• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERGERAKAN DAN KOMODIFIKASI PAKAIAN BEKAS

B. Komodifikasi dan Reproduksi Pakaian Bekas

B.1. Pemetaan Lokas

Mendekatnya pakaian bekas di tengah-tengah kehidupan masyarakat Yogyakarta kontemporer lewat mekanisme perdagangan menandai berlangsungnya proses atau fase komodifikasi. Hampir semua hal yang berhubungan dengan pakaian bekas sebagaimana berkembang sekarang tidak bisa dilepaskan dari proses komodifikasi. Dengan demikian pakaian bekas sebagaimana berkembang dalam masyarakat saat ini pada dasarnya tidak lagi tampil sebagaimana apa adanya, tetapi telah terlebih dulu mengalami proses komodifikasi atau produksi. Komodifikasi dalam pengertian ini bisa diterjemahkan sebagai proses atau usaha sebagaimana dilakukan oleh para pedagang dalam usahanya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai tukar ekonomi pakaian bekas yang mereka jual.25 Komodifikasi pertama sebagaimana dilakukan para pedagang pakaian bekas adalah komodifikasi ruang lewat pemetaan lokasi. Sebagaimana diutarakan sebelumnya, pendirian gerai atau tempat usaha sama sekali tidak dilakukan secara asal-asalan, melainkan diperhitungkan berdasarkan pemetaan lokasi terhadap aspek aksesibilitas atas jalan, posisi strategisnya, dan jarak dengan pusat keramaian publik.

Uraian sebagaimana disebutkan terakhir di atas sekaligus menggarisbawahi pemahaman bahwa penentuan lokasi usaha tidak hanya semata-mata bermuara pada

25 Jean Baudrillard (1996),“For a Critique of Political Economy of the Sign” dalam Mark Poster (ed.), Jean Baudrillard: Selected Writings, Stanford: California University Press,hlm. 57-55.

98

persoalan peningkatan kemudahan dan keleluasaan kepada pembeli dalam menjangkau atau mengakses pakaian bekas sebagaimana dikelola dalam gerai-gerai mereka. Lebih jauh persoalan penentuan lokasi usaha sebagaimana dilakukan para pedagang sekaligus berkaitan dengan peningkatan nilai tukar ruang di mana gerai pakaian bekas tersebut kelak akan didirikan. Dalam hal ini tampak bahwa perdagangan pakaian bekas dikembangkan secara beriringan dengan proses peningkatan nilai tukar ruang yang nantinya akan dijadikan lokasi usaha melalui proses komodifikasi. Peningkatan nilai tukar ruang sebagaimana dikembangkan para pedagang sejajar dengan pengembangan penampilan gerai lewat pelbagai sentuhan interior design dan display pakaian.

Komodifikasi ruang sebagaimana dilakukan oleh para pedagang lewat pemetaan lokasi di mana perdagangan pakaian bekas kelak akan dijalankan memiliki peran signifikan dalam meningkatkan pendapatan atau keuntungan ekonomi pedagang. Dalam konsumsi modern yang sangat menekankan pada perhitungan dan manajemen, komodifikasi ruang yang akan dijadikan lokasi pendirian gerai atau tempat usaha memiliki peran penting dalam mereproduksikan nilai guna dan nilai tukar suatu komoditas yang diperdagangkan. Sementara itu proses reproduksi nilai guna dan nilai tukar sebagaimana inherent dalam pakaian bekas pada gilirannya menjadi satu hal mendasar bagi kestabilan dan keberlanjutan perdagangan dalam masyarakat. Hal itu karena proses komodifikasi ruang memiliki kekuatan besar dalam memberikan jaminan dan kemungkinan untuk mereproduksikan keuntungan ekonomi yang mereka peroleh secara terus menerus pada masa atau fase selanjutnya.

