• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Teori yang mendasari .1 Produksi Mikroalga .1 Produksi Mikroalga

2.2.3 Pemisahan Mikroalga

Pemisahan mikroalga merupakan faktor utama yang harus diatasi dalam tujuan penggunaan mikroalga. Teknik-teknik seperti filtrasi, sedimentasi, dan

sentrifugasi telah digunakan untuk pemisahan mikroalga. Teknik-teknik ini dapat dikombinasikan, tergantung pada ukuran mikroalga dan kualitas produk yang diinginkan, untuk menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi (Rahman 2010).

Efisiensi pemisahan mikroalga adalah faktor yang sangat penting untuk produksi massal mikroalga. Teknik-teknik utama saat ini diterapkan dalam pemisahan mikroalga yaitu sentrifugasi, flokulasi, filtrasi, sedimentasi, flotasi, dan teknik elektroforesis (Uduman et al. 2010; Chen et al. 2011). Pemilihan teknik pemisahan tergantung pada sifat-sifat mikroalga, seperti densitas, ukuran, nilai produk yang diinginkan (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011). Proses pemisahan mikroalga secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap:

1. Pemisahan massal; tujuan dari tahapan ini adalah untuk memisahkan biomassa mikroalga dari suspensi massal, melalui metode ini, materi padatan total bisa mencapai 2-7%, teknik yang digunakan adalah flokulasi, flotasi, atau sedimentasi gravitasi (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011).

2. Pembentukan konsentrat lumpur dengan filtrasi dan sentrifugasi. Langkah ini membutuhkan energi lebih besar daripada pemisahan massal (Brennan & Owende 2010; Chen et al. 2011).

Kebanyakan mikroalga dapat dipisahkan menggunakan sentrifugasi. Sentrifugasi pada skala laboratorium dilakukan pada kolam limbah dengan debit limbah 500-1000 dan memberikan hasil sekitar 80-90% mikroalga selama 2-5 menit. Grima et al. (2003) menyimpulkan bahwa sentrifugasi adalah metode yang banyak dipilih untuk pemisahan mikroalga dalam jumlah besar. Efisiensi dari metode ini bergantung pada jenis mikroalga yang digunakan, pengaturan kedalaman, dan waktu tinggal dari cell slurry. Metode ini memiliki kebutuhan energi yang paling besar dibandingkan dengan metode yang lainnya (Rahman 2010).

Filtrasi dapat dilakukan di dalam tekanan atau vakum jika ukuran mikroalga tidak mendekati ukuran bakteri. Filter mikro (biasanya berukuran 25-20 μm) dapat

digunakan untuk spesies spirulina, apabila flokulasi dilakukan sebelum filtrasi, maka efisiensi filtrasi yang dihasilkan akan meningkat (Rahman 2010).

Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair dengan gaya gravitasi, pada umumnya sedimentasi dilakukan setelah

proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi ini bertujuan untuk memperbesar partikel padatan sehingga menjadi lebih berat dan dapat mengendap dalam waktu yang lebih singkat (Rahayu 2009). Kecepatan pengendapan partikel dipengaruhi oleh ukuran partikel, densitas dan viskositas cairan. Apabila sebuah benda jatuh di permukaan air dan kemudian tenggelam, maka benda tersebut tidak hanya mendapatkan gaya apung melainkan juga mendapatkan gaya yang berlawanan dengan gerak benda karena cairan tersebut memiliki kekentalan. Kecepatan benda yang jatuh tersebut akan terus bertambah dan memberikan gaya Stokes yang semakin membesar dan percepatan semakin berkurang. Suatu saat benda akan mempunyai percepatan sama dengan nol dan kecepatan konstan yang disebut keecepatan sedimentasi. Hubungan antara variabel massa jenis fliuda ρF, massa jenis benda ρB, jari-jari benda r dan kecepatan sedimentasi vT adalah:

2.2.4 Koagulasi

Koagulasi merupakan proses dimana partikel terdispersi dikumpulkan bersama untuk membentuk partikel yang lebih besar. Koagulasi terjadi karena destabilisasi koloid dengan menetralkan muatan sehingga membuat partikel tetap terpisah, dimana kationik memberikan muatan listrik positif untuk mengurangi muatan negatif dari koloid sehingga mengakibatkan partikel-partikel bertabrakan untuk membentuk partikel yang lebih besar. Dengan demikian koagulasi menyiratkan pembentukan agregat kompak yang lebih kecil, sedangkan flokulasi akan membentuk partikel yang lebih besar dari partikel yang dibentuk dari koagulasi (Rahman 2010).

