• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2.1. Penelitian Tahap I 1.Percobaan 1: 1.Percobaan 1:

4.2.1.1. b. Keanekaragaman Perifiton

Nilai keanekaragaman dari suatu komunitas ditentukan oleh kekayaan spesies dan jumlah individu dari masing-masing spesies di dalam komunitas

tersebut (Kikkawa 1986 dalam Afrizal 1997). Berdasarkan Krebs (1975), nilai

perairan tidak stabil dan nilai kisaran 0,5 – 1 menunjukkan bahwa ekosistem perairan dalam keadaan stabil. Berdasarkan kisaran nilai rata-rata indeks keanekaragaman Simpson, setiap perlakuan termasuk ke dalam kategori ekosistem stabil karena nilai kisaran Indeks keanekaragaman pada setiap level kedalaman >0,5 (Tabel 1 dan Lampiran 3).

Tingginya nilai indeks dominansi menunjukkan ketidakstabilan ekosistem karena hanya didominasi oleh jenis organisme tertentu. Suatu perairan ,dikatakan memiliki dominansi apabila nilai indeks dominansi simpson diatas 0,8 (Magurran 1988). Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 3), didapatkan kisaran rata-rata nilai indeks dominansi perifiton pada KJA Waduk Cirata sebesar 0,11-0,26 ini berarti bahwa pada KJA Waduk Cirata menunjukkan tidak adanya dominansi jenis perifiton tertentu (Tabel 1), atau dengan kata lain dapat diinformasikan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi stabil.

4.2.1.1.c. Kelimpahan Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes and Mann 1993). Struktur komunitas yang dikatakan baik adalah struktur komunitas dengan nilai kelimpahan dan keragaman jenis yang tinggi (Odum 1971).

Berdasarkan hasil pengamatan hingga hari ke-15, rata-rata kelimpahan perifiton yang tertinggi didapatkan pada perlakuan C (perendaman substrat dengan kedalaman3 meter), berbeda dengan hasil hipotesis awal yaitu perlakuan A (Perendaman substrat dengan kedalaman 1 m), di mana hipotesis awal ini didasarkan dari hasil penelitian Endrik (2006) yang menyatakan bahwa nilai kelimpahan tertinggi fitoplankton terdapat pada kedalaman 1 m.

Selama periode penelitian, nilai rata-rata kelimpahan tertinggi terdapat pada perlakuan C (perendaman substrat dengan kedalaman 3m) dengan

kelimpahan rata-rata kelas Bacillariophyceae yaitu 5.590 (ind/cm2), kelas

Chlorophyceae yaitu 6.027 (ind/cm2) dan kelas Cyanophyceae yaitu 1.654

Tingginya nilai intensitas cahaya dan suhu permukaan air menjadi

penghamabat (inhibitor) bagi pertumbuhan perifiton, sehingga perifiton

berkembang cenderung lebih baik pada kedalaman 3m. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari Belcher dan Swale (1976) dalam Baksir (2004) dan Fogg (1980)

yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan dapat menjadi

penghambat bagi pertumbuhan perifiton (photoinhibitor).

Hal ini juga ditunjukkan dari hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa kedalaman 3m dan 4m merupakan kedalaman yang paling baik walaupun diantara kedua kedalaman tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2), sehinga dapat disimpulkan bahwa kedalaman 3m hingga 4m merupakan kedalaman yang optimal sebagai media tumbuh perifiton

Dari hasil analisa statistik diperoleh hasil bahwa kelimpahan perifiton pada setiap kedalaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun berdasarkan nilai kelimpahan perifiton dan indeks keragaman Simpson, ada kecenderungan bahwa perendaman substrat pada kedalaman 3m menghasilkan struktur komunitas perifiton yang paling baik.

Hasil uji Duncan pada lampiran 2 menunjukkan bahwa kelimpahan perifiton pada kelas Chlorophyceae mulai menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada kedalaman 3m. Hal tersebut memperkuat pernyataan bahwa kedalaman 3m merupakan kedalaman yang optimal untuk pertumbuhan perifiton.

