• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PERLINDUNGAN HAM TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TKI DALAM NOTA KESEPAHAMAN INDONESIA- MALAYSIA

A. Pelaksanaan Perlindungan Tenaga Kerja

Secara keseluruhan, data menunjukkan jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dalam kurun tahun 2011 hingga 2015 mencapai jumlah 2.229.187.83 Banyak faktor yang mendukung masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri, seperti standar upah yang lebih tinggi daripada standar yang ada di Indonesia karena perbedaan kurs mata uang, besarnya jumlah tenaga kerja, tingginya jumlah pengangguran, minimnya lapangan kerja yang tersedia di Indonesia, dan lain sebagainya. Besarnya jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencari nafkah di luar negeri, merupakan indikasi belum efektifnya pasar kerja lokal dalam menyediakan lapangan pekerjaan.

Program penempatan TKI ke luar negeri merupakan program dari pemerintah Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat. Tujuannya, untuk mengurangi pengangguran supaya meminimkan garis kemiskinan yang selama ini memang di bawah garis rata-rata. Selain itu, untuk mendapatkan pengalaman berupa keterampilan TKI yang kerja di luar negeri.

Dengan menggunakan Penyaluran Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang ada di setiap kota, mereka berangkat dengan kemampuan bahasa untuk berkomunikasi di sana, keterampilan, dokumen-dokumen resmi dari PJTKI serta Keimigrasian. Penempatan TKI berdasarkan jumlah statistik yang dilakukan oleh

83 BNP2TKI, Data Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Periode Tahun 2015 (Jakarta: BNP2TKI, 2016) hal. 1

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada tahun 2006-2012 mencapai 3.998.592 orang.84

Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak – haknya sesuai dengan peraturan perundang – undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri menentukan ada 3 (tiga) jenis perlindungan bagi TKI, yaitu:

a. Perlindungan TKI pra penempatan.

Kegiatan pra penempatan TKI di luar negeri meliputi:

1) Pengurusan SIP, 2) Perekrutan dan seleksi,

3) Pendidikan dan pelatihan kerja, 4) Pemeriksaan kesehatan dan psikologi, 5) Pengurusan dokumen,

6) Uji kompetensi,

7) Pembekalan akhir pemberangkatan (PAP), dan 8) Pemberangkatan.

b. Perlindungan TKI selama penempatan

Setiap TKI wajib melaporkan kedatangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan.Kewajiaban untuk melaporkan kedatangan 41 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi TKI yang

84 Anonim, Penempatan Per Tahun Per Negara (2006 – 2012). http://www.bnp2tki.go.id.

47

bekerja pada Pengguna perseorangan dilakukan oleh pelaksana penempatan TKI swasta.

c. Perlindungan TKI purna penempatan Kepulangan TKI terjadi karena:

1) Berakhirnya masa perjanjian kerja,

2) Pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir, 3) Terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara

tujuan,

4) Mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya lagi,

5) Meninggal dunia di negara tujuan, 6) Cuti, atau

7) Dideportasi oleh pemerintah setempat

Peraturan perundang – undangan tentang penempatan TKI di atas memperlihatkan, bahwa dari keseluruhan ketentuan yang ada di dalamnya tidak ada satu pun ketentuan yang memberikan pengaturan terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang tidak memiliki ketrampilan (unskilled). Hal itu dapat dilihat bahwa semua peraturan hukum yang ada mensyaratkan perlunya ketrampilan (skilled) bagi Tenaga Kerja indonesia ke luar negeri. Sedangkan realitas menunjukkan, bahwa bangsa Indonesia masih masih menghadapi banyak masalah ketenagakerjaan di dalam negeri, seperti jumlah angkatan kerja yang masih besar, angka pengangguran yang cenderung meningkat, data Biro Pusat Statistik (BPS) 1998 tercatat, angka pengangguran saat ini lebih dari 40 juta

orang. 58,7% berpendidikan rendah. Hanya 5,7% yang berpendidikan tinggi.

