• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 14 Proses perkawinan Papilio memnon

2. Pemeliharaan telur

Kupu-kupu betina dapat bertelur setiap hari selama masa hidupnya. Jumlah telur yang dihasilkan bervariasi tergantung dari spesies kupu-kupu, bisa mencapai ratusan butir selama masa hidup betina yang bervariasi antara 10 hari sampai dua bulan Sihombing (1999). Umumnya kupu-kupu betina bertelur di balik daun pakan ulatnya atau di dekat benda tanaman pakan. Kupu-kupu yang sudah menetaskan telur dipindahkan pada toples toples dengan diberi tutup kain kasa untuk mencegah masukknya parasit dan predator. Pengumpulan telur dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WIB yang diambil langsung dari tanaman pakan dengan menggunakan kuas agar telur tidak rusak.

Telur yang sudah dikumpulkan disimpan pada kandang penetasan dengan tersusun rapi, agar telur tidak terkontaminasi (Gambar 15). Proses peletakkan telur dilakukan oleh kupu-kupu betina dan telur yang akan segera menetas akan membentuk lapisan transparan dan berwarna lebih gelap dengan lama waktu penetasan 4 sampai 12 hari tergantung jenis kupu-kupu. Lama waktu penetasan telur bervariasi, hasil pengamatan di Taman Kupu Cihanjuang dapat dilihat pada Tabel 4, dimana jenis kupu-kupu Papilio memnon dan Papilio demolion selama 5 – 7 hari, jenis kupu-kupu Papilio peranthus, Papilio polythes dan Papilio helenus

selama 4 hari, sedangkan untuk jenis kupu-kupu Doleschalia bisaltidae lebih cepat selama 3 hari, sedangkan hasil pengamatan Syaputra (2011) selama 5 - 11 hari ulat akan menetas. Lama waktu dikedua tempat lebih cepat bila dibandingkan dengan Sihombing (1999) selama 10 - 16 hari. Salah satu faktor yang menyebabkan penetasan telur bervariasi diantaranya suhu, kelembaban dan intensitas cahaya.

19

Gambar 15 Tempat penetasan telur 3. Pemeliharaan ulat

Telur yang sudah menetas segera dipindahkan pada tanaman pakan sesuai dengan jenis kupu-kupu. Jenis kupu-kupu Papilio memnon dan Papilio demolion

memiliki masa perkembangan pada fase ulat selama 40 hari, untuk jenis kupu-kupu Papilio peranthus, Papilio polythes dan Papilio helenus selama 3 – 4 minggu, jenis kupu Doleschalia bisaltidae lebih singkat selama 2 – 3 minggu. Tahap awal ulat kupu-kupu akan memakan kulit telurnya sendiri. Ulat berkembang antara telur dan paling sering mengambil bentuk seperti cacing serta memiliki penampilan yang khas, ulat tidak memiliki sayap ataupun sisik dan matanya tidak seperti kupu-kupu yang bersifat majemuk hanya bersifat sederhana, artinya memiliki lensa tunggal dan tidak memiliki lensa banyak pada setiap mata.

Pemberian pakan memiliki kesamaan pada penangkaran Cihanjuang dan PT Ikas Amboina yaitu dilakukan dengan sistem pemeliharaan secara semi intensif, ulat diletakkan pada tanaman pakan dan ulat bergerak bebas sesuai fasenya mencari makanannya sendiri. Persiapan tanaman ulat dilakukan sebelum ulat dipindahkan, yang perlu diperhatikan dalam memilih tanaman yaitu dengan memilih daun yang sehat, lebat dan aman dari predator. Apabila daun pakan habis sebelum ulat menjadi kepompong maka ulat dipindahkan pada tanaman pakan lain dengan cara memotong daun dimana ulat tersebut berada (Gambar 16). Menurut Sihombing (1999) ulat tidak perlu pindah atau bergerak jauh, cukup melekat pada daun atau ranting pakan inang dengan memfungsikan kaki sederhana dan kaki semunya. Rahangnya yang keras digunakan untuk mengunyah daun pakannya. Makanannya adalah tumbuhan spesifik bagi tiap spesies kupu-kupu dan ulat tidak akan memakan sembarang daun.

