• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI

4.1 Penapisan Senyawa Antibakteri

Tahap penapisan senyawa antibakteri bertujuan untuk menyeleksi isolat BAL yang menghasilkan senyawa antibakteri terbaik. Tahapan ini meliputi kultivasi, pemanenan dan uji aktivitas senyawa antibakteri. Penapisan senyawa antibakteri dilakukan dengan menggunakan tiga isolat bakteri asam laktat yang berbeda, yakni isolat BAL SK(15), SK(16) dan SK(19).

4.1.1 Kultivasi

Kultivasi sel bakteri merupakan proses peningkatan konsentrasi beberapa atau semua komponen suatu populasi dan biasanya secara mutlak ditentukan oleh macam pengukuran yang digunakan untuk memantau proses tersebut. Pengukuran sering digunakan untuk mencerminkan pertambahan jumlah atau massa sel. Faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup mikroorganisme (Hadiutomo 1988). Istilah pertumbuhan umum digunakan untuk bakteri dan mikroorganisme lain dan biasanya mengacu pada perubahan di dalam hasil panen (pertambahan jumlah dan atau massa melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya) (Pelczar dan Chan 2005).

Tahap awal kultivasi dilakukan dengan mempersiapkan media pertumbuhan untuk BAL. Pengukuran pertumbuhan perlu dilakukan untuk mengetahui peningkatan densitas BAL yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi. Hasil pengukuran densitas optik dan pH pada awal dan akhir kultivasi (setelah diinkubasi selama 24 jam) pada setiap isolat yang dikerjakan dapat dilihat pada

23

Tabel 1 Densitas optik dan pH dari tiga isolat BAL selama inkubasi 24 jam. Isolat BAL Awal Kultivasi Akhir Kultivasi

OD pH OD pH

SK(15) 0,15 6 3,61 4

SK(16) 0,11 6 3,19 4,5

SK(19) 0,10 6 2,64 4,5

Pertumbuhan bakteri dapat diartikan sebagai penambahan jumlah sel bakteri, ukuran bakteri yang semakin besar atau substansi atau massa bakteri dalam koloni semakin banyak (Hadiutomo 1988). Densitas optik pada awal kultivasi akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi pada akhir kultivasi. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai OD pada awal kultivasi untuk ketiga isolat berada pada kisaran 0,10-0,15. Pada akhir kultivasi nilai OD mengalami kenaikan untuk ketiga isolat. Densitas optik isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) pada akhir kultivasi secara berturut-turut ialah 3,61; 3,19 dan 2,64. Perubahan nilai OD ini menunjukkan adanya pertumbuhan sel BAL pada masing-masing isolat. Perbedaan nilai OD akhir kultivasi pada masing-masing-masing-masing isolat ini dapat disebabkan karena respon isolat BAL yang berbeda-beda terhadap kesesuaian lingkungan pada media pertumbuhannya.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat antara lain adalah suhu, nilai pH, kadar garam dan karbohidrat (Fardiaz 1992). Secara umum, kebutuhan mikroorganisme untuk pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni kebutuhan fisik dan kebutuhan kimiawi. Aspek-aspek fisik dapat mencakup suhu, pH, dan tekanan osmotik, sedangkan kebutuhan kimiawi meliputi air, sumber karbon, nitrogen oksigen, mineral-mineral dan faktor penumbuh (Pelczar dan Chan 2005). Selain itu, besarnya nilai absorbansi pada awal kultivasi juga akan mempengaruhi besarnya nilai absorbansi pada akhir kultivasi, dimana pada awal kultivasi isolat SK(15) memiliki nilai OD yang lebih tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan BAL, sehingga isolat SK(15) memiliki nilai OD akhir kultivasi terbesar dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19). Perbedaan nilai OD dan pH pada akhir kultivasi untuk

ketiga isolat BAL juga diduga karena masing-masing isolat BAL tersebut menghasilkan senyawa antibakteri yang berbeda-beda kandungannya.

Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Tingkat keasaman dipengaruhi adanya konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air. Pengukuran pH dilakukan secara duplo pada masing-masing isolat BAL pada awal kultivasi dan akhir kultivasi (setelah diinkubasi selama 24 jam). Tingkat keasaman isolat SK(15), SK(16) dan SK(19) pada awal kultivasi memiliki nilai pH yang sama, yakni 6 dan pada akhir kultivasi nilai pH pada ketiga isolat berada pada kisaran 4-4,5. Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa nilai pH untuk ketiga isolat mengalami penurunan pada akhir kultivasi, sedangkan nilai OD mengalami peningkatan. Meningkatnya densitas BAL selama kultivasi, maka akan meningkatkan pula aktivitas metabolismenya. Hasil metabolisme ini sebagian besar berupa asam laktat yang mampu menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya.

