• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

4. Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dengan menggunakan

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96%. Serbuk ditimbang sebanyak 12 kg dimaserasi dengan 60 liter etanol 96% selama 4 hari. Setelah 4 hari, maserat yang dihasilkan disaring dengan menggunakan kain penyaring. Pada maserat ditambahkan etanol 96% hingga volume ekstrak sama seperti volume awal (ditambah etanol 96% ad 60 liter). Maserat didiamkan selama 2 hari dan didekantasi untuk memisahkan amilum. Kemudian dilakukan purifikasi dengan corong pisah menggunakan pelarut heksan. Jumlah heksan yang digunakan sama dengan banyaknya maserat hasil dekantasi. Lapisan bawah (bagian etanol) yang mengandung ekstrak rimpang temulawak diambil, sedangkan lapisan atas (bagian heksan) dibuang. Maserat yang dihasilkan diuapkan di atas Waterbath pada suhu 50-60oC hingga berat ekstrak tinggal 1/9 dari berat serbuk yang diekstrak. Ekstrak yang diperoleh

kemudian ditimbang, lalu ditempatkan di dalam wadah gelap dan disimpan di tempat sejuk.

5. Standarisasi ekstrak rimpang temulawak

a. Pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi ekstrak.

b. Kandungan lembab. Ekstrak rimpang temulawak ditimbang sebanyak 10 gram, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, kemudian ditimbang. Masukkan kembali ke dalam oven dan tiap 1 jam ditimbang sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995).

Kandungan lembab ditentukan dengan rumus :

MC = ekstrak akhir bobot ekstrak akhir bobot ekstrak awal bobot − x 100 %

c. Uji viskositas. Uji dilakukan dengan menggunakan viscotester Tipe VT-04 E. Viscotester dipasang pada statip. Ekstrak dimasukkan ke dalam bejana stainless steel dan dipilih rotor yang sesuai dengan konsistensi ekstrak. Rotor dipasang pada alat uji dan diatur hingga rotor tercelup ke dalam ekstrak lalu alat uji

dihidupkan. Ketika rotor mulai jalan, indikator viskositas akan menunjukkan nilai viskositas dari sampel yang diuji. Pembacaan viskositas sesuai dengan standar kalibrasi, dimana untuk tipe VT-04 digunakan satuan dPa.S. Skala yang ditunjukkan oleh jarum rotor dicatat sesuai dengan nomor yang dipakai. d. Uji daya lekat. Uji dilakukan dengan menggunakan dua gelas objek. Gelas objek ditandai seluas 2,5 x 2,5 cm kemudian ditentukan titik tengahnya. Kurang

lebih 50 mg ekstrak diletakkan pada titik tengah tersebut kemudian ditutup dengan gelas objek lain dan ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Kedua gelas objek yang sudah saling melekat dipasang pada alat uji dengan diberi beban 80 gram. Dicatat waktu yang digunakan hingga kedua gelas objek terpisah.

e. Uji kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis. 25 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 ml etanol (pro analisis), kemudian ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254. Jarak pengembangan 6,5 cm. Silica gel 60 F254 digunakan sebagai fase diam, sedangkan fase geraknya adalah campuran kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Deteksi bercak dilakukan dengan menggunakan sinar ultraviolet pada λ 254 nm dan 365 nm. Kemudian dihitung nilai Rf dengan rumus :

Rf = ) ( ) ( tan cm bercak an pengembang jarak cm bercak peramba jarak

f. Uji kuantitatif ekstrak rimpang temulawak. 1) Pembuatan kurva baku kurkumin

Dibuat larutan induk kurkumin dengan menimbang 25,0 mg kurkumin baku hasil sintesis, larutkan dalam etanol (pro analisis) ad 25,0 ml. Kemudian dibuat seri larutan baku dengan mengencerkan larutan induk hingga diperoleh larutan yang mengandung kurkumin 0,12; 0,14; 0,18; 0,23; dan 0,35 µg/µl (masing-masing sebanyak 4 kali). Semua seri larutan baku harus terlindung dari cahaya. Seri larutan baku ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254 kemudian segera dikembangkan dalam bejana yang telah dijenuhi dengan campuran

kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silika gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420 nm. Kemudian dihitung persamaan garis regresi linier untuk digunakan sebagai persamaan garis regresi kurva baku. Pada 3 replikasi yang lain dihitung kadar kurkumin (yang diperoleh kembali) dengan menggunakan persamaan garis regresi kurva baku. Selanjutnya dihitung nilai perolehan kembali dan koefisien variasinya.

2) Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak

Penetapan kadar kurkumin dilakukan dengan melarutkan 25,0 mg sampel dalam 5,0 ml etanol (pro analisis). Kadar kurkumin dalam ekstrak dihitung berdasarkan kromatogram yang memiliki nilai Rf sama dengan Rf kurkumin baku menggunakan persamaan regresi kurva baku. Sampel ditotolkan sebanyak 1 μl pada lempeng silica gel 60 F254, kemudian segera dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan campuran kloroform : etanol : aquadest (25 : 0,96 : 0,04). Pengembangan dilakukan setinggi 6,5 cm. Segera keluarkan lempeng silica gel, dikeringkan dan secepatnya discanning dengan densitometer pada λ 420 nm. Dilakukan perhitungan kadar kurkumin dalam sampel berdasarkan persamaan regresi kurva baku yang telah diperoleh.

6. Perhitungan dosis

Dosis kurkumin dalam ekstrak temulawak sebagai perangsang penciutan kandung empedu pada penelitian efek kurkumin pada kandung empedu manusia adalah 20 mg (Lelo, Rasyid, Zain-Hamid, 1998).

Berdasarkan hasil KLT densitometri, kadar kurkumin rata-rata yang terkandung dalam ekstrak rimpang temulawak adalah sebesar 6,11 ± 0,39%. Jika dosis tiap formula granul effervescent 1 x minum sebesar 20 mg, maka berat ekstrak rimpang temulawak yang digunakan adalah:

327,33mg mg 100 6,11mg 20mg = x ≈ 327 mg

7. Penentuan level rendah dan level tinggi asam sitrat-asam tartrat dan natrium bikarbonat

Tabel II. Level rendah dan level tinggi formula granul effervescent ekstrak rimpang temulawak

Formula Asam sitrat (mg) Asam tartrat (mg) Natrium bikarbonat (mg)

1 316 184 585

a 505 295 585

b 316 184 936

ab 505 295 936

8. Optimasi Formula Granul Effervescent Ekstrak Rimpang Temulawak

Pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak dibuat dalam empat formula dengan variasi sumber asam (asam sitrat-asam tartrat) dan sumber basa (natrium bikarbonat).

Tabel III. Formula granul effervescent ekstrak temulawak Formula Bahan 1 a b ab Ekstrak temulawak 327 mg 327 mg 327 mg 327 mg Asam tartrat 184 mg 295 mg 184 mg 295 mg Asam sitrat 316 mg 505 mg 316 mg 505 mg Natrium bikarbonat 585 mg 585 mg 936 mg 936 mg Laktosa 884 mg 884 mg 884 mg 884 mg Polivinil pirolidon 3 % 10 mg 10 mg 10 mg 10 mg Aspartam 100 mg 100 mg 100 mg 100 mg

9. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi basah

Timbang bahan-bahan sesuai dengan formula masing-masing.

Penimbangan bahan dilakukan untuk 100 kemasan granul. Dilakukan pembuatan granul effervescent pada kelembaban relatif (Rh) antara 50-53%. Buat larutan PVP 3% yang dilarutkan dalam etanol 70%. Buat granul asam, dengan mencampurkan asam sitrat dan asam tartrat, kemudian tambahkan laktosa dan aspartam, aduk secara merata. Tambahkan ekstrak rimpang temulawak ke dalam campuran asam dan campur secara merata. Tambahkan PVP 3% sedikit demi sedikit dan secukupnya sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul asam diayak dengan ayakan no. mesh 16. Buat granul basa dengan mencampur natrium bikarbonat dengan PVP 3% sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa yang dapat digranul. Keringkan dalam oven pada suhu 45oC selama 3 hari. Granul basa diayak dengan ayakan no. mesh 16. Campur granul asam dengan granul basa. Kemudian lakukan uji sifat fisik granul.