20

Ulat mengalami pergantian kulit sebanyak lima instar. Menurut Rouly (2001), proses instar pada ulat memiliki tanda-tanda sebagai berikut: (1) kulit lama akan robek dan terbuka mulai dari belakang kepala dengan cara merenggangkan kulit tersebut, (2) ulat akan mengecilkan tubuhnya sambil berjalan secara perlahan-lahan dan melepaskan kulit yang lama, (3) ulat akan beristirahat sambil mengeringkan tubuhnya setelah berganti kulit, (4) ulat akan memakan sisa kulitnya terlebih dahulu sebelum memakan daun. Ulat pada jenis

papilionidae memiliki alat pertahanan diri yang dinamakan osmeterium, osmeterium merupakan kelenjar bau yang dapat dijulurkan apabila ulat terganggu. 4. Pemeliharaan kepompong

Ulat yang sudah memasuki pada instar akhir, beberapa hari akan memasuki fase pupa. Fase pupa merupakan persiapan ulat menjadi pupa. Selama pra-pupa ulat akan melengkungkan tubuhnya pada ranting, daun ataupun benda yang berada disekitar tanaman pakan, selama rentang waktu 24 jam dari tubuh larva akan mengeluarkan tali cremaster yang berfungsi mengikatkan tubuh ulat selama perubahan ulat menjadi kepompong (Gambar 17). Perkembangan pada fase ulat memiliki waktu selama 3 minggu untuk jenis kupu-kupu Papilio memnon, dan

Papilio demolion, sedangkan untuk jenis Papilio peranthus, Papilio helenus dan

Papilio polytes selama 2 minggu lebih lama bila dibandingkan dengan jenis

Doleschalia bisaltidae yaitu selama 10 – 14 hari.

Bentuk kepompong tergantung dari spesies kupu-kupu dan cara menggantungkan di daun atau ranting pun bervariasi. Warna kepompong dipengaruhi oleh tempat proses pembentukkan kepompong sebagai contoh pada beberapa jenis kupu-kupu seperti Papilio memnon, papilio polytes, papilio helenus dan triodes helena. Kepompong yang terbentuk didekat batang akan berwana coklat menyerupai batang, apabila terbentuk dekat permukaan daun maka akan berwarna hijau, proses ini merupakan salah satu bentuk kamuflase agar terhindar dari predator.

Gambar 17 Persiapan ulat pada fase kepompong

Apabila sudah memasuki pada fase kepompong segera dipindahkan pada kandang kepompong untuk proses penetasan. Kepompong dipindahkan dengan cara memotong bagian ranting yang terdapat kepompong menggantung untuk mempermudah penggantungan kepompong pada lemari kepompong nantinya. Penggantungan kepompong di Taman Kupu-kupu Cihanjuang diikat oleh tali benang sedangkan di Bali Butterfly Park (Syaputra 2011) menggunakan jepitan kain. Perbedaan alat penggantungan kepompong tidak berpengaruh asalkan arah

21 penggantungannya yang diperhatikan, yaitu kepompong tergantung dengan muka menghadap kebawah, namun pada saat menetas akan terlihat bagian dorsal yang menghadap kebawah untuk memudahkan dalam penetasan (Sihombing 1999). Kepompong yang berada pada kandang kepompong tidak hanya yang dipindahkan dari kandang ulat, tetapi beberapa kepompong lainnya berasal dari luar penangkaran. Kepompong yang datang terlebih dahulu di pisahkan dan dihitung sesuai dengan jenis kupu-kupunya dengan jumlah kepompong berkisar 500 - 850 ekor/minggu. Saat ini pemenuhan kepompong masih bergantung pada pasokan kepompong dari luar taman, sehingga menyebabkan ketidakberlanjutan suatu taman kupu-kupu dan tidak sesuai dengan tema konservasi karena masih melakukan penangkapan dari luar.