Rendahnya kualitas tenaga kerja, serta upah yang relative rendah dibandingkan dengan Negara lain, maka kebijakan membatasi pengiriman tenaga kerja yang tidak terdidik (unskilled) bukan merupakan pemecahan masalah. Banyak ahli melihat bahwa kebijaksanaan pembatasan pengiriman TKI akan memicu meningkatnya tenaga kerja tidak resmi (illegal) dari Indonesia. 85

Tinjauan Yuridis Peraturan Yang Belum Dapat Melindungi Hak TKI di Luar Negeri:

a. Sinkronisasi Vertikal

Sinkronisasi berasal dari kata sinkron artinya sejalan, sesuai, selaras.

Dalam bahasa Indonesia istilah yang hampir sama maknanya dengan sinkron adalah harmoni yang dapat berarti keselarasan, kecocokan, keserasian. Namun demikian makna harmonisasi hukum lebih luas dari sinkronisasi. Sinkronisasi merupakan bagian dari kajian harmonisasi, namun sinkronisasi tidak dapat diaplikasikan dalam kajian norma dan sistem hukum global atau transnasional.

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal yang dikaji apakah suatu peraturan perundangundangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan tersebut.

Dengan demikian kajian sinkronisasi vertical dalam tulisan ini adalah peraturan perundangan- undangan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri sesuai dengan teori hierarki norma hukum (Stufenbautheorie) dari

85 Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang : UMM Pers,

49

Kelsen yang penjabarannyasebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menetapkan segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini, maka aturan yang ada yang berkaitan dengan pengerahan orang Indonesia yang bekerja ke luar negeri yakni Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Negeri atau Werving van Indoneiersvoor het Verrichten van Arbeidbuiten Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8). 86

b. Sinkronisasi Horizontal (Harmonisasi)

Dalam sinkronisasi horisontal yang dikaji adalah peraturan perundangundangan yang sederajat yang mengatur mengenai bidang yang sama.

Bidang yang sama yang dimaksudkan adalah peraturan perundangan yang memiliki kesamaan pengaturan substansi atau memiliki relevansi dengan bidang yang dikaji. Peraturan perundang-undangan dimaksud dalam kaitannya dengan penempatan dan perlindungan TKI yang bekerja di luar negeri adalah:

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pada bagian konsideran menimbang menyebutkan bahwa (1) bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakannya, (2) Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja

86 Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan, 1983 hal. 21

paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.

2. Otonomi daerah yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menganut prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar urusan yang merupakan kewenangan Pemerintah yakni politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, yustisi, dan agama. Daerah diberikan kewenangan membuat kebijakan dalam memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang menjadi kekhasan daerah. Khusus dalam bidang ketenagakerjaan yang merupakan fokus kajian ini, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah propinsi merupakan urusan dalam skala propinsi yang meliputi pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/ kota (Pasal 13 huruf h).

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota yang

51

meliputi pelayanan bidang ketenagakerjaan (Pasal 14 huruf h).

Penjabaran lebih lanjut mengenai pembagian urusan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan hukum positif di Indonesia, dengan menggunakan pembelaan darurat maka hal ini digolongkan sebagai alasan pembenar seperti yang tercantum dalam Pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu.

Negara Indonesia memberikan perlindungan terhadap setiap warga negaranya di dalam negeri dan/atau di luar negeri. Pada pembukaan UUD NRI 1945 alinea keempat menjelaskan bahwa, “....untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...”

Dengan konsistensi adanya kasus kekerasan terhadap TKI di setiap tahun, pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia adalah melakukan moratorium atau penghentian sementara pengiriman TKI. Moratorium di beberapa Negara, khususnya untuk Malaysia, terhitung efektif sejak tanggal 1 Agustus 2011.87 Namun, kebijakan moratorium tetap membolehkan TKI yang kontraknya belum

87 Azwar, “Moratorium TKI Ke Malaysia Efektif 1 Agustus 2011”, Info Publik (Online), Jakarta, 23 Juni 2011, dalam http://infopublik.id/read/3398/moratorium-tki-ke-malaysia-efektif-1-agustus-2011.html, diakses 23 Oktober 2019.

berakhir untuk tetap bertahan sampai kontraknya berakhir.88 Tujuan yang ingin dicapai dengan moratorium pengiriman TKI ini terutama sebagai upaya untuk membenahi sistem pengiriman/pelayanan TKI dan meningkatkan perlindungan TKI di Malaysia dan Arab Saudi.