1). Koagulasi kimia

Koagulasi kimia dilakukan untuk menghasilkan densitas massa mikroalga yang lebih mudah untuk dipindahkan. Dalam koagulasi kimia, bahan kimia yang banyak digunakan adalah aluminum sulphate (alum), poly aluminum chloride (PAC), ferrous sulphate, sodium aluminat, silicon derivatif, kapur, dan polimer sintetik organik (Rahman 2010).

Garam Aluminium Sulfat (Alum), Al2(SO4)3.18H2O jika ditambahkan dalam air dengan mudah akan larut dan bereaksi dengan HCO3- menghasilkan Aluminium Hidroksida Dengan adanya hidroksida aluminium yang bermuatan positip maka akan terjadi tarik menarik antara partikel koloid yang bermuatan negatif dengan partikel aluminium hidroksida sehingga terbentuk gumpalan partikel yang makin lama makin besar dan berat serta cepat mengendap. Selain itu juga partikel zat organik tersuspensi, zat anorganik, bakteri dan mikro organisme yang lain dapat bersama-sama membentuk gumpalan partikel atau flok yang akan mengendap bersama-sama. Jika alkalinitas air tidak cukup untuk dapat bereaksi dengan Alum, maka dapat ditambahkan kapur atau soda abu agar reaksi dapat berjalan dengan baik (http://smk3ae.wordpress.com/feed/).

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Ca(HCO3)2 2Al(OH)3 + 3 CaSO4 + 6 CO2 + 18 H2O Endapan

Al2(SO4)3.18.H2O + 3 Ca(OH)2 2Al(OH)3 + CaSO4 + 18 H2O Endapan

Al2(SO4)3.18H2O + 3 Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3 +3Na2SO4+3CO2+18H2O Endapan

Al2(SO4)3.18H2O + 6NaOH 2Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3CO2 + 18 H2O Endapan

Alum diproduksi dalam bentuk padatan atau cairan. Banyak dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan garam besi Alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu kekurangannya flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok koagulan garam besi dan selang pH lebih sempit yaitu 5,5 – 8,5 (Tchobanoglous & Franklin 2003).

Poly Aluminium Chloride (PAC) merupakan bentuk polimerisasi kondensasi

dari garam aluminium, berbentuk cair dan merupakan koagulan yang sangat baik. PAC mempunyai daya koagulasi lebih besar daripada alum dan dapat menghasilkan flok yang stabil walaupun pada suhu yang rendah dan pengerjaannya pun mudah

(Alaerts 1984). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari PAC antara lain:

a. Efektif pada rentang pH 5-10

c. Efek korosi yang ditimbulkan jauh lebih kecil

d. Efek koagulasi 2-3 kali lebih cepat dari garam-garam aluminium lainnya

e.Harga PAC lebih murah dibandingkan dengan koagulan organik sehinggamenghemat biaya

Ferro Sulfat diproduksi dalam bentuk kristal bewarna hijau atau butiran untuk pembubuhan kering dengan kandungan FeSO4 kira-kira 55 %. Biasanya digunakan bersama-sama dengan kapur untuk menaikan pH sehingga ion Ferro terendapkan dalam bentuk Feri hidroksida Fe(OH)3. Ferro Sulfat kurang sesuai untuk menghilangkan warna akan tetapi sangat baik untuk pengolahan air yang mempunyai alkalinitas, kekeruhan dan DO yang 18 tinggi. Kondisi pH yang sesuai antara 9 – 11. Ferro Sulfat lebih murah dibanding Alum tetapi pengolahan air dengan menggunakan Ferro Sulfat memperbesar kesadahan air (http://smk3ae.wordpress.com/feed/).