Kepompong yang dikirim dari luar penangkaran ditempatkan di sterofoam untuk menghindari adanya goncangan. Masing-masing kepompong dibungkus

tissue disusun rapih dalam kotak packing, kemudian kepompong disortir berdasarkan jenisnya dan digantungkan pada benang lalu disimpan pada kandang penetasan kepompong dengan cara menggantungkan kepompong (Gambar 18). Kepompong yang hidup dapat dicirikan tidak bengkak, masih utuh, tidak keluar cairan dan bergerak bila disentuh.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 18 (a) Kepompong dalam kemasan, (b) pembungkusan kepompong, (c) penyortiran kepompong, dan (d) penggantungan kepompong Pemeriksaan lemari kepompong dilakukan setiap hari untuk memantau kepompong dari serangan penyakit jamur ataupun keluarnya cairan yang berwarna coklat segera dikeluarkan, selain itu pengontrolan suhu dan kelembaban. Rata-rata suhu berkisar 23 °C dan kelembaban 85%. Penyemprotan pada kandang kepompong dilakukan 3 kali sehari agar kandang tetap dalam keadaan lembab. 5. Pemeliharaan kupu-kupu

Proses penetasan kupu-kupu terjadi pada kandang kepompong. Penyusunan kepompong dengan cara digantungkan sangat membantu dalam proses penetasan.

22

Proses penetasan kupu-kupu terlebih dahulu akan mengeluarkan bagian kepala dan tungkai kemudian bagian lainnya. Kupu-kupu yang baru menetas akan mengaitkan tungkainya pada ram kawat karena keadaan sayap masih basah dan melipat sehingga tidak dapat langsung terbang dan beraktivitas. Proses pengeringan dan pembentangan sayap membutuhkan waktu sekitar 3 – 4 jam. Kupu-kupu yang sayapnya sudah kering dicirikan dengan kepakan sayap yang aktif. Dari hasil pengamatan kupu-kupu dari ke enam jenis tersebut bertahan hidupnya selama 1 – 2 minggu di dalam penangkaran.

Kupu-kupu mulai aktif pagi hari melakukan pemanasan dengan terbang disekitar taman dan juga aktif dalam mencari makan pada tanaman penghasil nektar yang ada di taman (Gambar 19), selain menghisap nektar kupu-kupu juga sering terlihat hinggap di bebatuan ataupun di tepi aliran air. Menurut Sihombing (1999) selain menghisap nektar, kupu-kupu juga mencari mineral-mineral lain yang dibutuhkan untuk proses reproduksi. Aktivitas kupu-kupu terlihat meningkat pada pukul 08.00 – 11.00, semakin sore aktivitasnya menurun. Kupu-kupu jantan terlihat terbang lebih aktif untuk mendekati kupu-kupu betina. Sama halnya di alam, kupu-kupu di dalam taman akan memulai aktivitasnya pada pagi hari disaat matahari mulai terbit. Sinar matahari pagi dimanfaatkan kupu-kupu untuk mengeringkan sayapnya yang lembab oleh embun pada malam hari. Didukung oleh pernyataan (Stokes et al. 1991) aktivitas berjemur kupu-kupu umunya dimulai pagi hari. Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh berkisar antara 29 - 37 °C untuk dapat terbang dengan baik. Cara kupu-kupu berjemur ada beberapa macam diantaranya dengan membuka lebar sayap lalu menghadapkan ke arah matahari, cara lain dengan menutup sayap dan menempatkan posisi tubuh tegak lurus ke arah sinar matahari. Beberapa aktivitas kupu-kupu yang teramati diantaranya mencari makan, mencari pasangan, kawin, dan istirahat.

