuno (Sebelum 600), Era Abad Pertengahan (600-1450), Era Renaisans (1450- 1600), Era Barok (1600-1750), Era Klasik (1750-1820), Era Romantik (1820- 1900), dan Era Kontemporer (1900-Sekarang).

Berdasarkan jenisnya, musik secara umum dapat dibagi menjadi musik stimulatif dan musik sedatif (Djohan, 2006). Menurutnya, musik sedatif atau

36

darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat tenang. Elemen yang terdapat dalam musik sedatif adalah seperti tempo yang stabil, stabilitas atau perubahan secara berangsur-angsur pada tekstur yang konsisten, modulasi harmoni yang terprediksi, kadens yang tepat, garis melodi yang terprediksi, pengulangan materi, struktur dan bentuk yang tetap, timbre yang mantap dan sedikit aksen.

Berdasarkan pemaparan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa musik klasik sedatif adalah musik klasik sebagai musik tradisi kesenian barat yang dibuat dari tahun 1750-1830 yang dapat menurunkan detak jantung dan tekanan darah, menurunkan tingkat rangsang dan secara umum dapat membuat tenang.

2. Manfaat dan Cara Kerja Musik Klasik

Muttaqin dan Kustap (2008) menyatakan bahwa musik secara umum dapat berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik, gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada saat yang sama, kinerja sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang, serta mampu meningkatkan daya ingat. Musik dan kesehatan memiliki kaitan erat, dan tidak diragukan bahwa dengan mendengarkan musik kesukaannya seseorang akan mampu terbawa ke dalam suasana hati yang baik dalam waktu singkat.

Musik juga memiliki kekuatan memengaruhi denyut jantung dan tekanan darah sesuai dengan frekuensi, tempo, dan volumenya. Makin lambat tempo

musik, denyut jantung semakin lambat dan tekanan darah menurun. Akhirnya, pendengar pun terbawa dalam suasana santai, baik itu pada pikiran maupun tubuh. Oleh karena itu, sejumlah rumah sakit di luar negeri mulai menerapkan terapi musik pada pasiennya yang mengalami rawat inap (Muttaqin & Kustap, 2008).

Musik dapat menyembuhkan sakit punggung kronis dan bekerja pada sistem syaraf otonom yaitu bagian sistem syaraf yang bertanggung jawab mengontrol tekanan darah, denyut jantung, dan fungsi otak yang mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut bereaksi sensitif terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut, frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan ratusan otot dalam punggung. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh santai secara fisik dan mental sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah sakit punggung. Para ahli yakin setiap jenis musik klasik seperti Mozart atau Beethoven dapat membantu sakit otot (Muttaqin & Kustap, 2008).

Rachmawati (dalam Susanti & Rohmah, 2011) menambahkan bahwa ketika berada dalam kondisi cemas, maka seseorang akan akan merasakan ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran. Musik yang dapat memberikan ketenangan dan kedamaian adalah musik dengan tempo yang lebih lambat. Musik dapat berfungsi sebagai alat terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengarkan musik, gelombang listrik yang ada di otaknya dapat diperlambat atau dipercepat dan pada saat yang sama kinerja sistem tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik mampu mengatur hormon-hormon yang mempengaruhi stres seseorang,

38

Musik klasik mempengaruhi kinerja dan kemampuan otak melalui melodi dan ritmenya. Melodi adalah esensi yang dapat mendorong pemikiran kreatif, sedangkan ritme mensinkronisasikan emosi-emosi yang ada dengan pola-pola vital seperti detak jantung dan pola bernafas, serta memicu peningkatan produksi level serotonin di otak yang meningkatkan cara berfikir kritis.

Serotonin adalah sebuah neurotransmitter yang bekerja dalam transimisi impuls saraf dalam membantu mempertahankan rasa senang. Ketika otak memproduksi serotonin, maka ketegangan akan mereda. Melodi dan ritme dalam musik klasik bertindak secara sinergis di dalam otak. Yang pertama adalah karena ritmenya, yang mensinkronisasikan dengan irama vital tubuh seperti yang telah disebutkan dan menghasilkan suasana hati yang tepat untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan kreatif. Efek kedua yang bertindak bersinergi dengan yang pertama adalah melodi, yang akan membuat seseorang memiliki perasaan yang hangat bahwa ia mampu mengatasi tantangan-tantangan yang ada melalui jalan untuk menemukan solusi baru dan memberikan kemampuan untuk membuat pilihan yang tepat di antara berbagai solusi yang ada.

Melodi dan irama bersama-sama bertindak bersinergi dengan otak dan "membuka" saluran pendengaran dan sensorik yang terhubung ke otak, sehingga meningkatkan kemampuan otak (Maglione, dalam situs Classical Forums, 2006)

Susunan-susunan yang ada di dalam musik pada periode baroque dan klasik membuat otak memproduksi serotonin yang lebih banyak, membuat tubuh dan pikiran dapat bekerja lebih baik ketika mendengarkan komposisi yang ada pada musik tersebut. Susunan ini melibatkan pola-pola khusus dalam ritme dan

pitch, kontras pada karakter, pengulangan, serta perubahan pada tema. Musik modern tidak memberikan keseimbangan yang benar pada ritme dan melodinya, sehingga tidak memberikan efek yang tepat pada otak seseorang (Maglione, dalam situs Classical Forums, 2006).

3. Musik Klasik Sedatif Yang Sering Digunakan Dalam Terapi

Berikut adalah rekomendasi oleh Pelletier (dalam Juslin & Sloboda, 2010) mengenai musik klasik bertempo lambat yang direkomendasikan untuk kepentingan klinis dan sebagai terapi musik : Dvorak, New World Symphony (Symphony No. 9 in E minor, Op. 95, Second Movement); Sibelius, Swan of Tuonela; Bach, Air on a G String.

Selain itu, Tague (dalam Suggestions for Sedative Relaxation Music, 2007) menambahkan beberapa musik klasik yang tergolong dalam tipe musik klasik sedatif, yatu :

1. Nicamer Zabaleta: Concerto for the Harp and Orchestra in G major 2. Mozart: Adagio, Sonata in E-flat

3. Henry Purcell: Adagio from the Fairy Queen 4. Mozart: Andante K. 525

5. JS Bach: Air on a G String

6. Mozart: Concerto for Clarinet and Orchestra in A 7. Brahms: Lullaby, Cradle Song, Opus 49

40

10. Schumann: Scenes from Childhood, Foreign Lands and People

Peneliti hanya memilih dan menggunakan beberapa karya musik klasik saja yang disesuaikan dengan waktu jalannya eksperimen dalam penelitian ini. Beberapa musik klasik yang dipilih dan digunakan dalam penelitian ini melewati proses uji coba terlebih dahulu terhadap beberapa responden yang akan dijelaskan di bab selanjutnya.

D. Pengaruh Musik Klasik Sedatif Terhadap Kecemasan Terhadap Ujian