• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penangkapan dan Penahanan para Tokoh

Dalam dokumen Buku Ki Hajar Dewantara (Halaman 48-53)

BAGIAN 2: PRINSIP PENDIDIKAN TAMAN SISWO PADA AWAL

C. Penangkapan dan Penahanan para Tokoh

Pada saat terjadi kebuntuan dalam proses perolehan status hukum Idische Partij, muncullah brosur yang beredar di masyarakat yang berjudul Als ik eens Nederlander was

“Andaikata aku seorang Belanda” yang ditulis oleh SS. Karangan ini diterbitkan atas tanggung jawab TM yang dicetak di percetakan De Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij, yang dipimpin oleh J.F. Wesselius. 10 Isi tulisan ini merupakan ungkapan hati seandainya SS adalah orang Belanda, ia akan memprotes gagasan peringatan itu. Ia menegaskan bahwa gagasan merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda di wilayah koloni adalah gagasan yang keliru. Dengan merayakan kemerdekaan di wilayah koloni hal itu mengakibatkan kondisi politis yang sangat berbahaya bagi bangsa Belanda. Namun, SS bukanlah orang Belanda, sehingga ia ingin mengusir masyarakat Belanda yang memerintah dan berkuasa di wilayah koloni ini. Tulisan ini dianggap sebagai penghinaan terhadap Sri Ratu yang tidak dapat dimaafkan oleh siapa pun.11

Komite segera dipanggil menghadap Mr. Monsanto yang

9. Lihat Irna H.N. Hadi Soewito. Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan. Jakarta: Balai Pustaka, 1985, hlm. 27.

10. Koran De Express dicetak di percetakan itu. Selama EFE Douwes Dekker pergi ke negeri Belanda, pimpinan redaksi De Express diserahkan kepada Mr. Kakebeeke.

11.Lihat “Die het gevaar Zoekt” dalam De Preanger Bode, 11 Agustus 1913. Lembar ke-2.

menjabat sebagai Officier van Justitie, yang didatangkan dari Batavia ke Bandung, dengan tugas untuk memeriksa masalah SS. Sementara TM juga diperiksa sebagai saksi. Tentu saja SS menyangkal tuduhan itu, namun ditegaskan oleh jaksa bahwa SS dilarang untuk membuat tulisan seperti itu. SS sama sekali tidak paham mengapa ia dituduh menghasut kaum bumiputera. Ketika TM diminta untuk memberikan keterangan, ia menyembunyikan identitas siapa yang menulis sehingga ia diancam akan mengalami nasib yang sama dengan kepala Redaktur koran

De Locomotief yang dihukum karena menyembunyikan siapa penulis artikel di dalam hariannya. Kemudian TM berjanji untuk mengatakannya siapa yang menulis artikel itu. Dalam proses pemeriksaan itu, ia menulis artikel yang berjudul Kracht of vrees

(Kekuatan atau Ketakutan). Isi tulisan itu adalah menyadarkan pembacanya bahwa kaum bumiputera adalah pemilik sah negeri ini. Meskipun tidak bersenjata, mereka akan tetap berjuang, karena mereka punya kekuatan.

Melihat tulisan TM, semakin nyata bagi pemerintah kolonial bahwa ialah yang menjadi tokoh intelektual gerakan ini. Melihat bahwa suasana politik semakin panas, pada 28 Juli 1913, terbit tulisan SS yang berjudul Een voor allen, mar ook allen voor een (Satu untuk semua, tetapi juga semua untuk satu). Tulisan ini berisi tentang penegasan dirinya bahwa

tulisan sebelumnya merupakan refleksi apa yang dipikirkannya

selama ini. Ia yakin bahwa semua penduduk bumiputra memiliki perasaan dan pemikiran yang sama dengan dia. Tulisan kedua SS menambah runcing hubungan antara Komite di Bandung dan

pemerintah kolonial. Kantor Komite di Bandung digeledah polisi guna mencari sisa kedua tulisan itu yang belum diedarkan.

Melihat kenyataan bahwa tulisan kedua itu benar-benar telah menghina pemerintah kolonial Belanda, maka pada 30 Juli 1913, SS ditangkap polisi di rumahnya dan langsung ditahan. Selama dalam tahanan, rumah SS dijaga ketat oleh polisi dan tidak seorang pun diizinkan untuk memasukinya. Ia ditangkap karena dituduh menganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Selain SS, pemerintah juga menahan TM, karena dialah yang dianggap sebagai tokoh intelektual dari semua kegaduhan politik saat itu. Penahanannya merupakan suatu kontroversi, karena ia pernah menerima De Ridder in de Orde van Oranje Nassau, penghargaan yang diperoleh dari Sri Ratu Belanda. Namun, kenyataannya ia dipenjara bersama dengan SS. Abdoel Moeis dan AH Wignyadisastra pun juga ditangkap, karena dianggap turut aktif sebagai komisaris dari Komite itu. Selama mereka ditahan, pemerintah kemudian membubarkan

Comite Boemi Poetra. Namun, berkat protes yang dilancarkan oleh TM dan jaminan dari dirinya, Abdoel Moeis dan AH Wignyadisastra kemudian dibebaskan.

