5.1 Penerapan SIMPUS di Puskesmas Pegang Baru, Kecamatan Panti,
Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat
Menurut Sutanta (2003) SIM merupakan kumpulan sub sistem yang saling berhubungan, berinteraksi, bekerjasama untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan (input) berupa data-data, kemudian mengolahnya (processing) dan menghasilkan keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan. Sabarguna (2007) juga menyatakan bahwa bentuk sederhana suatu sistem adalah masukan, proses dan keluaran.
5.1.1 Input
1. Sumber Daya Manusia (SDM) 1) Pengguna
Berdasarkan hasil wawancara, petugas SIMPUS di Puskesmas Pegang Baru, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat sudah mengalami pergantian sebanyak tiga kali. Petugas pertama dan kedua sudah pernah mendapatkan pelatihan tentang SIMPUS sebelumnya, sedangkan petugas yang sekarang (ketiga) dengan latar belakang pendidikan dari kebidanan sejak menjabat sebagai petugas SIMPUS selama lebih kurang 1,7 tahun belum pernah mendapatkan pelatihan tentang SIMPUS.
Walaupun sampai sejauh ini kendala yang muncul masih bisa diatasi, pelatihan tentang SIMPUS seharusnya ada karena sangat penting bagi petugas untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga kinerja dan
(2000), sumber daya manusia sebagai resource yang strategis. Betapapun cermatnya prosedur kerja dirancang, lengkapnya infrastuktur fisik, canggihnya teknologi perangkat keras dan mutakhirnya perangkat lunak yang tersedia, pada analisis terakhir kesemuanya itu sangat tergantung pada unsur manusia yang memanfaatkan dan menggunakannya.
Di tambah lagi dengan latar belakang pendidikan petugas yang berasal dari kebidanan, modul atau buku panduan tentang SIMPUS tidak ada (hasil observasi) pelatihan tentang SIMPUS tentunya sangat dibutuhkan dalam melaksanakan tugasnya, karena pendidikan dan pelatihan merupakan upaya pembinaan dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas, tingkat kinerja yang baik dan ini adalah suatu bagian yang utama dalam manajemen yang strategis di institusi pelayanan kesehatan (Hatta, 2008). Pembinaan dapat dilakukan melalui kegiatan- kegiatan pelatihan, pengkajian, bimbingan teknis dan kerjasama internal dan eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan informasi (Sutabri, 2005)
2) Alasan menggunakan SIMPUS
Penerapan SIMPUS di Puskesmas Pegang Baru, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat didasari oleh tuntutan perkembangan kemajuan teknologi dalam menghasilkan informasi yang harus cepat, akurat dan up to date. Ini sesuai dengan salah satu latar belakang SIMPUS (Sutanto dalam Barsasella): yaitu Memasuki era otonomi daerah mutlak diperlukan informasi yang tepat, akurat dan up to date berkenaan dengan data orang sakit, ketersedian
juga mmenyatakan bahwa mutlak diperlukannya informasi yang cepat, tepat, akurat dan up to date di bidang kesehatan sehingga diperlukan suatu sistem informasi yang dapat menghemat waktu, biaya, menghindari duplikasi pekerjaan dan mempermudah proses juga meningkatkan kualitas manajemen puskesmas secara lebih efektif dan efisien.
2. Teknologi
Penerapan SIMPUS di Puskesmas Pegang Baru, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat memiiki kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan hasil wawancara, SIMPUS mudah untuk dipelajari bagi mereka pengguna SIMPUS, ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan petugas SIMPUS yang berasal dari kebidanan, modul atau buku panduan tentang SIMPUS tidak ada dan petugas belum pernah mendapatkan pelatihan tentang SIMPUS sebelumnya saat menjalankan SIMPUS selama lebih kurang 1,7 tahun secara garis besar tidak menjadi sesuatu yang sulit, kalaupun menemukan kesulitan bisa langsung diatasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barssasella (2012), bahwa salah satu keunggulan dari SIMPUS adalah mudah dipelajari. Sejalan dengan itu Verbeek (2009) menyebutkan bahwa teknologi dapat membantu kehidupan yang lebih baik. Pada dasarnya teknologi sangat berpengaruh terhadap manusia terutama kondisi emosional manusia. Semakin mudah teknologi untuk dipelajari dan digunakan maka manusia akan semakin sering menggunakan teknologi tersebut. Ketepatan data yang diolah oleh SIMPUS tergantung dengan data yang dimasukkan, jika data yang dimasukkan tepat maka, hasil yang diperoleh juga tepat. Ketelitian petugas memberi kontribusi terhadap ketepatan data yang
dimasukkan. Ini sesuai dengan pernyataan Sabarguna (2012) bahwa salah satu manfaat SIM adalah ketepatan informasi yang di dapat.
