• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat 96 subjek yang terdiri dari 61 orang subjek pria

(63,5%) dan 35 subjek wanita (36,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jungers et al yang menemukan hasil bahwa insiden gagal ginjal kronis lebih banyak pada pria dibandingkan dengan wanita.41 Garibotto et al menyatakan bahwa hormon seksual mempengaruhi morfologi ginjal dan proses keparahan gagal ginjal kronis antara pria dan wanita. Hormon estrogen dapat melindungi ginjal dari pengaruh radikal bebas pada glomerulus ginjal. Selain itu, estrogen juga mencegah terjadinya kerusakan glomerulus dan akumulasi matriks protein ekstraseluler (MPE) sehingga menghambat terjadinya glomerulosklerosis pada ginjal. Sebaliknya, hormon testosteron bersifat profibrotik yang dapat memicu ekspansi mesangial dan disfungsi ginjal. Beberapa penelitian menemukan bahwa sel-sel proinflamasi TNF-α

dan interleukin 1β lebih tinggi pada sel mesangial pria. Kondisi ini

mengindikasikan adanya aksi profibrotik dan proinflamasi dari testosteron pada ginjal. Hal ini mengakibatkan proses keparahan gagal ginjal yang lebih cepat pada pria dibandingkan dengan wanita.42

Pada penelitian yang dilakukan, didapat pasien gagal ginjal kronis yang berusia 30-40 tahun sebanyak 9 orang (9,4%), usia 40-50 tahun sebanyak 27 orang (28,1%) dan usia >50 tahun sebanyak 60 orang (62,5%). Terlihat persentase subjek usia >50 tahun lebih besar dibandingkan subjek usia 40-50 tahun, demikian juga dengan subjek usia 40-50 tahun lebih besar dibandingkan subjek usia 30-40 tahun. Hasil dari National Chronic Kidney Disease Fact Sheet menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang akan meningkatkan risiko terkena GGK. Hal ini menyebabkan persentase individu kelompok usia >50 tahun lebih besar daripada kelompok usia 40-50 tahun,

demikian juga dengan kelompok usia 40-50 tahun yang persentasenya lebih besar dari kelompok usia >50 tahun.16

Pada penelitian ini, subjek yang mengalami gangguan pengecapan rasa manis adalah sebanyak 18 orang (18,8%), sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa manis adalah 78 orang (81,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 90% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa manis.13 Menurut Keast et al, gangguan pengecapan rasa manis dapat disebabkan oleh kadar zinc dalam saliva yang berkurang pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis, tetapi jika kadar zinc dalam saliva berlebih dapat juga menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan rasa manis.43

Untuk pengecapan rasa asam, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 22 orang (22,9%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 74 orang (77,1%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 57% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa asam.Menurut Tomas et al, peningkatan ion bikarbonat dalam air liur akan menurunkan konsentrasi ion hidrogen bebas dalam saliva, sehingga akan menyebabkan gangguan pengecapan rasa asam, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa asam dapat disebabkan karena penurunan ion bikarbonat setelah menjalani hemodialisis.13

Untuk pengecapan rasa asin, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 30 orang (31,3%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 66 orang (68,7%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa 100% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa asin. Menurut Mese dan Matsuo, gangguan pengecapan rasa asin disebabkan oleh penurunan ion natrium dalam saliva, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa

asin dapat disebabkan karena penurunan kadar urea setelah menjalani hemodialisis serta tidak terjadinya penurunan ion natrium dalam saliva.9,13 Untuk pengecapan rasa pahit, subjek yang mengalami gangguan adalah

sebanyak 29 orang (30,2%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 67 orang (69,8%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 70% pasien hemodialisis dapat mengidentifikasi rasa pahit.13 Menurut Matsuo et al dan Tepper et al Kadar urea dalam saliva mempengaruhi sensitivitas pengecapan rasa pahit, semakin tinggi kadar urea dalam saliva, maka sensitivitas pengecapan rasa pahit akan berkurang, sedangkan subjek yang tidak mengalami gangguan pengecapan rasa pahit pada penelitian ini dapat disebabkan oleh adanya penurunan kadar urea setelah menjalani hemodialisis.9

Untuk pengecapan rasa umami, subjek yang mengalami gangguan adalah sebanyak 25 orang (26%) dan yang tidak mengalami gangguan adalah sebanyak 71 orang (74%). Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manley et al yang menemukan bahwa mayoritas sebanyak 57% pasien hemodialisis tidak dapat mengidentifikasi rasa umami. Menurut Manley et al dan Tomas et al, pasien GGK diinstruksikan untuk mengurangi ataupun menghindari makanan protein hewani, hal ini mungkin dapat menjelaskan alasan pasien GGK menjadi enggan untuk mengkonsumsi makanan tersebut sehingga akan terjadinya penurunan sensitivitas pengecapan rasa umami (glutamat) yang dihasilkan oleh makanan yang mengandung protein tersebut.13

Pada hasil penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan antara lama menjalani hemodialisis 3-60 bulan dan >60 bulan dengan sensitivitas pengecapan rasa asam, pahit, dan umami, tetapi tidak ditemukan adanya hubungan dengan sensitivitas pengecapan rasa manis dan asin. Hal ini sesuai dengan penelitian Postorino et al yang menemukan adanya hubungan sensitivitas pengecapan dengan lama menjalani hemodialisis. Hal ini juga

sesuai dengan penelitian Manley et al yang menemukan sensitivitas pengecapan yang berhubungan dengan lama menjalani hemodialisis adalah sensitivitas pengecapan rasa asam, pahit, dan umami. Pemeriksaan histopatologi kelenjar saliva pada pasien hemodialisis jangka panjang menemukan adanya atropi dan fibrosis pada kelenjar saliva yang merupakan salah satu faktor terjadinya gangguan sensitivitas pengecapan (dysgeusia) pada pasien hemodialisis jangka panjang.13,44

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat beberapa sumber yang menyatakan adanya hubungan antara pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis dengan gangguan sensitivitas pengecapan. Mekanisme terjadinya gangguan sensitivitas disebabkan oleh efek uremia pada pasien GGK dimana terjadinya penurunan fungsi kelenjar saliva yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saliva sebagai transpor bahan-bahan kimia dalam zat makanan sehingga terjadinya perubahan sensitivitas pengecapan.6,7,8 Batasan asupan cairan harus terus dipatuhi oleh pasien selama menjalani hemodialisis sehingga pasien sering mengeluh mulut kering dan nafsu makan berkurang. Pasien gagal ginjal kronis memiliki kadar ureum dan zat-zat toksik yang tinggi di dalam darah sehingga menyebabkan gangguan pengecapan.6,12,37 Konsumsi obat-obatan, terutama obat antihipertensi dapat menyebabkan depresi saraf otonom yang menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan akibat berkurangnya sekresi saliva. Pasien usia lanjut akan mengalami atropi pada kelenjar saliva sehingga dapat menyebabkan gangguan sensitivitas pengecapan.45

Dokumen terkait