EFE Douwes Dekker yang baru datang dari negeri Belanda pada 1 Agustus 1913 telah memperoleh informasi dari teman-temannya bahwa SS dan TM telah ditahan akibat dari tulisan mereka.12 Oleh karena itu, ia kemudian menulis opini yang dimuat dalam koran De Express terbitan 5 Agustus 1913, yang diberi judul “Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en

12. Lihat “De interneering van den heer EFE Douwes Dekker” dalam

RM Soewardi Soerjaningrat” (Pahlawan-pahlawan kami: Tjipto Mangoenkoesoemo dan RM Soewardi Soerjaningrat. Tulisannya ini mengungkapkan jasa yang telah diberikan oleh TM sehingga ia berhak untuk menerima penghargaan bintang ksatria dari kerajaan Belanda, ketika ia berperan aktif dalam pemberantasan penyakit pes di Malang, Pasuruan dan Jawa Timur.

Selama 10 hari ditahan, SS menderita sakit demam

tinggi. Sebagai akibat kondisi fisiknya yang sedang sakit, ia

kemudian dibebaskan. Namun belum lama ia menghirup udara kebebasan, pada 8 Agustus 1913, ia menerima surat panggilan dari pengadilan di Bandung untuk menghadap ke rumah Residen Bandung TJ Janssen pada pagi harinya, 9 Agustus 1913, pukul 09.00. Ia datang memenuhi panggilan itu. Ia dituduh telah melanggar Peraturan Pemerintah pasal 48 yang intinya bahwa ia telah membahayakan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum. Oleh karena itu, ia harus kembali ditahan. Mereka berdua akhirnya divonis harus dibuang dan diasingkan.

Walaupun baru beberapa hari menginjakkan kakinya di tanah air, EFE Douwes Dekker, akibat tulisannya tentang kedua tokoh ini ditangkap dan dipenjarakan di penjara Weltevreden. Pada 11 Agustus 2013 pukul 09.00 ia dipanggil untuk menghadap Residen Batavia H Rijfsijder. Ia pun dituduh sebagai penghasut karena sebagai ketua redaksi koran De Express, media itu telah ikut menyebarkan tulisan para terdakwa. Namun, akhirnya ia dinyatakan bebas.

Penahanan TM merupakan dilema bagi pemerintah, karena ia adalah orang yang banyak jasanya di negeri ini,

khususnya dalam bidang kesehatan masyarakat, bahkan pemerintah pun mengakuinya. Oleh karena itu diciptakanlah beberapa upaya untuk membujuknya agar ia bersedia untuk mengubah pemikirannya. Untuk merayunya agar mau mengubah pemikiran dan pandangannya, beberapa bujukan ditawarkan, antara lain memberikan tawaran kepada adik TM untuk masuk ke HBS secara gratis. Bahkan melalui ayahnya yang menjadi guru di HBS (Hoogere Burger School) pun diminta agar membujuk TM. Tidak hanya berhenti di situ saja, melalui sahabat-sahabatnya, diminta untuk membentu membujuk TM agar mengajukan grasi kepada pemerintah. Namun, semuanya bujukan itu ditolaknya.

Aktivitas EFE Douwes Dekker yang sering mengunjungi mereka berdua akhirnya tercium oleh aparat kepolisian. Ia ditangkap dan dipenjarakan besama dengan TM dan SS. Akhirnya keputusan Raad van Justitie menetapkan bahwa TM harus segera meninggalkan kota Bandung dan akan dibuang ke Banda. Rekan seperjuangannya, SS juga harus segera meninggalkan Bandung untuk mejalani pembuangannya di pulau Bangka. Sementara EFE Douwes Dekker harus tinggal di Kupang selama masa pembuangannya.13

Dalam pembelaannya, mereka bertiga menuntut agar tidak dibuang di ke tiga tempat itu, namun meminta agar diizinkan untuk tinggal di negeri Belanda sebagai tempat pengasingan mereka. Permohonan mereka itu dikabulkan

13. Lihat “Het Verbaningsbesluit” dalam Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch Indie. 29 Agustus 1913, lembar ke-2.

dengan catatan bahwa paling lama 30 hari sejak keputusan itu, mereka harus segera diberangkatkan ke negeri Belanda sebagai tempat pengasingan dan pembuangan mereka.

Dalam dokumen Buku Ki Hajar Dewantara (Halaman 48-53)