• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Budaya Organisasi Spiritual

BUDAYA ORGANISASI SPIRITUAL

5.5 Pembentukan Budaya Organisasi Spiritual

Pembentukan budaya organisasi spiritual sangat mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja setiap anggota kelompok masyarakat (organisasi). Budaya organisasi ini memiliki korelasi yang erat dengan kinerja ekonomi serta kinerja organisasi secara keseluruhan. Secara sederhana budaya organisasi dapat diungkapkan sebagai cara berpikir, cara bekerja, cara berkomunikasi yang penuh nilai edukatif dari pemimpin organisasi tersebut. Dengan demikian, adanya hubungan yang signifikan antara budaya organisasi dengan keefektifan proses belajar setiap anggota masyarakat terhadap lingkungan sosial barunya seperti keberadaan organisasi destinasi pariwisata spiritual di Palasari Bali sampai saat ini.

Menurut Deal & Kennedy (Tika, 2006) ada 5 (lima) unsur pembentuk budaya organisasi secara umum, yaitu:

a. Lingkungan usaha. Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

tantangan lingkungan di sekitarnya. Lingkungan usaha yang berpengaruh meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. b. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar

yang dianut oleh organisasi. Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan/misi organisasi tersebut.

c. Pahlawan (keteladanan). Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil dalam mewujudkan nilai-nilai budaya pada kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer/ direktur, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. d. Ritual. Ritual merupakan kegiatan yang

mengungkapkan serta memperkuat nilai-nilai yang dianut oleh organisasi tersebut. Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan diberikan penghargaan yang dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya.

e. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal atau saluran komunikasi primer. Melalui jaringan informal, maka kehebatan organisasi dapat diceritakan dari waktu ke waktu. Jaringan komunikasi informal ini dapat dilakukan melalui orang-orang pandai bercerita, alim ulama,

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

mata-mata, dan sebagainya.

Selanjutnya, Tika (2006) menambahkan beberapa proses terbentuknya budaya oragnisasi, yaitu: (1) interaksi antarpemimpin atau pendiri organisasi dengan kelompok/perorangan dalam organisasi; (2) interkasi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi; (3) artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya organisasi; (4) untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran kepada anggota baru dalam organisasi.

Menurut Sobirin (2007: 220) mengidentifikasi proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide dan diikuti oleh lahirnya sebuah organisasi. Tahap ini merupakan titik awal (embrio) pembentukan budaya organisasi. Begitu pendiri memiliki ide untuk mendirikan organisasi, maka saat itu pula embrio terbentukknya budaya organisasi tidak terelakkan. Sedangkan realisasinya baru terjadi

Proses terbentuknya organisasi dimulai dari tahap pembentukan ide sehingga menjadi tit-ik awal (embrio) pembentukan budaya organ-isasi. Oleh sebab itu, ide seorang pemimpin atau pendiri begitu penting dalam pembentu-kan sebuah organisasi.

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

pada saat organisasi betul-betul sudah berdiri. Bisa dikatakan bahwa begitu organisasi didirikan pembentukan budaya pun dimulai. Pembentukan suatu budaya organisasi tidak bisa dipisahkan dari peran para pendiri organisasi tersebut.

Para pemimpin mempunyai potensi paling besar untuk menanamkan serta memperkuat aspek-aspek budaya dalam organisasi. Menurut Schein (Gary, 1998) ada lima mekanisme utama yang diperankan oleh setiap pemimpin, yaitu:

1. Perhatian (attention). Para pemimpin meng_ komunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mengenai sesuatu seperti merencanakan rapat mengenai kemajuan atau “management by

walking around”.

2. Reaksi terhadap krisis. Sebuah perusahaan yang sedang menghadapi tingkat penjualan yang turun maka semua pegawai bekerja dalam waktu lebih pendek dan bersedia menerima pemotongan gaji. 3. Pemodelan peran. Para pemimpin dapat

mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan melalui tindakan mereka sendiri.

4. Alokasi imbalan. Kreteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan seperti peningkatan upah atau promosi dapat dikomunikasikan oleh pemimpin.

5. Kriteria menyeleksi dan memberhentikan. Para

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

pemimpin dapat merekrut orang yang mempunyai nilai-nilai, keterampilan, atau ciri-ciri tertentu.

Dengan adanya keyakinan pada pendiri organisasi maka masalah eksternal maupun internal dapat dicari jalan keluarnya. Masalah eksternal merupakan misi inti (core mission) atau alasan (couse) bagi eksistensi organisasi tersebut. Terciptanya strategi ini demi pencapaian sasaran organisasi. Kendati dalam organisasi kadang memiliki banyak sasaran serta prioritas tertentu.

Fungsi dari budaya organisasi adalah untuk membantu memahami lingkungan serta cara menanggapinya. Budaya organisasi dapat mengurangi ketegangan, ketidakpastian, dan kekacauan yang terjadi dalam organisasi maupun lingkungannya. Masalah internal dan eksternal ini bisa saling berhubungan, sehingga setiap organisasi harus mampu menghadapinya secara simultan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi pariwisata spiritual merupakan hal baru dalam dunia kepariwisataan. Oleh sebab itu, sektor pariwisata harus mengedepankan nilai-nilai spiritual dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan pariwisata spiritual tersebut. Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral karena karena masih banyak

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

para pemimpin, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat menjadikan sektor ini sebagai sumber pendapatan semata tanpa memperdulikan lingkungan sosial budaya masyarakat setempat.

Sebagian besar pemimpin dan anggota masyarakat terpengaruh oleh budaya Barat yang kapitalis, mereka lupa bahwa bekerja merupakan ibadah dan tanggung jawab secara moral kepada Tuhan. Banyak pula pemimpin yang memperkaya dirinya sendiri. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Herman Soewardi bahwa “Manusia yang melupakan Tuhannya akan menjadi manusia pelayan hawa nafsunya, sedangkan menurut ajaran agama, hawa nafsu manusia harus dikendalikan” (Mangkunegara, 2005: 114).

Akibat teladan yang diberikan oleh tokoh dan pemimpin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai spiritual, maka generasi muda atau remaja saat ini

Selama ini ada kesan sektor pariwisata bagian dari kerusakan moral masyarakat. Oleh sebab itu, semua pemimpin dan anggota masyarakat harus bertanggung jawab kepada Tuhan. Ma-nusia yang melupakan Tuhannya akan men-jadi manusia pelayan bagi hawa nafsunya dan hawa nafsu manusia harus dikendalikan den-gan nilai-nilai spiritual atau kerohaniaan.

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

mengalami peningkatan penyimpangan moral. Dengan menerapkan sistem budaya organisasi spiritual pada suatu destinasi pariwisata maka diharapkan agar semua elemen masyarakat dapat mematuhi serta berpedoman pada sistem nilai keyakinan dan norma-norma yang berlaku dalam organisasi tersebut.

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

BAB VI

PARIWISATA SPIRITUAL

Dokumen terkait