Gambar 19 Aktivitas makan

Tingkat Keberhasilan Penangkaran Cihanjuang Keberhasilan Penangkaran Kupu-kupu Cihanjuang

Jenis kupu-kupu yang ada di Taman Kupu Cihanjuang saat penelitian bulan November 2012 sampai dengan Januari 2013 sebanyak 14 jenis (Tabel 5), salah satu jenis dari famili Papilionidae termasuk kupu-kupu yang dilindungi yaitu

23 Tabel 5 Kupu-kupu yang ditangkarkan Taman Kupu-kupu Cihanjuang

No Jenis Famili Status Perlindungan

PP No. 7 1999 CITES (Appendix 2)

1 Troides helena helena Papilionidae

2 Papilio memnon Papilionidae - -

3 Papilio demolion Papilionidae - -

4 Papilio peranthus Papilionidae - -

5 Papilio helenus Papilionidae - -

6 Papilio ambrax Papilionidae - -

7 Papilio polytes Papilionidae - -

8 Pachliopta

aristolochiae Papilionidae - -

9

Graphium

Agamemnon Papilionidae - -

10 Chetosia hypsea Nympalidae - -

11 Moduza pocris Nympalidae - -

12 Euploea phaenareta Nympalidae - -

13 Vindula dejone Nympalidae - -

14 Doleschalia bisaltide Nympalidae - -

Kupu-kupu yang paling banyak ditangkarkan yaitu kupu-kupu dari famili Papilionidae, karena pada umumnya kupu-kupu dari famili ini memiliki bentuk dan pola warna yang menarik. Beberapa ciri dari famili Papilionidae yaitu mempunyai enam kaki dengan kaki depan memiliki taji, sering memiliki perpanjangan ekor pada sayap belakang, larva memiliki tanduk (Osmeterium), dan kepompong terikat pada bagian pinggang dan ekor dengan benang sutera. Ukuran kupu-kupu Nymphalidae lebih kecil dibandingkan dengan kupu-kupu dari famili Papilionidae. Berikut beberapa jenis famili Papilionidae dan famili Nymphalidae di Taman Kupu-kupu Cihanjuang (Gambar 20).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 20 (a) Papilio memnon acathes, (b) Papilio memnon memnon, (c)

Papilio peranthus, (d) Papilio demolion, (e) Papilio helenus, dan (f)

24

Aspek yang diukur adalah presentase keberhasilan dari setiap fase hidup, meliputi fase telur, fase ulat, fase kepompong dan fase kupu-kupu dewasa. Dari 14 jenis yang ada namun yang berhasil dibudidayakan hanya 6 jenis kupu-kupu yaitu

Papilio memnon, Papilio polytes, Papilio peranthus, Papilio helenus, Papilio demolion dan Doleschalia bisaltidae. Enam jenis yang dijadikan sampel merupakan jenis yang memiliki fase telur sampai fase kupu-kupu. Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada tiap fase (Tabel 6).

Tabel 6 Persentase keberhasilan setiap fase kehidupan kupu-kupu

Jenis Telur Ulat Kepompong Kupu-kupu Total

N N P1 (%) N P2 (%) N P3 (%) P4 (%) Papilio memnon 30 12 40,00 10 83,33 7 70,00 23,33 Papilio polytes 30 8 26,66 5 62,50 4 80,00 13,33 Papilio peranthus 30 10 33,33 8 80,00 5 62,50 16,66 Papilio helenus 21 9 42,85 7 77,77 3 42,85 14,28 Papilio demolion 30 8 26,66 6 75,00 6 100,00 20,00 Dolescallia bisaltidae 30 20 66,66 18 90,00 15 83,33 50,00 Rata-rata 39,36 78,10 73,11 22.93

Keterangan: N=Jumlah, P=Persentase keberhasilan

Dari tabel 7 dapat dilihat pada jenis kupu-kupu Papilio helenus yang berhasil hidup hanya 21 telur akibat serangan parasit. Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap daya tetas telur yaitu bibit yang tidak bagus, proses pembuahan yang tidak sempurna pada saat perkawinan dan faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban yakni suhu rendah dan kelembaban tinggi maka tingkat natalitas semakin menurun menurut Syaputra (2011). Rata-rata tingkat keberhasilan menetasnya ulat dari keenam kupu-kupu tersebut sebesar 39 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan sedang.