Ketika TKI melakukan tindakan yang melawan hukum hingga melampaui batas (overmacht) di luar negeri, harusnya negara dapat melindungi hak-hak yang dimiliki oleh TKI sebagai Warga Negara Indonesia meskipun statusnya tersangka ataupun terpidana sekalipun. Seperti yang tercantum dalam Pasal 2 huruf a Nota Kesepahaman Indonesia dan Malaysia Tahun 2014 yang menyatakan bahwa Para Pihak wawib mengambil langkah- langkah yang diperlukan, dengan cara yang telah ditetapkan dan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang juga termasuk norma- norma internasional, untuk menjamin perlindungan yang efektif dan setara terhadap hak tenaga kerja sektor domestik dan para pemberi kerjanya, termasuk hak untuk memperoleh upaya hukum yang efektif yang ada dalam sistem hukum mereka guna perlindungan hak- hak yang dimaksud.

Jika kita berpedoman pada hal ini, maka tidak ada hal yang dapat dijadikan alasan untuk tidak memperdulikan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia . Apapun masalah yang dihadapi oleh para Tenaga Kerja Indonesia yang berada dan bekerja di Malaysia seharusnya harus selalu di bawah perlindungan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan saja

88 Sabrina Asril, "Ini Pengaturan Pelarangan TKI ke Timur Tengah”, Kompas (Online), Jakarta, 05 Mei 2015, dalam http://nasional.kompas.com/read/2015/05/05/09434371/Ini.

53

menjadi kewajiban negara, namun juga hal ini menjadi cerminan kedaulatan negara di mata internasional.

Pada pasal 6 Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri juga disebutkan Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya peningkatan perlindungan TKI di luar negeri. Artinya bukan saja perlindungan yang diberikan bersifat statis, tetapi juga harus bisa menjadi dinamis sesuai kebutuhan Tenaga Kerja Indonesia yang berada di luar negeri khususnya dalam hal ini yang berada di Malaysia .

Kementerian Luar Negeri (selajutnya disebut Kemlu) juga gencar melakukan upaya- upaya perlindungan TKI di luar negeri. Perekonomian dunia yang masih dipengaruhi oleh krisis global membuat Kemlu terus mengalakkan diplomasi ekonomi, termasuk mendukung diseminasi paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah dengan menjadi bagian Satgas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi (PEPKE). Pencapaian diplomasi ekonomi Kemlu setahun sebelumnya, yakni 149 perjanjian ekonomi bilateral dan multilateral, termasuk 31 kontrak dagang bernilai USD 200 juta, terus didorong di tahun 2017 untuk mempercepat perundingan ekonomi kemitraan berdasarkan prinsip saling menguntungkan. 89 0 Di bidang perlindungan warga negara, Menlu Retno Marsudi menyatakan bahwa di tahun 2017 terdapat tantangan berat maraknya kasus penculikan WNI, khususnya di wilayah perairan Sulu dan perairan Malaysia. Hingga tahun itu, Kemlu antara lain telah membantu pembebasan 25 WNI dari kelompok Abu Sayaf di Filipina Selatan, empat WNI di

89 Kementerian Luar Negeri, “Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Y.M. Retno L. P. Marsudi Tahun 2017”, Jakarta, 10 Januari 2017

Somalia, penyelesaian 11.065 kasus WNI di luar negeri dan menghindarkan 71 WNI dari hukuman mati.90