Asam laktat dapat bersifat mengawetkan bahan pangan (Winarno 1994). Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat (Amin dan Leksono 2001 diacu dalam Rostini 2007). Bakteri asam laktat menghasilkan senyawa-senyawa tertentu selain asam laktat dan asam asetat (asam organik), senyawa-senyawa tersebut diantaranya H2O2, diasetil dan bakteriosin dalam jumlah yang relatif sedikit dibandingkan dengan produksi asam organik (Daeschel 1983 diacu dalam Kusmiati dan Malik 2002). Nilai pH medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri asam laktat merupakan mikroba yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan respon terhadap keasaman medium (Lunggani 2007).

4.1.2 Uji aktivitas senyawa antibakteri

Uji aktivitas senyawa antibakteri dilakukan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri asam laktat mampu menghasilkan senyawa asam laktat, asam asetat, asam format, asam suksinat, etanol, hidrogen peroksida, dan diasetil maupun bakteriosin yang

25

bersifat antagonistik dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain. Supernatan bebas sel yang diberi perlakuan tidak dinetralkan (A), dinetralkan (N), serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 (E) diuji aktivitasnya terhadap bakteri uji Listeria monocytogenes, Escherichia coli dan Salmonella typhimurium sebanyak 50 µl. Hasil pengujian aktivitas senyawa antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.

Tabel 2 Uji aktivitas senyawa antibakteri dari supernatan bebas sel terhadap bakteri uji.

Isolat BAL

Diameter Zona Hambat (mm) Tidak Dinetralkan (pH 4-4,5) Dinetralkan pH (6,5-7) Diendapkan pH (6,5-7) LM EC ST LM EC ST LM EC ST SK(15) 7 6 6 - - - - SK(16) 3 5 7 - - - - SK(19) - 2 3 - - - - Keterangan:

diameter zona bening sudah termasuk hasil pengurangan diameter sumur LM : Listeria monocytogenes

EC : Escherichia coli

ST : Salmonella typhimurium

(-) : tidak menghasilkan zona hambat

Uji aktivitas senyawa antibakteri dari ketiga isolat BAL asal supernatan bebas sel yang diujikan menunjukkan bahwa dari ketiga isolat BAL SK(15), SK(16) dan SK(19) memiliki daya hambat terhadap ketiga bakteri uji, kecuali SK(19) tidak memiliki daya hambat terhadap L. monocytogenes (supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan). Supernatan bebas sel yang dinetralkan, serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 tidak menunjukkan adanya daya hambat atau zona bening di sekitar sumur. Perlakuan supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan bertujuan untuk mempertahankan kondisi asam yang terbentuk dari senyawa asam-asam organik. Perlakuan supernatan bebas sel yang dinetralkan bertujuan untuk menghilangkan pengaruh antibakteri dari asam organik, sehingga zat antibakteri yang aktif berupa senyawa organik. Perlakuan supernatan bebas sel yang dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4

bertujuan untuk mengendapkan protein yang terdapat pada supernatan, dimana senyawa protein yang dieksresikan oleh BAL tersebut berupa bakteriosin

Ion-ion (NH4)2SO4 pada konsentrasi rendah akan melindungi molekul protein dan mencegahnya bersatu, sehingga akan meningkatkan kelarutan protein. Amonium sulfat lebih mampu mengendapkan protein enzim dibandingkan dengan etanol dan aseton (Wijaya 2002 diacu dalam Magdalena 2009). Tipe protein yang mampu larut dalam larutan garam rendah ialah globulin. Protein tipe globulin ini dapat diendapkan dengan melakukan penambahan dengan amonium sulfat. Proses pengendapan protein globulin terjadi akibat adanya pengendapan isoelektrik ketika dilakukan penambahan garam. Kelarutan protein jenis globulin ini akan menurun seiring dengan penurunan konsentrasi garam. Distribusi residu hidrofilik dan hidrofobik pada permukaan molekul protein adalah fitur yang menentukan proses kelarutan tersebut, dimana ketika molekul air di sekitar residu hidrofobik berada pada permukaan protein maka akan menyebabkan terjadinya interaksi hidrofobik. Agregasi hidrofobik pada permukaan protein terjadi karena adanya konsentrasi garam yang tinggi. Ion garam yang cenderung lebih mendominasi akan menyebabkan molekul air yang tersedia secara bebas menjadi sedikit, sehingga akan terjadi penarikan molekul air dari rantai samping hidrofobik (Scopes 1994).

Aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang diberi perlakuan dinetralkan, serta dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4

dikarenakan adanya proses penambahan NaOH yang menyebabkan terjadinya perubahan nilai pH dari asam (pH 4-4,5) menjadi netral (pH 6,5-7). Sehingga pengaruh asam-asam organik berupa asam laktat dan asam asetat yang terdapat pada supernatan bebas sel menjadi hilang. Selain efek penambahan NaOH, aktivitas penghambatan yang negatif pada supernatan bebas sel yang diberi perlakuan dinetralkan dan diendapkan dengan (NH4)2SO4 juga diduga karena konsentrasi proteinyang terendapkan terlalu kecil. Pada penelitian ini konsentrasi (NH4)2SO4 yang digunakan pada tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) hanya sebesar 50%. Menurut Purwanti (2003), tahap purifikasi parsial bakteriosin (presipitasi protein) dengan penambahan (NH4)2SO4 sebesar 50% mampu menghasilkan ekstrak endapan, namun jumlah protein yang terendapkan

27

tersebut bergantung pada karakteristik isolat bakteri asam laktat terseleksi yang digunakan.

Daya hambat yang terjadi pada supernatan bebas sel yang tidak dinetralkan (tingkat keasaman tinggi) terhadap bakteri uji menunjukkan bahwa supernatan yang digunakan cenderung menghasilkan asam-asam organik. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumur pada supernatan bebas sel yang dinetralkan. Asam-asam organik yang terbentuk ini berkaitan erat dengan penurunan pH yang terjadi pada akhir kultivasi (Tabell1). Asam organik berupa asam laktat yang terbentuk berasal dari hasil metabolisme bakteri asam laktat. Menurut Khunajakr et al. (2008), strain bakteri asam laktat dengan kemampuan untuk memproduksi asam organik dapat berpotensi sebagai aplikasi probiotik maupun sebagai pengawet makanan alami. Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri uji terutama pada bakteri uji jenis Gram-negatif dengan merusak bagian membran luar bakteri. Menurut Alakomi et al. (2000), asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram-negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antimikroba yang lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma.

Asam organik banyak digunakan sebagai aditif dalam pengawetan pangan (Roller 2003). Aksi antimikroba dari asam organik terutama berdasarkan pada kemampuannya dalam mereduksi pH pangan dalam fase air. Ketika nilai pH <4, asam menghambat pertumbuhan bakteri. Asam dapat juga menyebabkan kerusakan sel dan meningkatkan kemungkinan kehilangan viabilitas. Molekul yang tidak terdisosiasi dan ion terdisosiasi dapat menyebabkan kerusakan selular (Ray 2000). Keefektifan antibakteri dari asam organik pada pangan bergantung pada tipe asam yang digunakan, konsentrasi dan aplikasi metode. Efektivitas juga dipengaruhi oleh suhu, pH, aw, oksigen, garam dan antibakteri lainnya (Roller 2003).

Isolat BAL SK(15) dan SK(16) mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji L. monocytogenes, E. coli dan S. typhimurium. Berdasarkan hasil uji aktivitas senyawa antibakteri pada Tabel 2 menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan isolat yang menghasilkan daya hambat yang lebih baik dibandingkan dengan SK(16) dengan diameter zona hambat pada L. monocytogenes, E. coli dan

S..typhimurium masing-masing sebesar 7 mm, 6 mm dan 6 mm. Senyawa antibakteri dari isolat SK(16) menghasilkan diameter zona hambat pada

L..monocytogenes, E. coli dan S..typhimurium masing-masing sebesar 3 mm, 5 mm dan 7 mm. Berbeda dengan isolat SK(19), dimana potensi senyawa antibakteri hanya mampu menghambat bakteri uji E. coli dan S. typhimurium

dengan diameter zona hambat pada masing-masing bakteri uji sebesar 2 mm dan 3 mm, sedangkan pada bakteri uji L..monocytogenes tidak dihasilkan zona bening di sekitar sumur.