Perifiton merupakan salah satu produsen primer pada perairan. Nilai produktivitas primer sangat ditentukan oleh intensitas cahaya dan kecerahan perairan. Perifiton sebagai salah satu produsen primer pada perairan membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Nilai intensitas cahaya dan kecerahan perairan pada setiap kedalaman disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil pengukuran kecerahan perairan yang diukur menggunakan secchi disk hanya mampu menembus perairan hingga kedalaman 52-95,5cm. Namun berdasarkan hasil pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter dapat diketahui bahwa cahaya masih dapat menembus perairan hingga kedalaman 4 m walaupun nilainya terus menurun seiring bertambahnya kedalaman (Lampiran 2 ).

Kedalaman permukaan perairan yang memiliki intensitas cahaya dan kecerahan perairan yang tertinggi belum tentu menjadi kedalaman optimum bagi

pertumbuhan perifiton. Menurut Tilzer dkk (1975) dalam Baksir (2004),

perifiton mempunyai toleransi yang berbeda dalam memanfaatkan cahaya, ada yang bias tahan terhadap cahaya kuat dan ada pula yang menyukai cahaya lemah. Misalnya kelas Chlorophyceae dan Bacillariophyceae yang termasuk kedalam

organisme tipe teduh, intensitas cahaya yang tinggi merupakan photoinhibitor

bagi pertumbuhannya (Belcher dan Swale 1976 dalam Baksir 2004).

Pertumbuhan perifiton sangat ditunjang oleh kualitas air pada suatu kedalaman perairan. Parameter kualitas air tersebut meliputi parameter fisika dan

kimiawi perairan. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 7.

Bedasarkan data di atas, kelimpahan perifiton yang tinggi pada kedalaman 3 m – 4 m juga dikarenakan adanya peningkatan unsur hara perairan selama kurun waktu penelitian. Hal tersebut dapat dilihat dengan meningkatnya kisaran nilai pH, nitrit, nitrat, dan orthophospat terus meningkat hingga kedalaman 5 m .

Suhu untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20-35ºC terutama untuk diatom (Suparlina 2003). Suhu perairan selama periode penelitian berkisar antara 29,8-30,7 ºC, kisaran tersebut masih berada dalam kisaran yang optimum untuk pertumbuhan perifiton. Berdasarkan data pengamatan, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perifiton, terutama dari kelas Bacillariophyceae, memiliki kelimpahan tertinggi pada kedalaman 3 – 4 m. Sesuai dengan pernyataan Syawaludin (2009) bahwa kelas Diatom (Bacillariaphyceae) merupakan kelas algae yang paling mudah ditemukan di berbagai jenis habitat perairan, terutama di dalam perairan yang relatif dingin

Suhu perairan berhubungan erat dengan kandungan oksigen terlarut di dalam air. Kisaran oksigen terlarut (DO) yang tinggi bagi pertumbuhan perifiton adalah >5mg/L (Hutagalung 1988). Namun nilai DO terukur selama penelitian adalah berkisar antara 2,3-4,5 mg/L. Nilai kisaran tersebut berada di bawah kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara penting untuk pertumbuhan perifiton. Nilai kisaran optimum nitrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

perifiton <0,2 mg/l (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan hasil pengukuran nitrat selama periode penelitian berkisar antara 0,6-0,92mg/L. Nilai nitrat yang didapatkan berada di atas kisaran optimum.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan

perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran,

fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,35-0,373 mg/L. Maka kisaran tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat diduga akibat pasokan dari luar perairan.

Pertumbuhan optimal perifiton membutuhkan nilai alkalinitas sekitar

80-120mg/L (Ghufran 2007). Berdasarkan Hasil pengukuran, didapatkan nilai

alkalinitas yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 111,42-211,3mg/L. Alkalinitas

di suatu perairan dapat bertindak sebagai buffer (penyangga) pH perairan.