Tren warga Indonesia sebagai korban perdagangan manusia (trafficking) meningkat sehingga Kemlu berusaha meningkatkan perlindungan preventif melalui penguatan database dan membuat mobile application. Kemlu juga memasuki ranah diplomasi digital dengan meluncurkan digital command centre yang mencakup e-newsletter, video blog, dan Kemlu TV. Fokus Kemlu mengenai perlindungan WNI di luar negeri selama tahun 2018 dilakukan dengan terus mendorong upaya mainstreaming HAM dalam seluruh pilar Komunitas ASEAN, termasuk AICHR, memajukan isu perlindungan hak-hak pekerja migran serta pendekatan berbasis HAM bagi para korban trafficking. Kemlu mendorong lebih lanjut capaian setahun yang berhasil, antara lain, membebaskan 14 WNI dari ancaman hukuman mati dan dua WNI dari penyanderaan di Filipin Selatan, menyelesaikan 9.894 kasus WNI di luar negeri dan mengembalikan hak finansial WNI senilai 120 Miliar Rupiah. Untuk meningkatkan performa perlindungan WNI, Kemlu memiliki komitmen penuh untuk terus menghadirkan terobosan-terobosan dari segi perlindungan WNI di luar negeri seperti pembentukan sistem single identity number yang terintegrasi dengan sistem pusat. Khusus pada Malaysia, pelanggaran HAM terbaru terhadap TKI adalah kasus Adelina. Adelina meninggal di Penang diduga dianiaya oleh majikannya pada tahun 2018.

Nawa Cita Presiden Joko Widodo yang pertama berbunyi “menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman

90

55

kepada seluruh warga negara” diterjemahkan Kemlu dalam aktivitasnya sesuai dengan arahan RPJMN, yang tertuang dalam Renstra Kemlu 2015-2019 dan Pernyataan Pers Tahunan di hadapan Komisi I DPR RI. Oleh karena itu, pelayanan kepada WNI dan BHI di luar negeri adalah salah satu prioritas utama Kemlu yang didasari prinsip kepedulian dan keberpihakan terhadap WNI yang menghadapi masalah. Aktivitas Kemlu difokuskan pada dua hal yaitu:

1) Tindak tanggap yang cepat; dan

2) Pembangunan sistem pelayanan dan perlindungan.

Namun perlu untuk diingat bahwa dalam memberi perlindungan bagi WNI dan Badan Hukum Indonesia selanjutnya disebut BHI di luar negeri sangat diperlukan sinergi antar institusi lain di dalam negeri. Kemlu memiliki tiga indikator utama untuk mengukur keberhasilan perlindungan WNI dan BHI yaitu:

1) Penyelesaian kasus WNI dan BHI di luar negeri,

2) Sistem kelembagaan perlindungan WNI dan BHI di luar negeri, dan 3) Diplomasi perlindungan WNI dan BHI di luar negeri.

Pada tahun 2015, LKJ menunjukkan bahwa Kemlu telah mencapai realisasi pelayanan WNI dan BHI diaspora yang prima dengan melampaui 67,69% target yang ditetapkan dan mencapai realisasi sebesar 83,35% (atau 123%

dari target awal). Dari segi penyelesaian kasus WNI dan BHI di luar negeri, Kemlu berhasil mencapai realisasi sebesar 86,70% yang lebih besar target awal yang ditentukan yaitu 58,75%. Sepanjang tahun 2015 pula, Kemlu berhasil menyelesaikan 98.714 dari 99.226 kasus high profile WNI seperti hukuman mati, pelaku atau korban pembunuhan, korban penyiksaan fisik berat, kasus

perdagangan orang, dan evakuasi WNI baik karena perang, bencana alam maupun kecelakaan. Namun terdapat juga kasus yang belum mampu diselesaikan, yakni evakuasi WNI di wilayah konflik karena kompleksitas penanganannya. Sementari itu, untuk kasus umum kurang begitu dapat ditangani dari 11.242 hanya 7.079 kasus yang tertangani (realisasi 62,97%). Cakupan kasus umum adalah masalah perdata, keimigrasian, ketenagakerjaan, klaim asuransi, meninggal dunia (karena sakit, kecelakaan lalu lintas), pencurian, pencucian uang, pemerkosaan, dan pelanggaran hukum dengan ancaman hukuman ringan.