Berdasarkan Tabel 2, aktivitas hambatan senyawa antibakteri dari isolat SK(15) terhadap L. monocytogenes lebih besar apabila dibandingkan dengan

E..coli dan S. typhimurium. Sedangkan pada isolat SK(16) efektivitas penghambatan yang lebih baik pada pengujian dengan bakteri S. typhimurium. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri uji L. monocytogenes lebih sensitif terhadap aktivitas senyawa antibakteri yang terkandung pada isolat SK(15). Isolat SK(15) memiliki potensi sebagai agen biopreservatif makanan. Menurut Einarsson dan Lauzon (1995) diacu dalam Sutoyo (1998) senyawa antibakteri dengan aktivitas spesifik dan mempunyai efek hambatan pertumbuhan terhadap patogen yang menular melalui makanan (food borne pathogen) seperti Listeria spp., dapat diaplikasikan sebagai biopreservatif dalam industri makanan.

Isolat BAL SK(16) memiliki efektivitas penghambatan yang lebih baik pada pengujian dengan bakteri uji S. typhimurium dan E. coli. Hal ini diduga karena bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-negatif lebih sensitif terhadap aktivitas senyawa antibakteri yang dihasilkan isolat SK(16), dibandingkan dengan bakteri uji yang berasal dari golongan Gram-positif. Daya hambat terhadap bakteri uji dapat disebabkan karena isolatSK(16) membentuk asam-asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam butirat. Adanya asam-asam organik (pH 4-4,5) menyebabkan pertumbuhan bakteri yang diujikan, yakni L. monocytogenes,

29

E..coli dan S..typhimurium menjadi terhambat. Asam laktat memiliki efek antibakteri terbatas ketika digunakan dalam pangan pada tingkat 1-2%, bahkan pada pH 5 atau lebih. Pertumbuhan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif berkurang, diindikasikan oleh meningkatnya aksi bakteriosin. Asam laktat memiliki efek bakterisidal pada pH dibawah 5, khususnya pada bakteri Gram-negatif (Ray 2000).

Isolat BAL SK(19) memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri uji E. coli dan S. typhimurium. Hal tersebut diduga karena senyawa antibakteri yang diproduksi oleh isolat SK(19) memiliki kandungan asam laktat yang tinggi sehingga menghasilkan efek penghambatan hanya terhadap bakteri uji Gram-negatif. Asam laktat dan diasetil yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gram-negatif daripada bakteri Gram-positif. Bakteriosin yang diproduksi oleh BAL memiliki efek penghambatan yang lebih tinggi terhadap bakteri Gram-positif, sedangkan hidrogen peroksida mempunyai daya aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram negatif (Salmonella dan Pseudomonas) dan bakteri Gram-positif, seperti Staphylococcus (Holzapfel et al. 1995 diacu dalam Nurmalis 2008). Kandungan diasetil pada senyawa antibakteri juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri Gram-negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri Gram-positif. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor

et al. 2006).

Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi terhadap bakteri uji E. coli dan

S..typhimurium dibandingkan dengan L. monocytogenes juga berkaitan dengan perbedaan antara bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif yang didasarkan pada perbedaan struktur dinding selnya. Bakteri Gram-negatif mengandung lipid, lemak atau substansi seperti lemak dalam persentase lebih tinggi daripada yang dikandung bakteri Gram-positif. Dinding sel berupa peptidoglikan pada bakteri Gram-negatif cenderung lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram-positif, yakni berkisar antara 2-7 nm (terletak diantara membran dalam dan luar) (Pelczar dan Chan 2005). Kandungan lipid, protein, dan lipopolisakarida pada membran luar bakteri Gram-negatif tersebutlah yang menyebabkan permeabilitas sel bakteri

Gram-negatif akan lebih mudah rusak ketika terkena pH rendah dibandingkan dengan bakteri Gram-positif.

Bakteri asam laktat merupakan mikroba yang mempunyai kemampuan dalam menciptakan respon terhadap keasaman medium. Mekanisme penghambatan komponen antimikroba ini terhadap mikroba target adalah dengan cara destabilisasi dari membran sitoplasma (Lunggani 2007). Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk dipengaruhi oleh kepadatan, strainnya, serta komposisi media (Jeppensen dan Huss 1993 diacu dalam Rostini 2007). Selain itu, produksi substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH, dan temperatur lingkungan (Ahn dan Stiles 1990 diacu dalam Rostini 2007). Berdasarkan uji aktivitas senyawa antibakteri yang telah dilakukan menunjukkan bahwa isolat SK(15) merupakan isolat BAL yang menghasilkan daya hambat terbaik apabila dibandingkan dengan isolat SK(16) dan SK(19). Hal tersebut ditunjukkan dengan keefektifannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri uji L. monocytogenes, E..coli dan S. typhimurium dengan diameter zona bening yang paling besar.

Dokumen terkait