Menurut Ray dan Rao (1964) dalam Suparlina (2003), pH optimum untuk

perkembangan diatom berkisar antara 8-9. Sementara itu, hasil pengukuran pH selama periode penelitian berkisar antara 7,36-7,43 atau berada di bawah kisaran optimum untuk pertumbuhan diatom. Akan tetapi nilai pH terus meningkat hingga kedalam 5 m. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebab tingginya kelimpahan diatom hingga kedalaman 3 m – 4m.

4.2.1.2. Percobaan 2:

4.2.1.2.a. Komposisi Perifiton

Struktur komunitas merupakan pola kelimpahan suatu jenis organisme dan pola keterikatan antar jenis dalam sebuah komunitas (Barnes dan Mann 1993). Struktur komunitas dapat diketahui dengan mengetahui kelimpahan dan keanekaragamannya serta keasaman area habitatnya. Dengan demikian komunitas perifiton dapat dilihat berdasarkan kelimpahan dan keanekaragamannya. Kelimpahan perifiton itu sendiri dihitung berdasarkan hasil penghitungan jumlah perifiton yang teridentifikasi sebelumnya

Jumlah genus yang banyak ternyata tidak selalu diikuti dengan kelimpahan individunya. Berdasarkan rata-rata kelimpahan, pada setiap perlakuan terdapat kecenderungan kelimpahan kelas Bacillariophyceae lebih tinggi daripada kelas yang lain (Gambar 6). Adapun rata-rata kelimpahan kelas Bacillariophyceae

selama perlakuan berkisar antara 10462-233079 (ind/cm2), sedangkan kelas

Chlorophyceae berkisar antara 1965-22600 (ind/cm2), dan kelas Cyanophyceae

berkisar antara 1850-13988 (ind/cm2)(Tabel 3).

4.2.1.2.b. Keanekaragaman Perifiton

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran nilai indeks keanekaragaman selama penelitian berkisar antara 0,69 – 0,83 dengan rata-rata sebesar 0,75. Indeks keanekaragaman yang terbesar terdapat pada perendaman 15 hari (perlakuan E),. Hal ini menunjukkan bahwa pada lama perendaman 15 hari (perlakuan E) pertumbuhan semua organisme perifiton merata pada semua kelas.

Menurut Krebs (1985) tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang. Sedangkan menurut Odum (1971) indeks

keanekaragaman dengan nilai 0,60-0,80 menandakan bahwa tingkat kestabilan

ekosistemnya tinggi.

Berdasarkan nilai rata-rata indeks dominansi selama pengamatan, indeks dominansi rata-rata sebesar 0,25 dengan kisaran antara 0,17-0,32 (Tabel 5). Hal ini menunjukan bahwa selama perlakuan tidak terdapat dominansi perifiton, hal tersebut karena suatu perairan dikatakan memiliki dominansi apabila nilai Indeks Dominansi Simpson diatas 0,8 .

Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan perifiton pada jaring semakin mantap dan beragam setelah terjadinya degradasi. Hal tersebut diduga karena perifiton yang baru akan lebih mudah menempel pada jaring karena telah ada substrat dasar dari perifiton yang terlepas sebelumnya. Oleh karena itu penanggulangan perlu dilakukan sebelum perifiton mantap dan menyebabkan kerusakan pada jaring akibat terjadinya penumpukan dan pelapukan.

Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis yaitu pada perendaman selama 9 hari (perlakuan C) diduga karena faktor lingkungan pada saat penelitian yang cukup optimal terutama pada parameter intensitas cahaya dan unsur hara. Hal ini dimungkinkan karena penelitian dilakukan pada bulan Agustus-Oktober yang masih termasuk musim kemarau sehingga intensitas cahaya cukup tinggi untuk mempengaruhi parameter yang lainnya. Sedangkan keanekaragaman tertinggi yang terdapat pada perlakuan E diduga karena setelah perlakuan C, kelas Bacillariophyceae mengalami degradasi sehingga substrat diisi oleh organisme dari kelas lain.

4.2.1.2.b. Kelimpahan Perifiton

Tingginya rata-rata kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae diduga karena sebagian organisme dari kelas Bacillariophyceae memiliki alat penempel pada substrat yang berupa tangkai bergelatin panjang atau pendek dan bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan yang kuat, sehingga lebih memudahkan penempelannya pada jaring (Suparlina 2003).