10.Uji sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak

a. Sifat alir

Uji sifat alir granul effervescent dilakukan dengan uji kecepatan alir. Ditimbang 100 gram granul, dimasukkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup. Tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu alirnya dicatat mulai dari saat tutup dibuka sampai seluruh granul habis keluar (Guyot, cit., Fudholi, 1983).

b. Kandungan lembab granul

Lima gram granul diletakkan pada cawan petri dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC, yang sebelumnya telah dipanaskan selama 15 menit. Bobot granul mula-mula dan sesudah pemanasan dihitung (Ansel, 1989). Granul dipanaskan sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). MC = granul akhir bobot granul akhir bobot granul awal bobot − x 100 % c. Waktu larut

Masukkan granul sesuai bobot granul pada tiap formula ke dalam gelas yang berisi 200 ml air. Catat waktu yang diperlukan granul untuk larut dalam air dengan stopwatch (Mohrle, 1980).

11.Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi

Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan persamaan desain faktorial, Y = b0 + b1 (A) + b2 (B), b12 (A)(B), di mana :

Y = respon hasil percobaan yang diamati a = level faktor I : asam sitrat–asam tartrat

b = level faktor II : natrium bikarbonat

ab = level faktor I (asam sitrat–asam tartrat) dikalikan level faktor II (natrium bikarbonat)

b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

12.Analisis hasil

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis secara matematis menggunakan persamaan desain faktorial. Dari persamaan desain faktorial ini akan dibuat contour plot sifat fisik granul effervescent ekstrak rimpang temulawak. Dari masing-masing contour plot disatukan menjadi contour plot super imposed untuk mengetahui area komposisi optimum asam sitrat–asam tartrat dan natrium bikarbonat, terbatas pada level yang diteliti.

A. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak

Penelitian tentang pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak ini diawali dengan melakukan determinasi tanaman dan rimpang temulawak yang akan digunakan sebagai sumber zat aktif dalam sediaan granul

effervescent. Determinasi tanaman dan rimpang temulawak dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Determinasi dilakukan berdasarkan kunci determinasi. Determinasi dilakukan dengan menggunakan acuan buku Atlas Tumbuhan Obat Indonesia (Dalimarta, 2003). Tujuan determinasi adalah untuk memastikan bahwa tanaman yang diteliti adalah benar Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar-benar temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

B. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Serbuk Rimpang Temulawak Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Samigaluh, Kulonprogo pada bulan Oktober 2005. Rimpang yang digunakan ini kurang lebih berumur 2 tahun.

Langkah awal dalam pembuatan serbuk rimpang temulawak adalah melakukan pencucian terhadap rimpang temulawak yang akan diserbuk. Pencucian dilakukan di bawah air mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan

semua kotoran yang masih melekat. Rimpang kemudian dikupas dan diiris tipis-tipis kurang lebih setebal 2,5 mm lalu dikeringkan. Pengeringan dilakukan di bawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan lembab yang ada dalam rimpang temulawak. Hal ini akan mencegah terjadinya pembusukan rimpang oleh cendawan, sehingga kualitas simplisia tidak menurun dan tidak rusak. Setelah simplisia kering yang ditandai dengan mudahnya simplisia untuk dipatahkan, selanjutnya dilakukan penyerbukan. Serbuk yang dihasilkan diayak dengan ayakan no. 8/24. Pembuatan serbuk bertujuan untuk memperluas kontak antara permukaan serbuk simplisia dengan cairan penyari yang akan digunakan dalam proses ekstraksi. Dari hasil pembuatan serbuk diperoleh bahwa kurang lebih 180 kg rimpang dapat menghasilkan kurang lebih 15 kg serbuk.

C. Hasil Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak

Ekstraksi serbuk rimpang temulawak dilakukan dengan metode maserasi. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan dengan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat akan terdesak keluar.

Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 96%. Penggunaan etanol sebagai pelarut akan bisa menyari kurkumin, karena kurkumin bersifat larut dalam

etanol. Proses ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, karena maserasi dapat mengekstrak bahan dalam jumlah yang besar, sehingga ekstraksi dapat dilakukan sekaligus. Selain itu, maserasi juga dapat digunakan untuk menstandarisasi ekstrak, terkait dengan banyaknya kurkumin yang dapat tersari, sehingga ekstrak yang dihasilkan juga reprodusibel. Dengan demikian, ekstraksi dengan proses yang sama akan dapat mengekstrak kurkumin dengan jumlah yang kurang lebih sama.