Dibalik kelebihannya, SIMPUS juga memiliki kelemahan berupa kendala yang di temukan saat pelaksanaan program tersebut, diantaranya yaitu berkaitan dengan entry data yang susah ke dalam SIMPUS karena kolomnya yang kecil dan pemindahan kursor susah. Beban kerja menjadi bertambah, karena harus dua kali kerja, petugas merekap data dari puskesmas, pustu dan bidan desa terlebih dahulu, lalu meng-entry nya ke dalam SIMPUS. Kondisi jaringan yang tidak menentu juga menghambat cepat tidaknya laporan sampai kepada pihak yang terkait, bahkan terkadang kondisi jaringan yang tidak bagus menyebabkan halaman yang diakses tidak dapat muncul akibatnya proses entry data tidak dapat dilakukan. Kenyataan ini tentunya bertolak belakang dengan pendapat Sabarguna (2012) bahwa manfaat SIM manfaat SIM yaitu kecepata informasi yang didapat, kemudahan pengoperasian dan mengurangi beban kerja.
3. Data
Menurut Hatta,dkk (2008), ketersediaan data dan informasi yang akurat, terjangkau dan tepat waktu merupakan syarat mutlak pengambilan keputusan manjemen (evidence-based decisi on making). Weiskopf dan Weng (2013) mengidentifikasi lima dimensi kualitas suatu data yaitu; lengkap (completeness), akurat/tepat (correctness), dapat dipercaya (plausibility) dan umum (currency).
Terms used in the literature to describe the five common dimensions of data quality
Completeness Correctness Concordance Plausibility Currency Accessibility Accuracy Agreement Accuracy Recency Accuracy Corrections made Consistency Believability Timeliness Availability Errors Reliability Trustworthiness
Missingness Misleading Variation Validity Omission Positive Predictive value Presence Quality Rate of recording Sensitivity Validity
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa data morbiditas a. Lengkap
Data morbiditas yang bersumber dari puskesmas, pustu dan bidan desa sudah bisa dikatakkan lengkap karena data mudah untuk di dapatkan (sumber data jelas dan tetap) dan form laporan terisi dengan lengkap.
b. Akurat
Sudah Akurat atau tepat karena didapat dari sumber yang tepat (memang mereka yang berkecimpung didalamnya) dan cara pengisian form laporan yang tepat.
c. Tepat waktu
Ketepatan waktu pengumpulan data masih kurang, hal ini terlihat dalam proses pengumpulan data yang masih sering terlambat tentunya akan berakibat pada keterlambatan proses pengolahan yang pada akhirnya akan berlanjut pada keterlambatan informasi yang dihasilkan.
5.1.2 Proses
Menurut Sutabri (2005), transformasi informasi adalah komponen proses dalam pengelolaan sistem informasi yang berfungsi memproses data menjadi informasi sehingga dapat dihasilkan produk informasi yang diperlukan bagi para pemakai informasi. Terdiri dari:
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilaksanakan sesuai dengan jenis data, objek dan sumber data serta persiapan pengumpulan data. Cara memperoleh data ialah bisa secara langsung ataupun tidak langsung (Sondang, 2000).
Proses pengumpulan data dilakukan oleh sumber data (pihak puskesmas, pustu dan bidan desa) kepada petugas SIMPUS berupa laporan bulanan kesakitan yang harus diserahkan paling lambat tanggal 25 setiap bulannya. Berdasarkan teori di atas Pegumpulan data morbiditas sudah sesuai dengan objek dan sumber data yaitu berasal dari puskesmas, pustu dan bidan desa yang ada di Kecamatan Panti sebagai wilayah kerja puskesmas. Proses pengumpulan data dilaksanakan secara tidak langsung berupa pengisian formulir laporan bulanan kesakitan. Dalam pelaksanannya kendala yang dihadapi adalah pengumpulan data masih sering terlambat dan terkadang keberadaan bidan desa yang tidak di tempat menyebabkan data yang terkumpul tidak lengkap.