FeSO4.7H2O + Ca(OH)2 Fe(OH)2 + CaSO4 + 7 H2O 4 Fe(OH)2 + O2 + 2H2O 4Fe(OH)3

Endapan

Menurut komposisi kimianya terdapat dua klasifikasi utama koagulan: (a) anorganik flokulan dan (b) organik flokulan. Penambahan koagulan, seperti koagulan berbasis besi atau aluminium, akan menetralisir atau mengurangi muatan permukaan, seperti yang dilakukan pada penelitian untuk pemanenan Scenedesmus dan Chlorella melalui netralisasi muatan. Pada koagulasi menggunakan anaorganik flokulan seperti aluminium atau iron salt, proses pemisahan mikroalga dapat dilakukan pada pH yang cukup rendah, namun masih ada kemungkinan biomassa yang dihasilkan terkontaminasi oleh koagulan, sedangkan menggunakan organik koagulan seperti chitosan kemungkinan kontaminasi akan terhindar karena menggunakan bahan yang biodegradabel. Kekurangan dari metode ini adalah biaya pengadaan bahan kimia yang digunakan cukup tinggi sehingga perlu kombinasi dengan metode lain (Grima et al. 2003).

2). Koagulasi elektrik

Proses koagulasi elektrik mengacu pada pemisahan mikroalga dengan medan listrik tanpa menggunakan kogulan. Menurut Rohman (2009), prinsip dasar dari elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Dalam

suatu sel koagulasi elektrik, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda yaitu anoda (+), sedangkan reduksi terjadi di elektroda yaitu katoda (-). Yang terlibat dalam reaksi Koagulasi elektrik selain elektroda yaitu air yang diolah, yang berfungsi sebagai larutan elektrolit. Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi.

Interaksi yang terjadi di dalam larutan yaitu: (1) migrasi menuju muatan elektroda yang berlawanan (elektroforesis) dan netralisasi muatan, (2) kation atau ion hidroksil membentuk endapan dengan pengotor, (3) interaksi kation logam dengan ion OH- membentuk sebuah hidroksida dengan sifat adsorpsi yang tinggi selanjutnya berikatan dengan polutan, (4) oksidasi polutan sehingga sifat toksiknya berkurang (Holt et al. 2002). Mikroalga awalnya akan mengapung karena keterikatan pada hidrogen dan gelembung gas oksigen, namun, dengan agitasi mikroalga juga dapat diendapkan. Penelitian menunjukkan bahwa 90% biomassa dapat dihasilkan dengan waktu pemanenan 35 menit dan konsumsi energi 0.33 kWh/m3, selain itu juga dihasilkan bahwa untuk menghasilkan biomassa sebesar 90% dapat dicapai dengan perlakuan 15 dan 10 volt dan 15 dan 20 menit dari waktu pemisahan (Poelman et al. 1997).

3). Flokulasi spontan

Flokulasi spontan terjadi sebagai akibat dari pengendapan garam karbonat dengan sel mikroalga pada pH tinggi, akibat konsumsi CO2 hasil fotosintesis dengan alga (Sukenik & Shelef 1984). Oleh karena itu, pemaparan yang lama di bawah sinar matahari dengan suplai CO2 yang terbatas akan membantu proses Flokulasi spontan sel mikroalga . Percobaan laboratorium juga mengungkapkan Flokulasi spontan dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH untuk mencapai nilai-nilai pH tertentu. Osborne (2009), telah melakukan penelitian dalam hal pemisahan mikroalga untuk produksi biofuel dan didapatkan hasil (a) Untuk memisahkan alga air tawar diperlukan kapur dan penambahan air laut (5%) pada pH 9.5, hal ini menunjukkan pentingnya peranan kalsium dan magnesium; (b)

Untuk memisahkan alga air laut diperlukan penambahan natrium hidroksida pada pH 10-11 menggunakan kalsium dan magnesium dengan dosis yang tinggi

Dokumen terkait