Maserasi dilakukan selama 4x24 jam pada suhu kamar (27oC). Serbuk yang telah terekstrak disaring dengan menggunakan kain untuk memisahkan ekstrak dari ampasnya. Ekstrak cair yang dihasilkan didiamkan selama 2 hari, kemudian didekantasi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menghilangkan amilum yang terkandung dalam ekstrak. Kemudian dilakukan purifikasi dengan ekstraksi pelarut menggunakan pelarut heksan. Heksan merupakan pelarut nonpolar, sehingga semua komponen nonpolar yang terkandung dalam ekstrak akan masuk ke dalam fase heksan, sedangkan kurkumin akan lebih banyak masuk ke dalam fase etanol. Tujuan purifikasi adalah untuk menghilangkan senyawa-senyawa nonpolar seperti oleoresin yang tidak dikehendaki dalam pembuatan ekstrak ini. Ekstrak yang dihasilkan kemudian dipekatkan dengan penguapan di atas waterbath. Pemekatan dilakukan sampai bobot akhir ekstrak tinggal 1/9 dari bobot awal serbuk.

Dari ekstraksi yang dilakukan diperoleh bahwa kurang lebih 12 kg serbuk dapat menghasilkan kurang lebih 600 gram ekstrak.

D. Penetapan Kadar Kurkumin 1. Pembuatan kurva baku kurkumin

Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram untuk pembuatan kurva baku disajikan dalam gambar dan tabel berikut :

0.1 0.3 0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4

Gambar 4. Kurva hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram

Tabel IV. Hubungan antara kadar kurkumin baku dengan area kromatogram Area Kro m at ogram x 10 5 Y = 4,1110X -0,2369 Kadar kurkumin (µg/µl)

Kadar kurkumin (µg/µl) Area (x 105)

0,12 0,27107 0,14 0,32107 0,18 0,50799 0,23 0,70440 0,35 1,20423

Dari hasil analisis hubungan antara kadar kurkumin vs kromatogram dengan persamaan korelasi, diperoleh persamaan garis regresi untuk kurva baku, yaitu Y= 4,1110X - 0,2369 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9995. Nilai koefisien korelasi yang diperoleh memenuhi persyaratan data linieritas, yaitu lebih dari 0,999 (Mulja dan Hanwar, 2003). Dengan demikian, kurva baku yang dihasilkan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk perhitungan penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak.

2. Penetapan recovery dan koefisien variasi

Hasil perhitungan recovery menunjukkan bahwa perolehan kembali kurkumin pada kadar 0,12 µg/µl sebesar 98,67% dengan koefisien variasi sebesar 0,34%, pada kadar 0,14 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 101,38% dengan koefisien variasi sebesar 0,35%, pada kadar 0,18 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 99,65% dengan koefisien variasi sebesar 1,62%, pada kadar 0,23 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 99,48% dengan koefisien variasi sebesar 0,74%, pada kadar 0,35 µg/µl perolehan kembali yang dihasilkan adalah 100,94% dengan koefisien variasi sebesar 0,96% . Hasil yang diperoleh tersebut masuk dalam rentang nilai perolehan kembali yaitu pada rentang 98-102% dan nilai koefisien variasi yang kurang dari 2% (Mulja dan Hanwar, 2003).

3. Penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak menggunakan KLT densitometri

Metode analisis kurkumin yang terkandung dalam sampel ekstrak rimpang temulawak dilakukan secara KLT densitometri. Teknik pengukuran

dengan KLT densitometri didasarkan pada refleksi, dimana sinar yang datang sebagian diserap dan sebagian lagi dipantulkan. Banyaknya sinar yang direfleksikan akan ditangkap oleh suatu alat yang disebut sebagai photomultiplier

yang akan diteruskan ke pencatat atau recorder untuk diubah menjadi puncak atau kromatogram. Luas puncak atau tinggi puncak sesuai dengan konsentrasi senyawa pada noda yang diukur kerapatannya (Mintarsih, 1990).

Hasil uji penetapan kadar kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak menunjukkan bahwa kadar rata-rata kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak yang dihasilkan adalah sebesar 6,11% dengan nilai SD sebesar 0,39.