2. Pengolahan data
Pengolahan data ialah proses mengubah bentuk dan makna data menjadi informasi dan dapat digunakan dalam mendukung berbagai kegiatan manajemen
Pengolahan data dapat dilakukan secara manual ataupun dengan bantuan komputer.(Sutabri, 2005).
Pengolahan data morbiditas dari sumber data dilakukan secara manual dengan bantuan komputer oleh petugas SIMPUS. Hasil rekapan data tersebut dimasukkan ke dalam program SIMPUS. Masalah yang muncul adalah akibat keterlambatan pengumpulan data dan keberadaan bidan desa yang tidak lagi di tempat bisa menyebabkan keterlambatan proses pengolahan data jika petugas tetap menunggu sampai semua data terkumpul atau data bisa tidak di olah sama sekali karena petugas sudah merekap dan melakukan entry data ke dalam SIMPUS sehingga akibat tidak rapi nya proses manual sebelum data di entry, akan berpengaruh terhadap waktu pengolahan dan kelengkapan data yang di entry ke dalam SIMPUS.
Cara pengolahan data sudah sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh Sutabri (2005) akan tetapi mengenai kendala di lapangan tentang tidak rapinya proses manual bertolak belakang dengan yang seharusnya, seperti yang di ungkapkan oleh Sabarguna (2012) bahwa Sistem informasi yang komputerisasi tidak dapat dikembangkan secara baik tanpa mengembangkan sistem manual, sebab kompterisasi juga memiliki keterbatasan misalnya; keterbatasan sistem (harus jelas didasari oleh manual, jadi manual harus dirapikan dulu, baru sistem yang komputerisasi dikembangkan).
3. Penyajian dan penyebarluasan data dan informasi
Hasil penelitian menyebutkan bahwa penyajian data morbiditas yang sudah di olah menjadi informasi dalam bentuk laporan LB1 di sebarluaskan secara langsung (online) dan tidak langsung (diserahkan berupa print out) kepada pihak dinas kesehatan kabupaten dalam bentuk laporan SP2TP yang didalamnya juga terdapat laporan lain. Ini sudah sesuai dengan pernyataan Sutabri (2005) bahwa penyajian data dan informasi dilakukan baik secara visual mapupun dalam bentuk publikasi dengan metode komunikasi langsung atau tak langsung.
4. Penataan dokumentasi
Pendokumentaian dapat dilakukan dengan cara yang lama (file) dan cara baru (komputerisasi). Contohnya perpustakaan bertalian dengan upaya pengumpulan, pemeliharaan, penyimpanan, pengaturan dan pendayagunaan informasi (Sutabri, 2005).
Pendokumentasian yang dilakukan terhadap informasi LB 1 dilakukan dengan kedua cara tersebut, yaitu dengan cara lama berupa hasil print out sebagai pertinggal untuk puskesmas dan cara baru informasi disimpan di dalam SIMPUS sesuai dengan jenis laporan yang dipilih sebelum data di entry mengikuti aplikasi yang ada pada SIMPUS.
Permasalahan yang terjadi di lapangan berkaitan dengan hilang nya data di program SIMPUS dengan sendirinya, tanpa diketahui penyebabnya, akibatnya petugas harus meng-entry kembali data yang hilang. Seperti yang di ungkapkan oleh Kusemadewi, dkk (2009) bahwa keamanan merupakan salah satu faktor
dari kemungkinan-kemungkinan gangguan dan ancaman dari luar yang akan menggangu kinerja keseluruhan sistem, akan tetapi kenyataaannya keamanan masih belum terlaksanakan.
Sondang (2000) menyatakan bahwa pentingnya penelusuran yang mudah dan pengambilan dari tempat penyimpanan dengan cepat terlihat dari dua hal yaitu untuk disampaikan kepada para pengambil keputusan dan sebagai bahan bagi pihak-pihak lain dalam perusahaan untuk di proses lebih lanjut. Pada kenyataannya di lapangan pencarian kembali data yang tersimpan tergantung pada kondisi jaringan, jika jaringan bagus, data bisa dibuka, namun jika tidak data sudah untuk dibuka bahkan terkadang tidak bisa dibuka sama sekali tentunya ini berbeda jauh dengan teori yang seharusnya.