Dengan demikian, karena perifiton yang menempel lebih banyak berasal dari kelas Bacillariophyceae, untuk menanggulangi pertumbuhan yang terlalu banyak (blooming) dapat digunakan ikan herbivor sebagai penaggulangansecara biologis. Hal ini disarankan karena berdasarkan penelitian Herawati (2004) diketahui bahwa ikan-ikan di KJA terutama ikan herbivor seperti ikan nila dan ikan nilem banyak memakan perifiton sebagai pakan alaminya .

Hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan terhadap kelimpahan total perifiton menunjukan bahwa pada perendaman selama 9 hari (perlakuan C) berbeda nyata terhadap perlakuan yang lain. Hal ini dapat dilihat pada rata-rata perlakuan C, rata-rata kelimpahan total sebanyak 269.666 ind/cm², rata-rata kelimpahan pada kelas Bacillariophyceae sebanyak 233.079 ind/cm², pada kelas Chlorophyceae sebanyak 22.600 ind/cm² dan pada kelas Cyanophyceae sebanyak 13.988 ind/cm². Hal ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh perendaman terhadap struktur komunitas perifiton di KJA Waduk Cirata, walaupun hasil

tersebut berbeda dengan hasil hipotesis yaitu perlakuan D (Perendaman jaring selama 12 hari).

Pemilihan perlakuan D pada hipotesis didasarkan pada pernyataan

Huthette et.al (1985), yang menyatakan bahwa perifiton pada KJA akan mulai

berkembang setelah dua minggu dan akan berkembang penuh setelah minggu

ketiga. Selain itu hipotesis berdasarkan pada hasil penelitian Suparlina (2003)

pada kolam berkonstruksi beton yang menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi perifiton terdapat pada kisaran hari ke 10, 11, 12 dan 13. Pertumbuhan perifiton yang lebih cepat daripada hipotesis diduga karena adanya perbedaan parameter kualitas perairan terutama pada intensitas cahaya dan ortofosfat.

Berdasarkan hasil pengukuran selama penelitian, dapat dilihat bahwa

kedalaman secchi disk pada perairan selama penelitian berkisar antara 76-104 cm,

nilai ini jika dihitung berdasarkan hukum Lambert maka intensitas cahaya kurang lebih dapat mencapai kedalaman 2,08 m. Hal ini menjadikan aktivitas fotosintesis pada waduk terjadi lebih tinggi, karena pada penelitian Suparlina (2003),

kedalaman secchi disk hanya berkisar antara 28-100 cm. Walaupun kriteria

tersebut masih sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Weitzel (1979) bahwa kisaran transparansi cahaya yang optimal bagi pertumbuhan perifiton berkisar antara 10-25. Namun dapat dilihat bahwa intensitas cahaya pada Waduk Cirata lebih tinggi daripada kisaran optimal dan penelitian Suparlina (2003). Tingginya

intensitas ini diduga menyebabkanpertumbuhan perifiton berlangsung lebih cepat,

sehingga penanggulangan maupun pembersihan jaring harus dilakukan secara

kontinyu dalam waktu yang lebih singkat.

4.2.2. Penelitian Tahap II

Dari hasil pengamatan ternyata bahwa ada perbedaan pada tingkat konsumsi ikan nilem terhadap perifiton dari berbagai ukuran, hal ini dapat dilihat pada tabel 10 bahwa ikan nilem dengan ukuran kecil mempunyai mempunyai nilai konsumsi yang lebih kecil, walaupun antara perlakuan A dan B tidak berbeda nyata. Makin tinggi ukuran ikan maka semakin tinggi nilai konsumsi tersebut karena pada ikan yang berukuran lebih besar relatif mempunyai jumlah enzim

pencernaan yang lebih banyak sehingga lebih dapat mencerna dibandingkan dengan ikan yang berukuran lebih kecil (Weatherley dan Gill, 1987).Tetapi walaupun demikian belum tentu efektif,karena seiring dengan pertumbuhan ikan maka kebiasaan makananpun akan dapat berubah (Opunszynki dan Shireman, 1991).Soeseno (1971) menyatakan bahwa ikan nilem yang masih kecil mula- mula memakan plankton tetapi kemudian lebih suka memakan epifiton dan perifiton.