E. Hasil Standarisasi Ekstrak Rimpang Temulawak

Tabel V. Hasil uji daya lekat, viskositas, dan kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak

Uji ekstrak Nilai (X ± SD) Daya lekat (detik) 0,34 ± 0,01 Viskositas (dPa.S) 1,68 ± 0,06 Kandungan lembab (%) 32,88 ± 7,56

Standarisasi ekstrak rimpang temulawak dilakukan agar ekstrak yang dihasilkan menjadi terstandar, baik prosedur uji maupun kualitas bahan yang digunakan. Hasil standarisasi ekstrak yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Pemeriksaan organoleptis ekstrak rimpang temulawak

Pemeriksaan awal yang dilakukan dalam standarisasi ekstrak rimpang temulawak adalah pemeriksaan organoleptis. Pemeriksaan yang dilakukan

meliputi konsistensi ekstrak, bau, warna, dan rasa ekstrak. Hasil sari pemeriksaan organoleptis ekstrak adalah sebagai berikut :

Konsistensi : agak kental Warna : coklat kehitaman Bau : khas aromatis Rasa : pahit

2. Hasil uji daya lekat

Daya lekat ekstrak rimpang temulawak diketahui dengan menghitung waktu rata-rata yang dibutuhkan ekstrak untuk melepaskan kedua object glass

yang saling berlekatan. Uji daya lekat dilakukan dengan tujuan agar ekstrak rimpang temulawak yang dihasilkan mempunyai kualitas yang sepadan untuk digunakan sehingga kualitas granul effervescent yang dihasilkan juga sepadan. Uji daya lekat ekstrak rimpang temulawak merupakan hasil dari kemampuan ekstrak untuk melekat. Semakin besar waktu lekat ekstrak, maka akan semakin tinggi pula daya lekatnya.

Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak rimpang temulawak, daya lekat mempengaruhi daya ikat granul yang dihasilkan. Ekstrak dengan daya lekat yang besar akan menghasilkan granul dengan daya ikat yang besar juga. Kelengketan ekstrak rimpang temulawak pada formulasi berperan sebagai pengikat. Dari data yang diperoleh, hasil uji daya lekat ekstrak temulawak sebesar 0,34±0,01 detik, dihitung dari waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan object glass.

3. Hasil uji viskositas

Uji viskositas ekstrak dilakukan dengan menggunakan viscotester tipe VT-04 E. Dari data yang diperoleh, hasil uji viskositas ekstrak temulawak sebesar 1,68 ± 0,06 dPa.S terhitung dari nilai yang ditunjukkan oleh jarum pada viscotester. Uji daya lekat perlu dilakukan dengan tujuan sebagai standarisasi ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Sifat fisik ekstrak yang berbeda akan menghasilkan granul dengan sifat fisik yang berbeda pula. Dengan standarisasi ekstrak ini diharapkan jika menggunakan ekstrak dengan standar yang sama maka granul effervescent yang dihasilkan kurang lebih juga sama. Viskositas suatu cairan menunjukkan kecepatan mengalirnya cairan. Viskositas ekstrak mencerminkan kekentalan ekstrak rimpang temulawak yang dibuat. Semakin kental suatu cairan, semakin besar gaya yang diperlukan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Martin, 1993).

Dalam pembuatan granul effervescent ekstrak temulawak, viskositas akan mempengaruhi pencampuran bahan-bahan saat granulasi. Viskositas ekstrak yang terlalu tinggi akan mempersulit proses granulasi. Hal ini terjadi karena ekstrak yang terlalu kental akan semakin sulit untuk bercampur homogen dengan bahan-bahan yang lain. Viscotester tipe VT-04E bekerja dengan berdasarkan prinsip hambatan pemutaran rotor oleh ekstrak yang diuji. Semakin kental ekstrak yang dihasilkan, semakin besar pula daya hambat ekstrak terhadap permutaran rotor. Bentuk dan ukuran rotor disesuaikan dengan ekstrak yang dihasilkan sehingga rotor tetap dapat berputar dalam ekstrak yang diuji. Dalam penelitian ini digunakan rotor nomor 3.