Tingkat keberhasilan pada fase ulat dan kepompong tinggi > 60% berdasarkan kriteria keberhasilan penangkaran. Kematian pada fase ulat terjadi pada proses pergantian kulit (instar) ketika kulit lama tidak terlepas dari kulit baru sehingga mengganggu proses pertumbuhan. Kegagalan yang terjadi pada fase kepompong disebabkan oleh jamur sehingga kepompong membusuk dan mengeluarkan cairan berwarna coklat kehitaman dan terdapat parasit (Gambar 21). Fase kupu-kupu tidak berhasil menetas dengan baik dan tidak mampu mengembangkan sayap dengan sempurna. Dilihat dari rata-rata persentase jumlah telur dengan jumlah kupu-kupu yang berhasil hidup sebesar 22,93 %, berdasarkan kriteria tingkat keberhasilan penangkaran dikategorikan rendah, karena < 30 %. Sistem pemeliharaan di Taman Kupu Cihanjuang yaitu secara semi intensif, berbeda seperti yang dilakukan pada penelitian Syaputra (2011) di Taman Kupu-kupu Bali Butterfly Park secara intensif rata-rata persentase tingkat keberhasilan sebesar yang diperoleh sebesar 53,17%.

Ketidakberhasilan pada setiap fase adalah pemberian pakan yang tidak tepat, keadaan kandang yang buruk, dan terlalu padat isinya, sirkulasi udara tidak baik dan pengontrolan yang tidak rutin. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya

25 pemantauan kebersihan dan kesterilan tetap terjaga dengan membersihkan lemari kepompong, kandang penetasan telur dan alat-alat penunjang lainnya.

(a) (b)

Gambar 21 (a) Pembusukan pada fase ulat, (b) Parasitoid pada kepompong Tingkat Keberhasilan Penangkaran Troides helena helena Daur Hidup Kupu-kupu

Proses daur hidup kupu-kupu dimulai dengan proses perkawinan antara imago jantan dan imago betina, kemudian fase telur, fase larva (ulat), fase pupa (kepompong) dan fase imago (kupu-kupu) (Gambar 22). Lama waktu yang dibutuhkan berbeda-beda setiap fasenya (Tabel 7).

(a) (b) (c)

Gambar 22 Posisi imago mating. (a) Saling berhadapan, (b) Betina berada diatas jantan, (c) Kelamin jantan menjepit betina

Tabel 7 Rataan lama waktu setiap perkembangan fase Troides helena helena

Fase Jumlah telur (n) Lama waktu setiap fase (hari)

Cihanjuang Cilember *) Darmaga **)

Telur 30 8 ± 0,45 10,08 ± 0,50 6 ± 0.74 Larva Instar 1 26 5 ± 0,71 4,80 ± 0,30 3 ± 1.43 Larva Instar 2 24 5 ± 0,58 4,20 ± 0,45 3 ± 0.84 Larva Instar 3 20 6 ± 0,60 5,10 ± 0,23 5 ± 2.01 Larva Instar 4 20 7 ± 0,51 7,22 ± 0,64 6 ± 1.34 Larva Instar 5 16 11 ± 0,73 13,11 ± 2,01 10 ± 2.95 Prapupa 14 2 ± 0,51 2,11 ± 0,26 1 ± 0.00 pupa 11 26 ± 0,84 29,71 ± 1,16 18 ± 0.70 Imago betina 6 15 ± 0,75 15,00 ± 25,4 18 ± 8.54 Imago jantan 5 14 ± 0,54 19,20 ± 4,68 -