99

Proses komodifikasi berikutnya berkaitan dengan minat lewat promosi. Promosi yang dilakukan pedagang sejauh ini mencakup dua jenis: pasif dan aktif. Promosi pasif meliputi kegiatan seperti pemasangan papan nama, penetapan harga pas bermedia kertas atau sterofoam (gabus), dan peneraan logo dan nama gerai pada kertas label (hangtag). Promosi aktif mengacu pada partisipasi pedagang dalam acara-acara komersial seperti bazar atau pasar malam (funfair). Berdasarkan hasil observasi lapangan, dari 57 gerai pakaian bekas yang ada di Yogyakarta, 36 buah (63,2%) di antaranya menerapkan kedua jenis promosi itu, sedangkan 21 buah (36,8%) sisanya tidak melakukannya sama sekali. “Sandang Murah” milik Fadel adalah satu-satunya gerai yang menerapkan kedua jenis promosi sekaligus seperti pemasangan papan nama, penetapan harga pas, peneraan logo dan nama gerai di hangtag, dan mengikuti even komersial, seperti Pameran Pembangunan Daerah (di Kabupaten) dan pasar malam Sekaten (di Kota).

Komodifikasi minat lewat promosi sebagaimana dilakukan oleh para pedagang pakaian bekas memiliki dampak positif. Di samping menunjang proses jual beli atau peningkatkan pendapatan secara langsung, promosi itu sendiri

Gambar 7

Hangtag Pakauan Bekas

100

berdampak positif pada pengembangan relasi antara penjual dan pembeli. Dalam hal ini relasi antara penjual dan pembeli kemudian tidak melulu bersifat ekonomis- transaksional tetapi juga sosial-ideal. Lewat promosi status pembeli bukan sekedar pembeli biasa (buyer) melainkan pelanggan (customer) -- orang yang biasa atau selalu membeli pada pedagang yang sama. Relasi semacam itu penting, karena saat mengunjungi gerai pembeli sering tidak langsung berbelanja ; sekedar melihat-lihat lalu pergi. Tidak demikian dengan pelanggan, jika menemukan apa yang diinginkan ia akan langsung membelinya, jika tidak ia akan memesan kepada si pedagang. Mesti tidak mampu berjanji, si pedagang biasanya menegaskan akan mencarikan atau mengadakan apa yang dimaui pembeli lewat para distributor. Karenanya di antara pedagang pun kemudian ada yang memiliki “Buku Pesanan Pelanggan”.26

Apabila di lain kesempatan pakaian yang dipesan berhasil didapatkan, si pedagang kemudian akan menghubungi si pelanggan. Keberadaan handphone dengan fasilitas MMS (Multi Media Service) yang memungkinkan pelanggan tidak saja mengirim pesan tertulis tetapi juga gambar, saat ini semakin memperlancar komunikasi antara pelanggan dan penjual. Adakalanya si pelanggan tidak perlu lagi datang langsung ke gerai, tetapi cukup memesan pakaian yang dicari dengan cara mengirim pesan kepada si pedagang lewat fasilitas handphone. Selain pesan tertulis, si pelanggan kini bisa mengirimkan foto pakaian dengan model dan merk tertentu kepada si pedagang. Pesan bergambar yang dikirimkan pelanggan menjadi acuan bagi si pedagang dalam mencari barang yang dipesan atau untuk memenuhi pesanan para pelanggan. Selanjutnya si pedagang akan mencarikan pakaian sebagaimana

26 Buku itu berisi nama pemesan, waktu pemesanan, jumlah dan jenis pakaian, no hp pemesan, dan kolom catatan pedagang.Wawancara dengan Dedi pada 14 Mei 2011.