Berdasarkan efektifitas ikan nilem dalam memakan perifiton maka dari hasil penelitian didapat bahwa ikan nilem ukuran keci (5 – 7 g) mempunyai nilai efektifitas yang terbaik.

4.2.3.Penelitian Tahap III 4.2.3.1. Fisika dan Kimia Air

Berdasarkan data pada tabel diatas tampak bahwa Suhu perairan yang diamati relatif tinggi yaitu dengan nilai rata – rata diatas 300C, tetapi hal ini masih mendukung untuk kehidupan ikan. Hal ini disebabkan penelitian berlangsung pada waktu musim kemarau. Kandungan oksigen yang diukur di lokasi penelitian relatif cukup bagus, yaitu dengan konsentrasi rata-rata diatas 3 ppm. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa keberadaan nilem berpengaruh terhadap nilai oksigen media, semakin tinggi kepadatan nilem maka semakin tinggi juga kadar oksigennya, dan sebaliknya semakin rendah kepadatan nilem maka kandungan oksigen terlarut juga semakin kecil.

Kisaran pH di lokasi penelitian berkisar antara 6,76 – 7,76, dengan demikian pH masih mendukung kehidupan ikan mas yang di budidayakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990) bahwa kebanyakan ikan mempunyai kisaran pH optimum antara 6 – 9.

Nilai kadar CO2 media masih dibawah nilai yang membahayakan. Dari hasil pengamatan selama penelitian diketahui bahwa semakin padat ikan nilem maka semakin tinggi juga CO2 nya.Walaupun demikian nilai CO2 pada masing -masing perlakuan masih dibawah nilai yang membahayakan.

Untuk nilai Amonia ternyata semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar amonia medianya.Walaupun masih dibawah ambang batas yang membahayakan tetapi pada perlakuan A (400 ekor nilem + 200 ekor ikan mas) kadar amonia rata-ratanya sudah mendekati 0,2 ppm.

Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen utama di perairan alami.Nitrat merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae.Sehingga nitrat dapat digunakan untuk mengklasifikasi tingkat kesuburan suatu perairan. Kadar nitrat 0 – 1 mg/l merupakan perairan oligotrofik, perairan dengan kadar nitrat 1 – 5 merupakan perairan mesotrofik dan perairan eutrofik yaitu yang mempunyai kadar nitrat 5 – 50 mg/l. Kadar nitrat terukur berkisar antara 0,333 sampai 0.433 mg/l, sehingga termasuk ke dalam perairan yang oligotrofik. Kadar nitrat yang diperoleh selama penelitian melebihi 0,2, semakin tinggi kepadatan nilem semakin tinggi juga kadar nitrat medianya.

Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil dari pada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen.Kadar nitrit di perairan alami sekitar 0,001 mgram/l dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mgram/l. Kadar nitrit yang terukur pada penelitian ini adalah berkisar 0,001 sampai 0,003 mg/l. Dengan demikian kadar nitit masih sesuai untuk ikan yang dibudidayakan.

Ortofosfat adalah bentuk fosfor yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Nilai kisaran optimum orthofosfat untuk pertumbuhan

perifiton adalah >0,02 (Wetzel 1975 dalam Hany 2009). Berdasarkan pengukuran,

fosfat selama periode penelitian berkisar antara 0,048-0,080 mg/L. Maka kisaran tersebut jauh di atas kisaran optimum untuk pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Besarnya nilai nitrat dan fosfat dapat memacu pertumbuhan perifiton. Tingginya nilai nitrat dan fosfat diduga akibat pasokan dari luarwaduk dan dari bahan-bahan organik sisa pakan dan feses ikan yang dipelihara di KJA..

Dokumen terkait