• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Hak Cipta Menurut Kajian Hukum Islam Pelanggaran hak cipta merupakan bentuk pengambilan hak

Dalam dokumen Hukum hak kekayaan intelektual (Halaman 64-70)

PERLINDUNGAN HAK CIPTA DAN HAK-HAK TERKAIT

Pasal 1 angka 2 UUHC

L. Pelanggaran Hak Cipta Menurut Kajian Hukum Islam Pelanggaran hak cipta merupakan bentuk pengambilan hak

milik orang lain tanpa seizin pencipta atau pemilik hak cipta. Hak cipta merupakan benda bergerak tak berwujud, seperti dalam sebuah contoh, jika kita membeli sebuah buku karya seseorang, meskipun dalam pengertian yang sederhana, secara fisik buku sudah kita kuasai dan kita miliki, namun di dalam pengertian hak cipta, kepemilikan hak cipta dalam bentuk hak moral dan ekonomis tidak serta merta menjadi milik si pembeli, kecuali diperjanjikan lain seperti jual beli hak cipta. Jika ditinjau dari perspektif hukum Islam, memakai hak orang lain tanpa seizin pemiliknya tentunya tidak dibenarkan, karena hak cipta merupakan harta (property) bagi si pemiliknya. Islam selalu menganjurkan untuk selalu menghargai milik orang lain dan hasil jerih payah seseorang. Sebagaimana yang tercantum dalam Surat an Nisa’ ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling mema-kan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimusesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”(QS. an Nisa’: 29).

Menurut pendapat penulis, jika dalil di atas dikaitkan dengan dalil kemanfaatan ilmu, maka menggunakan hak cipta orang lain tanpa izin, bukan suatu yang batil. Seseorang diperkenankan meng-gandakan sebuah hasil karya tanpa izin, jika penggandaan tidak ditujukan untuk tujuan mengambil keuntungan (kepentingan ekono-mis). Adakalanya di sebuah daerah, apabila untuk mendapatkan suatu buku yang langka dan terbatas jumlahnya, padahal dibutuhkan manfaatnya untuk tujuan pendidikan, tentunya menggandakan buku dengan jumlah terbatas tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta hukumnya diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan penggunaan wajar (fair dealing) yang diatur di dalam pasal 15 UUHC.

Berikut ini adalah beberapa pendapat para ulama terkait pelang-garan hak cipta:

1. Dr. Fathi al-Duraini menjelaskan:

“Sebagian besar ulama kalangan mazhab Hanbali, Maliki, dan Syafi’i memunyai pendapat bahwa hak cipta atas ciptaan yang asli dan memiliki manfaat dikelompokkan sebagai harta berharga seperti benda apabila boleh dimanfaatkan melalui hukum Islam” (al-Duraini, 1984: 20).

2. Wahbah Zuhaili terkait dengan hak kepengarangan (haqq

al-ta’lif), salah satu hak cipta menjelaskan:

“Jika mendasarkan pada hak kepengarangan adalah hak yang dilindungi oleh syara’ ((hukum Islam) melalui qaidah istishlah), mencetak ulang atau menggandakan (tanpa izin) dianggap sebagai pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang; perbuatan ini dianggap sebagai sebuah kemaksiatan yang dapat menimbulkan dosa dan merupakan pencurian yang mewajibkan memberikan ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak dengan cara melanggar, serta mengakibatkan kerugian moril” (al-Zuhaili, 1998: 2862).

3. Keputusan Fatwa MUI Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005 ten-tang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Fatwa MUI mengeluarkan ketentuan hukum:

Ketentuan Hukum

1. Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huquq

maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum

(mashun) sebagaimana mal (kekayaan).

2. HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

3. HKI dapat dijadikan objek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad

mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at

(non komersial), serta dapat diwakafkan dan diwariskan. 4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak

terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, me-makai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menye-rahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak meru-pakan kedzaliman dan hukumnya adalah haram.

Tabel 2. Ketentuan Pidana Pelanggaran Hak Cipta berdasarkan Pasal 112-118 UU 28/2014 tentang Hak Cipta

M. Rangkuman

1. Pengaturan hak cipta pertama kali melalui perjanjian multilateral diwujudkan dalam Berne Convention tahun 1886 sebagaimana telah direvisi di Paris 1971, merupakan perjanjian multilateral yang pertama dan utama tentang hak cipta. Berne Convention inilah yang meletakkan dasar aturan tentang lingkup perlindungan hak cipta, kepemilikan hak cipta, hak-hak pencipta, jangka waktu perlin-dungan hak cipta dan pengecualia-pengecualian hak cipta. 2. Aturan-aturan dasar yang berkaitan dengan hak cipta diatur

dalam ketentuan Pasal 9 sampai dengan Pasal 14 TRIPs. Aturan tersebut meliputi: hak cipta dan hak-hak terkait, perlindungan program komputer, hak persewaan, jangka waktu perlindungan, pengecualian, perlindungan terhadap artis penampil, produser rekaman suara dan organisasi penyiaran. Aturan dasar dalam TRIPs ini telah diakomodasi dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan telah diubah menjadi UU No. 28 Tahun 2014. 3. Hak pemilik atas karya cipta tidak serta merta menjadikan

sese-orang untuk monopoli dan memperkaya diri sendiri atas hak ekonomi yang sudah diperolehnya. Untuk menyeimbangkan hak pemilik dengan kepentingan masyarakat, maka UUHC meng-izinkan penggunaan ciptaan-ciptaan tertentu tanpa perlu izin pencipta, terdapat di dalam pasal 43-51 UUHC.

4. Hak yang dimiliki pencipta dan pemegang hak cipta terbagi men-jadi dua yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak Moral (Moral

Rights) adalah hak yang melekat pada diri pencipta yaitu hak untuk

selalu dicantumkan nama pencipta dalam setiap ciptaannya dan hak atas keutuhan ciptaannya, tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan. Hak ekonomi (Economic Rights) adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya, atau hak mengizinkan atau melarang orang lain untuk mengumumkan dan atau memperbanyak ciptaannya.

5. Undang-Undang Hak Cipta memberikan pilihan penyelesaian hukum bagi pencipta atau pemegang hak cipta yang haknya di-langgar oleh pihak lain melalui beberapa mekanisme, yaitu

gu-gatan perdata, tuntutan pidana, dan penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa/ADR (Alternative Dispute Resolution). 6. Jika ditinjau dari perspektif hukum Islam, pelanggaran hak cipta memakai hak orang lain tanpa seizin pemiliknya tentunya tidak dibenarkan, karena hak cipta merupakan harta (property) bagi si pemiliknya. Islam selalu menganjurkan untuk selalu menghargai milik orang lain dan hasil jerih payah seseorang, sesuai yang tercantum dalam surat an-Nisa’ ayat 29.

Bagian 4 . . .

Dalam dokumen Hukum hak kekayaan intelektual (Halaman 64-70)