101

yang diminta pelanggan sesuai pesan dan gambar yang dikirimkan kepadanya via handphone.27

Dari paparan di atas diketahui bahwa komodifikasi minat dan animo pembeli lewat proses promosi pertama-tama tidak langsung menunjuk pada respons ekonomis pembeli sebagaimana diaktualisasikan dalam tindakan membeli, melainkan hospitalitas. Dengan kata lain di samping mengarah kepada proses peningkatan pendapatan ekonomi atau keuntungan, proses promosi yang dilakukan pedagang lebih terarah pada peningkatan nilai akseptabilitas masyarakat terhadap pakaian bekas. Dalam aktivitas ekonomi perdagangan yang memerjualbelikan bentuk komoditas yang berada di luar jalur manstream, penerimaan sosial yang didapatkan memiliki faedah yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal itu dikarenakan proses tersebut ke depan menjadi elemen penting untuk “mereproduksi” para pelanggan yang minded terhadap pakaian bekas dan menjadi modal awal dalam pembentukan pasar khusus yang hanya menjual barang-barang lama seperti halnya pakaian bekas.

B.3. Restorasi

Komodifikasi dalam perdagangan pakaian bekas selanjutnya berlangsung melalui proses restorasi nilai. Restorasi dalam hal ini mengacu pada pelbagai bentuk perbaikan ulang terhadap pakaian bekas yang mengalami kerusakan atau kecacatan sebagaimana dilakukan oleh para pedagang. Proses restorasi sebagaimana dilakukan oleh para pedagang pakaian bekas sejauh ini mencakup dua aktivitas, yakni:

102

perbaikan dan alteration (modifikasi). Perbaikan yang dilakukan oleh para pedagang sejauh ini difokuskan pada bentuk-bentuk kerusakan dan kecacatan ringan, seperti penggantian risluiting yang rusak atau penggantian kancing yang tanggal. Sementara modifikasi mengacu pada pengubahan pola, bentuk dan ukuran pakaian. Modifikasi yang dilakukan umumnya dipertimbangkan berdasarkan mode yang tengah aktual dalam masyarakat. Model dan jenis pakaian yang biasa dimodifikasi adalah celana panjang dan jaket berbahan denim atau jeans menjadi celana ukuran ¾ atau celana pendek. Untuk jaket akan dimodifikasi dalam gaya sporty – jaket berukuran sepinggang dan berkrah pendek.

Lebih jauh dari hal yang dibicarakan di atas, komodifikasi lewat proses restorasi juga berarti sebuah perbaikan nilai. Dalam pengertian ini aktivitas restorasi sebagaimana dilakukan oleh para pedagang lebih terarah pada persoalan yang melampaui hal-hal yang bersifat praktis atau teknis sebagaimana diutarakan di atas. Proses restorasi tersebut juga berkaitan dengan persoalan perbaikan nilai yang mengatasi nilai guna dan nilai tukar ekonomis sebagaimana melekat dalam pakaian bekas. Konkretnya, proses restorasi sebagaimana dilakukan para pedagang itu tidak hanya berarti perbaikan atas nilai guna dan nilai tukar ekonomis, tetapi sekaligus berarti perbaikan atas nilai tanda (sign value) yang melekat dalam pakaian bekas. Restorasi atas nilai tanda inilah yang kemudian akan meningkatkan nilai tukar tanda (sign exchange value) pakaian bekas sehingga berdasarkan prinsip perbedaan (difference) menjadi layak untuk diperbandingkan dengan nilai lainnya.

Hal penting lainnya adalah bahwa terkait dengan komodifikasi nilai tanda lewat proses restorasi menggarisbawahi kenyataan bahwa pakaian bekas yang ada merupakan representasi dari sejumlah identitas, seperti: sejarah, harga, kualitas,

103

mode, gaya, dan lain-lain. Keberadaan unsur-unsur tanda atau identitas ini memiliki peran signifikan, sebab karena kedua hal inilah yang kemudian menjadikan pakaian bekas berbeda dari pakaian bekas lainnya. Karena unsur-unsur tanda atau identitas semacam inilah yang membedakan pakaian bekas dari pakaian lungsuran pada umumnya. Pemulihan atas riwayat atau asal-usul, kualitas, mode, gaya dalam pakaian bekas inilah yang menjadi fokus atau sasaran utama proses restorasi. Restorasi terhadap unsur-unsur tanda atau identitas dalam pakaian bekas sebagaimana dilakukan oleh para pedagang pada gilirannya tidak saja memungkinkan utuhnya identitas, tetapi sekaligus menjamin meningkatkan proses produksi nilai guna (use value).