Total lama fase 99 ± 0,13 95,53 ± 6,84 70 ± 18.55

26

Telur yang berhasil menetas hanya 26 butir dari 30 butir telur yang dijadikan sample, disebabkan adanya parasitoid yang ditemukan pada cawan petri. Telur menetas setelah masa inkubasi selama 8 ± 0,45 hari. Namun, Pasaribu (2012) menyebutkan bahwa lama inkubasi telur rata-rata selama 10,8 ± 0,50 hari dan Nurjannah (2001) selama 6 hari. Perbedaan lama hari diduga akibat suhu dan kelembaban lingkungan yang berbeda.Memasuki fase ulat mengalami pergantian kulit. Setiap pergantian kulit ditandai dengan mengelupasnya kulit luar ulat. Ulat yang sudah menetas dari telur sampai pergantian kulit disebut instar, instar satu setelah mengalami pergantian kulit pertama. .

Berdasarkan data yang didapat, ulat mengalami lima instar. Rata-rata ulat membutuhkan waktu sekitar 25 s.d 42 hari mulai dari menetas sampai memasuki fase prapupa. Tidak semua pupa dapat menetas dengan baik (Gambar 23). Lama fase ulat Troides helena di Hongkong adalah 21 hari, ulat dengan 4 instar (Carey-Hughes dan Pickford 1997). Hasil penelitian lamanya fase ulat Troides helena helena rata-rata 29 hari dengan 5 instar.

Gambar 23 Gagal dalam pembentukan imago

Kupu-kupu yang baru menetas membutuhkan waktu 3 sampai 4 jam untuk pengeringan sayap dan selanjutnya dapat terbang. Kupu-kupu betina dapat langsung dikawini oleh jantan yang sudah siap, sedangkan jantan baru dapat melakukan perkawinan setelah satu sampai dua hari. Jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012), ulat Troides helena mememerlukan 33 hari dengan lima instar. Ulat yang sudah memasuki pada instar akhir, beberapai hari akan memasuki fase prapupa. Fase prapupa merupakan persiapan ulat menjadi pupa, waktu yang dibutuhkan pada fase prapupa paling singkat rata-rata 2 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matsuka (2011) bahwa lama waktu pada fase prapupa dapat mencapai tiga kadang empat hari untuk jenis Troides helena helena. Dari pengamatan yang dilakukan, waktu masa inkubasi pupa 26 hari kemudian akan menetas menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu betina memiliki masa hidup 15 hari untuk jantan 14 hari. Matsuka (2001) menyatakan bawa Troides helena helena

dapat bertahan hidup paling lama kurang lebih selama empat minggu.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa lama waktu tiap fase Troides helena helena memiliki perbedaan yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Pasaribu (2012). Total waktu yang dibutuhkan 99 ± 0,13 hari, namun menurut Pasaribu (2012) lama waktu yang dibutuhkan 95,53 ± 6,84 hari. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Sihombing (1999) yang menyebutkan bahwa jangka waktu yang dibutuhkan bagi perkembangan kupu-kupu mulai dari fase telur hingga imago berhubungan dengan ketinggian tempat diatas permukaan laut dan suhu udara. Ketinggian suatu tempat akan berpengaruh pada kelembaban pada

27 tempat tersebut. Berikut fase hidup Troides helena helena (Gambar 24). Menurut Gullan dan Cranston (2000), hewan yang dapat menghasilkan lebih dari dua jumlah generasi dalam setahun disebut multivoltine, pada penelitian ini Troides helena helena dapat menghasilkan minimal tiga generasi dalam setahun apabila kondisi lingkungannya sesuai sehingga termasuk serangga multivoltine.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 24 (a) Fase telur, (b) fase larva, (c) fase pupa, dan (d) fase imago Peluang Hidup

