• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut dengan tanda khas berupa adanya ulser oval rekuren tanpa adanya penyakit lain.15 Pada penelitian ini, terdapat 16 pasien yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang terdiri dari 1 pria (6,25%) dan 15 wanita (93,75%) yang menderita SAR tipe minor. Penelitian ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Preeti, dkk (2011) bahwa SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah terjadinya SAR dengan perbedaan respon rasa sakit antara pria dan wanita.39,40 Respon wanita terhadap rasa sakit lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini disebabkan karena wanita memiliki nilai ambang rasa sakit lebih tinggi dibandingkan pria, yang menyebabkan wanita cenderung lebih sensitif terhadap rasa sakit sehingga menyebabkan wanita lebih sering berobat dibandingkan pria.40

Stomatitis aftosa rekuren dapat terjadi pada berbagai lokasi di rongga mulut terutama pada mukosa bukal, mukosa labial, lateral lidah dan dasar mulut10,18 Pada penelitian yang dilakukan di RSGMP USU dijumpai lokasi paling sering dijumpai SAR adalah pada mukosa bukal yaitu 6 pasien, diikuti mukosa labial dan lidah masing-masing 4 pasien, paling jarang pada dasar mulut yaitu 2 pasien. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Hovav (2013) bahwa SAR lebih sering ditemukan pada mukosa tidak berkeratin terutama mukosa bukal yang merupakan mukosa tidak berkeratin paling luas di rongga mulut sehingga tingkat kejadian SAR lebih tinggi dijumpai di mukosa bukal dibandingkan mukosa tidak berkeratin lainnya.41

Gambaran klinis SAR sering dijumpai adanya eritema halo yang mengelilingi SAR. Eritema halo merupakan batas pinggiran SAR yang berwarna merah yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh kapiler darah yang bersifat reversibel.3,25-26 Pada penelitian ini dijumpai adanya 16 eritema halo pada saat pemeriksaan, 10

eritema halo pada kontrol hari pertama, 6 eritema halo pada kontrol hari kedua, dan 2 eritema halo pada kontrol hari ketiga. Terjadi penurunan jumlah pasien yang memperlihatkan eritema halo seiring dengan pemberian madu alami setiap harinya dengan rata-rata nilai 1,78 selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gichki, dkk (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat satupun pasien yang mengalami eritema halo setelah dilakukan pengobatan dengan madu alami selama tiga hari.12 Madu alami menyerap toksin yang terdapat pada membran mukosa dan membentuk protein, sehingga eksudat inflamasi yang sebelumnya menimbulkan warna kemerahan disekeliling ulser (eritema halo) diserap oleh madu alami dan kemudian akan mengurangi warna kemerahan disekeliling ulser secara perlahan. 12,14

Hasil analisis pengukuran besar ulser pada saat pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga memperlihatkan adanya pengurangan rata-rata ukuran ulser setelah dilakukan pengobatan menggunakan madu alami yaitu 0,3595 mm pada kontrol hari pertama, 0,609 mm pada kontrol hari kedua, dan 0,813 pada kontrol hari ketiga. Jika dijumlahkan, madu alami dapat mengurangi rata-rata ukuran ulser sebesar 1,7815 mm selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gichki, dkk (2012), yaitu madu alami dapat mengurangi ukuran ulser dengan epitelisasi sempurna dan penyembuhan sempurna (0 mm) selama tiga hari.12 Hal ini dikarenakan madu alami berfungsi sebagai covering

agent, dimana madu alami mempunyai viskositas tinggi (kental) sehingga

memungkinkan madu untuk melekat pada ulser.12,14 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Grotte (1998) bahwa kandungan glukosa yang banyak terdapat pada madu alami akan disuplai ke leukosit dan suplai oksigen ke jaringan yang memproduksi hidrogen peroksida sehingga membantu jaringan yang rusak lebih cepat melakukan perbaikan dengan bantuan aktivitas antimikroba.42

Stomatitis aftosa rekuren sering menyebabkan ketidaknyamanan pada penderita akibat rasa sakit yang ditimbulkan. Rasa sakit merupakan perasaan nyeri dan panas pada mukosa rongga mulut yang terkena SAR yang dapat diukur dengan skala rasa sakit yaitu 0-10, dimana 0 adalah tidak sakit sama sekali, dan seterusnya

sampai 10 adalah sangat sakit).18 Pada penelitian ini, rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 4,50 (sakit sedang). Terjadi pengurangan skala rasa sakit setelah diberikan madu alami, pada kontrol hari pertama rata-rata skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 3,69 (sakit ringan sampai sakit sedang), kontrol hari kedua 2,38 (sakit ringan) dan pada kontrol hari ketiga 1,00 (tidak sakit sampai sakit ringan). Hal tersebut menunjukkan bahwa madu alami efektif mengurangi rasa sakit yang disebabkan SAR yang dibuktikan dengan penurunan skala rata-rata sebesar 3,50 selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan teori Al-Walii, dkk (2012) yang menyatakan bahwa madu alami berperan sebagai antiinflamasi yang relatif cepat mengurangi rasa nyeri dengan menurunkan kembali permeabilitas pembuluh darah, pergerakan cairan ke jaringan lunak yang terinflamasi dan kadar eksudat pada permukaan ulser yang sebelumnya meningkat.33 Hal tersebut dihubungkan dengan pH madu alami yang relatif rendah (biasanya 4) dan kadar glukosa yang tinggi (osmolaritas yang tinggi) juga membantu proses antiinflamasi terhadap magrofag.40 Selain itu, glukosa tersebut juga mengandung substrat yang berguna untuk proses glikolisis, yang dikenal berfungsi sebagai mekanisme utama untuk menghasilkan energi pada makrofag yang akan mensuplai oksigen terhadap jaringan yang sebelumnya menyebabkan rasa sakit karena kurangnya suplai oksigen. Madu alami juga menyerap toksin yang terdapat pada membran mukosa dan membentuk protein, sehingga eksudat inflamasi yang sebelumnya menyebabkan rasa nyeri diserap oleh madu alami. 12,14

Aktivitas antioksidan juga membantu mengurangi rasa sakit dengan bantuan aktivitas nonperoksida untuk memaksimalkan kerja madu alami sebagai antimikroba dan antiinflamasi. Aktivitas antimikroba yang terdapat dalam madu alami dibantu oleh aktifnya enzim katalase untuk menghambat aktivitas H2O2. Madu alami

memiliki tingkat aktivitas nonperoksida yang sangat tinggi. Sedangkan aktivitas antiinflamasi dimulai dengan terbentuknya oksigen radikal bebas yang terlibat aktif terhadap terjadinya peradangan yang akan menyebabkan inflamasi dan kerusakan jaringan. Madu alami akan menghambat pembentukan zat besi bebas dengan mengkatalisis oksigen radikal bebas yang dihasilkan H2O2. Selanjutnya komponen

antioksidan madu alami akan menghambat pembentukan oksigen radikal bebasyang akan mencegah terjadinya inflamasi sehingga mengurangi rasa sakit pada ulser.33

Dokumen terkait