B.4. Pemantasan.

Proses komodifikasi yang menonjol dalam perdagangan pakaian bekas selanjutnya adalah komodifikasi penampilan lewat proses pemantasan. Pemantasan dalam hal ini adalah mengacu pada kegiatan mencuci dan menyeterika sebagaimana dilakukan para pedagang pakaian bekas. Dalam perdagangan pakaian bekas aktivitas mencuci dan menyeterika merupakan gejala yang baru. Aktivitas ini muncul seiring dengan mulai mengecilnya volume dan sirkulasi pakaian bekas di pasar pasca terbitnya terbitnya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) No. 642/MPP/ Kep./9/ 2002 yang melarang perdagangan pakaian bekas oleh pihak pemerintah. Di tengah mengecilnya volume dan sirkulasi, para pedagang kini memiliki waktu luang untuk “memerhatikan” barang dagangannya. Aktivitas cuci-seterika sebagaimana dilakukan oleh para pedagang

104

meliputi pakaian bekas yang masih tersimpan di karung dan pakaian bekas yang sudah mereka pajang di rak-rak atau gantungan baju. Aktivitas cuci-seterika sendiri umumnya dilakukan oleh para pedagang sebanyak dua kali seminggu. Tujuan proses pemantasan adalah memerbaiki kondisi pakaian.

Belakangan ini, dikarenakan aktivitas cuci-seterika ini banyak menuntut waktu dan tenaga, sebagian besar pedagang kemudian banyak yang menyerahkan proses ini kepada para penyelia jasa cuci-seterika (laundry) yang semakin menjamur dan sekarang ini telah berkembang menjadi industri tersendiri. Demikian halnya karena ketiga aktivitas itu banyak menuntut biaya esktra, tidak semua gerai melakukannya. Dari 57 gerai pakaian bekas yang ada di pelbagai tempat di Yogyakarta hanya 12 buah (21,1%) gerai saja yang melakukan aktivitas pemantasan berupa cuci dan seterika, sedangkan 45 buah (78,9%) sisanya hanya terbatas pada reparasi dan modifikasi. Aktivitas cuci-seterika sendiri oleh para pedagang ditempatkan sebagai cara untuk menyelamatkan pakaian bekas yang mereka jual agar tidak mengalami kerusakan karena terlalu lama berada di karung atau tergantung di rak. Cuci-seterika juga menjauhkan kemungkinan bagi kecoa, ngengat, dan tikus untuk merusak barang dagangannya.

Lebih lanjut, komodifikasi pakaian bekas melalui proses pemantasan bukan saja berarti memberikan “sentuhan” yang bersifat fisik, melainkan untuk meningkatkan nilai kepantasan (dalam arti performance) pakaian bekas. Proses cuci- seterika sebagaimana dilakukan para pedagang tidak saja berarti membersihkan pakaian dari kotoran dan merapikan pakaian yang kusut, melainkan lebih jauh adalah usaha untuk menghidupkan kepantasan pakaian bekas itu sendiri. Melalui proses cuci dan seterika, penampilan dan kedudukan pakaian bekas seoalah menjadi

105

sejajar dengan pakaian baru. Pakaian bekas yang telah mendapatkan sentuhan cuci- seterika memeroleh nilai kepantasan yang melebihi keadaannya sebelumnya. Melalui proses cuci dan seterika, pakaian bekas tidak lagi merupakan barang yang “ora murwat” tetapi sebaliknya merupakan pakaian yang benar-benar pantas untuk dikenakan.