Kelangsungan hidup Troides helena helena dipengaruhi oleh kematian yang terjadi pada setiap fase (Tabel 8). Persentase penetasan telur cukup baik mencapai 87%. Penurunan angka kelangsungan hidup terus terjadi sampai pada fase kupu-kupu. Kematian (mortalitas) tertinggi terjadi pada fase kepompong sebesar 45%. Kelangsungan hidup kupu jantan mencapai 17% dan kupu betina 20% dari total angka fase awal, yaitu dihasilkan 5 kupu jantan dan 6 kupu betina dari 26 telur.

Tabel 8 Kelangsungan hidup Troides helena helena

X (n=7) Ax Lx Dx qx Lx Tx ex Px Telur (n=30) 30 1.00 44 0.13 0.93 5.23 5.23 - Larva Instar 1 (n=26) 26 0.87 2 0.08 0.83 4.30 4.96 0.89 Larva Instar 2 (n=24) 24 0.80 4 0.17 0.73 3.47 4.33 0.88 Larva Instar 3 (n=20) 20 0.67 0 0.00 0.67 2.73 4.10 0.91 Larva Instar 4 (n=20) 20 0.67 4 0.20 0.60 2.07 3.10 0.90 Larva Instar 5 (n=16) 16 0.53 2 0.13 0.50 1.47 2.75 0.83 Prapupa (n=14) 14 0.47 3 0.21 0.42 0.97 2.07 0.83 pupa (n=11) 11 0.37 5 0.45 0.28 0.55 1.50 0.68 Imago betina (n=6) 6 0.20 1 0.17 0.18 0.27 1.33 0.65 Imago jantan (n=5) 5 0.17 5 1.00 0.08 0.08 0.50 0.45

Keterangan: ax = jumlah individu yang hidup pada setiap fase; lx = proporsi individu yang hidup pada fase x setelah distandarkan; dx = jumlah individu yang mati pada fase; qx = proporsi individu yang mati pada fase; Lx = jumlah rata-rata individu pada fase x dan fase berikutnya; Tx = jumlah individu yang hidup pada fase sampai fase terakhir; ex = harapan hidup individu pada setiap fase; Px = proporsi individu yang hidup pada fase mencapai fase berikutnya x + 1.

Tingginya kematian pada fase telur disebabkan oleh parasit, Sedangkan kegagalan pada fase pupa terjadi saat pupa sudah menetas tetapi dapat terlihat pada saat imago (kupu-kupu dewasa) masih di dalam pupa (Gambar 25). Angka kematian tertinggi terjadi pada fase awal (pra dewasa) dan kematian rendah terjadi pada fase dewasa (Chambell et al. 2006). Penyebab pupa tidak dapat dengan baik

28

menetas karena stress akibat terlalu banyak sentuhan tangan manusia dapat juga disebabkan oleh predator. Angka kematian sangat dipengaruhi oleh kehadiran predator, kualitas vegetasi pakan, persaingan dan faktor lingkungan fisik (suhu dan kelembaban). Musuh-musuh alami bagi jenis kupu famili papilionidae antara lain: lebah Chelonus taxanus, lebah Tersilochus sp, lebah gergaji (Cimbex sp), semut (Eupelmidae) yang menyerang larva dan pupa kupu serta burung jenis

Acrocephalus sp yang memakan telur kupu. Rendahnya persentase peluang hidup dari satu fase ke fase berikutnya, disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah parasitoidndan predator. Parasitoid yang menyerang fase telur adalah serangga ordo Hymenoptera, family Scelionidae (Goulet dan Huber 1993).