4. Hasil uji kandungan lembab

Uji kandungan lembab ekstrak rimpang temulawak dilakukan menggunakan oven sebagai alat pemanas dengan cara menimbang ekstrak sebelum dan setelah pemanasan. Pemanasan dilakukan pada suhu 105oC. Selisih antara dua penimbangan berat ekstrak sesudah pemanasan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Anonim, 1995). Berkurangnya berat ekstrak dianggap sebagai hilangnya pelarut yang ada dalam ekstrak akibat pemanasan. Dengan demikian akan diketahui persentase kandungan lembab yang ada dalam ekstrak dengan membandingkan selisih berat ekstrak sebelum dan setelah pemanasan terhadap berat akhir ekstrak. Berdasarkan data yang diperoleh, ekstrak yang dipanaskan selama 14 jam mempunyai kandungan lembab rata-rata sebesar 32,88±7,56 %. Pada saat melakukan uji, selisih berat dua kali penimbangan selalu konstan, bahkan lebih besar, padahal uji sudah dilakukan selama berhari-hari. Hal ini mungkin disebabkan karena sudah terjadi penguraian ekstrak, dimana ekstrak yang berasal dari bahan tumbuhan mengandung komponen karbon yang dapat mengalami penguraian menjadi H2O dan CO2 dengan adanya pemanasan (Voigt, 1994). Adanya H2O dari hasil penguraian akan meningkatkan kandungan lembab ekstrak. Hal inilah yang menyebabkan penurunan selisih dua kali penimbangan terus-menerus konstan. Uji dihentikan pada saat selisih dua kali penimbangan berat ekstrak mendekati 0,25% yaitu pada jam ke-14.

5. Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Fase diam : Silica gel 60 F254

Standar : kurkumin baku hasil sintesis Jarak pengembangan : 6,5 cm

Deteksi bercak dilakukan pada UV 254 nm dan UV 365 nm untuk memastikan bahwa bercak yang dimaksud adalah bercak tunggal kurkumin. Dari deteksi yang dilakukan diketahui bahwa bercak yang dihasilkan adalah bercak tunggal kurkumin karena memiliki warna bercak yang sama dengan warna bercak kurkumin baku. Hasil deteksi bercak kurkumin baku , kurkumin dan demetoksi kurkumin dalam sampel ekstrak rimpang temulawak dapat dilihat dalam gambar 5, 6, dan tabel VI.

S1 S2 S3 X1 X2 X3 S4 S5 S6

Gambar 5. Foto hasil KLT pada UV 254 nm Keterangan gambar :

S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl

S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl X1 : sampel 1 X2 : sampel 2 X3 : sampel 3 2 2 2 1 1 1 S1 S2 S3 X1 X2 X3 S4 S5 S6

Gambar 6. Foto hasil KLT pada UV 365 nm Keterangan gambar :

1 : bercak demetoksikurkumin 2 : bercak kurkumin

S1 : baku kurkumin dengan kadar 0,12 µg/µl S2 : baku kurkumin dengan kadar 0,14 µg/µl S3 : baku kurkumin dengan kadar 0,18 µg/µl

S4 : baku kurkumin dengan kadar 0,23 µg/µl S5 : baku kurkumin dengan kadar 0,35 µg/µl X1 : sampel 1

X2 : sampel 2 X3 : sampel 3

Tabel VI. Hasil uji deteksi bercak kurkumin baku, kurkumin dalam ekstrak rimpang temulawak, dan demetoksikurkumin dalam ekstrak rimpang

temulawak secara KLT Bercak Rf Visual Deteksi

UV 254nm

Deteksi UV365nm

Kurkumin baku 0,54 Kuning Coklat kekuningan

Kuning kehijauan Kurkumin 0,54 Kuning Coklat

kekuningan

Kuning kehijauan Demetoksikurkumin 0,39 Kuning Coklat

kekuningan

Kuning kehijauan Uji kualitatif kurkumin bertujuan untuk memastikan bahwa ekstrak temulawak yang digunakan sebagai bahan aktif pembuatan granul mengandung kurkumin. Dalam pembuatan granul effervescent ini, kurkumin merupakan bahan aktif yang berkhasiat sebagai perangsang penciutan kandung empedu. Dari hasil uji KLT densitometri diperoleh dua bercak. Pada bercak pertama, dari hasil pengamatan secara visual, dengan deteksi UV 254 nm, dan dengan deteksi UV 365 nm, dihasilkan bahwa antara bercak kurkumin baku dan bercak ekstrak rimpang temulawak mempunyai harga Rf dan warna bercak yang sama, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak rimpang temulawak yang dibuat ini mengandung kurkumin. Bercak lain yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak yang

mempunyai harga Rf lebih rendah daripada Rf kurkumin baku dan mempunyai warna yang sama dengan kurkumin baku diduga merupakan bercak turunan kurkumin yang lain, yaitu demetoksikurkumin.

Dokumen terkait