5.1.3 Output
Kualitas suatu informasi tergantung dari 3 (tiga) hal yaitu, informasi harus akurat (accurate), tepat waktu (timelines) dan relevan (relevance) (Sutabri, 2005). Sondang (2000), menambahakan informasi yang mampu mendukung proses pengambilan keputusan adalah paling sedikit 5 (lima) persyaratan yaitu, lengkap, mutakhir, akurat, dapat dipercaya dan disimpan sedemikian rupa
1. Akurat (Accurate)
Informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak bias atau menyesatkan. Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Informasi LB 1 yang dihasilkan oleh SIMPUS sudah mencerminkan maksud dari laporan tersebut, karena informasi sesuai dengan data yang dimasukkan tidak ada yang di ubah-ubah sebelumnya. Data yang dimasukkan berupa data morbiditas dari puskesmas, pustu dan bidan desa yang sudah direkap sebelumnya oleh petugas, kemudian di entry ke dalam SIMPUS sehingga di dapatlah informasi dalam bentuk laporan LB1.
2. Tepat waktu (Timelines)
Seharusnya Informasi yang dihasilkan oleh SIMPUS dikirim ke dinas kesehatan kabupaten setiap tanggal 5 setiap bulannya, akan tetapi dalam pelaksanaannya pernah juga terjadi keterlambatan pengiriman informasi akibat dari pengumpulan data yang tidak tepat waktu, kemudian petugas tetap menunggu sampai data terkumpul dengan lengkap sehingga menyebabkan proses pengolahan menjadi terlambat dan pada akhirnya informasi yang dihasilkan menjadi terlambat, proses pengiriman juga menjadi tidak tepat waktu.
Ini bertolak belakang dengan pernyataan Kusumadewi, dkk (2009) bahwa informasi yang datang pada si penerima tidak boleh terlambat, karena informasi yang sudah usang tidak akan mempunyai nilai lagi apalagi untuk pengambilan keputusan. Bila pengambilan keputusan terlambat, maka akan berkibat fatal bagi organisasi. Dewasa ini, mahalnya informasi disebabkan karena harus cepatnya informasi tersebut dikirim atau di dapat sehingga diperlukan teknologi mutakhir untuk mendapatkan, mengolah dan mengirimkannya.
3. Relevan (Relevance)
Informasi tersebut mempunyai manfaat untuk pemakainya. Relevansi informasi untuk orang satu dengan yang lain berbeda (Sutabri, 2005). Pada kenyataannya informasi LB 1 yang dihasilkan oleh SIMPUS digunakan sebagai salah satu informasi dalam perencaaan di Puskesmas Pegang Baru, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Peran ini belum terlalu tampak, karena pihak puskesmas membuat perencanaan lebih berlandaskan pada panduan yang diberikan oleh pihak dinas kesehatan.
4. Luas dan lengkap
Informasi yang dihasilkan oleh simpus belum lengkap, ini disebabkan karena keterlambatan proses pengumpulan data dan kberadaan bidan desa yang tidak di tempat, kemudian petugas merekap dan meng-entry data tanpa menunggu sampai data yang terkumpul lengkap, sehingga informasi yang dihasilkan tidak lengkap. Selain itu, tidak semua diagnosa ada di dalam SIMPUS. Sistem kode standarisasi untuk diagnosa penyakit membuat data tidak dapat dibaca jika kode yang dimasukan tidak sesuai standar yang tersimpan di database, ini juga menyebabkan informasi yang dihasilkan kurang lengkap. Untuk mengatasinya pihak puskesmas memakai informasi yang diolah secara manual.
Jika dibandingkan dengan pernyataan Sondang (2000) yaitu informasi yang mampu mendukung proses pengambilan keputusan adalah paling sedikit 5 (lima) persyaratan yaitu, lengkap, mutakhir, akurat, dapat dipercaya dan disimpan sedemikian rupa, maka informasi yang dihasilkan oleh SIMPUS belum mampu mendukung proses pengambilan keputusan.