(a) (b)

Gambar 25 Kegagalan dalam bentuk dan perubahan pupa. (a) Pupa gagal menetas dengan baik, (b) Pupa menghitam

Morfometri Troides helena helena

1. Telur

Kupu-kupu betina dapat bertelur setelah terjadi kopulasi sekitar 6 sampai 8 jam. Telur diletakkan dibawah permukaan daun, batang dan cabang tanaman pakan Aristolochia tagala dengan warna telur oranye dan akan berwarna kemerahan terdapat bintik berwarna hitam pada permukaan atas telur (Gambar 26).

(a) (b)

Gambar 26 Telur baru ditetaskan, (b) Telur yang akan menetas terdapat bintik hitam

2. Ulat (larva)

Larva mengalami pergantian kulit sebanyak lima kali (Gambar 27). Hal ini juga disebutkan oleh Matsuka (2011) bahwa larva kupu-kupu sayap burung mengalami lima kali instar dengan empat kali pergantian kulit pada fase larva sebelum akhirnya larva berubah menjadi pupa. Warna larva akan berubah setelah memasuki instar I (pergantian kulit pertama) memiliki warna hitam kecoklatan

29 dan pada ujung larva berwarna coklat Ukuran larva dari instar I ke instar berikutnya mengalami pertambahan ukuran hal ini disebabkan karena larva masih berada dalam proses adaptasi dengan lingkungan yang mempengaruhi aktivitas makan. Hasil pengukuran perubahan morfometri Troides helena helena di Taman kupu-kupu Cihanjuang bervariasi dapat dilihat pada Tabel 9.

(a) (b) (c) (d)

Gambar 27 (a) Larva instar 1, (b) Instar 2, (c) Instar 3, (d) Instar 4

Berdasarkan Tabel 9, dapat terlihat bahwa perbedaan pertumbuhan morfologi ulat tidak berbeda jauh serta suhu dan kelembaban tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan morfologi (panjang dan lebar) ulat jenis Troides helena helena dengan penelitian Pasaribu (2012).

Tabel 9 Perbandingan morfologi Troides helena helana hasil penangkaran Taman Kupu-kupu Cihanjuang (TKC), Cilember dan IPB Darmaga

Fase Parameter TKC Cilember *) Darmaga **)

Telur Diameter (mm) 1,60 1,47 1.95

Telur Bobot (gram) 0,002 0,003 0.0026

Larva Instar 1 Panjang (mm) 5,76 5,88 5.63

Larva Instar 2 Panjang (mm) 8,94 10,52 8.71

Larva Instar 3 Panjang (mm) 14,97 15,99 15.37

Larva Instar 4 Panjang (mm) 26,84 25,57 26.96

Larva Instar5 Panjang (mm) 41,12 41,03 38.31

Larva Instar 1 Lebar (mm) 1,21 1,12 1.47

Larva Instar 2 Lebar (mm) 2,26 2,05 2.41

Larva Instar 3 Lebar (mm) 4,24 3,50 4.49

Larva Instar 4 Lebar (mm) 5,84 5,18 6.74

Larva Instar5 Lebar (mm) 8,57 6,87 9.41

Pupa Panjang (cm) 4,13 3,24 3.97

Pupa Lebar (cm) 2,38 1,64 2.13

Imago jantan Panjang bentang sayap (cm) 12,35 10,25 11.62

Imago betina Panjang bentang sayap (cm) 14,17 12,05 13.38

Keterangan : (*) = Hail penelitian Pasaribu (2011) (**) = Hasil penelitian Nurjannah (2001)

3. Pupa (Kepompong)

Ulat yang sudah mengalami instar 5 akan mengalami fase prapupa. Fase ini ditandai dengan larva yang mengeluarkan serat sutera melalui mulut dan mencari tempat yang terlindungi. Setelah mendapat tempat yang menurutnya aman, larva

30

akan membuat serat sutera yang berfungsi sebagai penyangga tubuhnya selama fase pupa. Larva terlebih dahulu akan membuat gumpalan sutera yang akan menjadi perekat pada bagian ujung atau ekor larva, kemudian larva baru membuat

Dokumen terkait