• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUANPUSTAKA

2.3. Konsep Stroke

2.3.11. Penatalaksanaan

Tindakan pada stadium ini dilakukan di instalasi gawat darurat dan merupakan tindakan resusitasi jantung-paru-otak (RJPO) bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2L/menit dan cairan kristaloid atau koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin isotonik. Dilakukan pemeriksaan CT scan, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time (PT), active partial protrombin time (APTT), glukosa darah, elektrolit darah; jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di instalasi gawat darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang (Setyopranoto, 2011).

2.3.11.2. Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor penyebab maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, psikologis serta membantu pemulihan sosial pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga (Setyopranoto, 2011).

1. Stroke Iskemik a. Terapi umum :

Letakkan kepala pasien dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter urin). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik. Kadar gula darah >150mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <60mg% atau <80mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% intravena sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya (Setyopranoto, 2011).

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu

segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220mmHg, diastolik ≥120mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90mmHg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl 0,9% (250mL) selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <90mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg intravena pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid (Setyopranoto, 2011).

b. Terapi khusus:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).

Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam jika didapatkan afasia (Setyopranoto, 2011).

2. Stroke Hemoragik a. Terapi umum :

Pasien stroke hemoragik harus dirawat di instalasi gawat darurat jika volume hematoma >30mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah pramorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol intavena 10mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300mg; enalapril intravena 0,625-1.25mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25mg per oral (Setyopranoto, 2011).

Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 sekitar 20-35mmHg). Penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah sama dengan penyakit tukak lambung, diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas (Setyopranoto, 2011). b. Terapi khusus :

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (2007) dalam Setyopranoto (2011), neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya semakin memburuk dengan perdarahan

serebelum berdiameter >3cm³, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi (Setyopranoto, 2011).

2.3.11.3. Stadium Subakut

Tindakan medis berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder. Terapi fase subakut (Setyopranoto, 2011) :

a. Melanjutkan terapi sesuai dengan kondisi akut sebelumnya b. Penatalaksanaan komplikasi

c. Restorasi atau rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi

d. Prevensi sekunder e. Edukasi keluarga

2.3.12. Pencegahan Stroke

Menurut Longmore et al (2010) pencegahan stroke adalah : 1. Pencegahan primer (yaitu sebelum stroke)

Pengendalian faktor risiko: mencari dan mengobati hipertensi, diabetes mellitus, peningkatan lipid (pengobatan dengan statin penurunan lipid sebanyak 17%), dan penyakit jantung. Olahraga yang teratur membantu (meningkatkan high density lipoprotein (HDL), meningkatkan toleransi glukosa). Suplemen folat juga dapat membantu (penurunan homosistein serum). Membantu pasien untuk merokok terutama pada pria jika tekanan darah meningkat. Selain itu, berhenti

merokok mengurangi risiko stroke, dengan manfaat terlihat dalam ≤5 tahun). Gunakan antikoagulan seumur hidup jika rematik atau katup jantung prostetik di sisi kiri, dan mempertimbangkan pada fibrilasi atrium non-rematik kronis, terutama jika ada faktor-faktor risiko vaskular lainnya.

2. Pencegahan sekunder (yaitu mencegah stroke lanjut)

Kontrol faktor risiko (sebagai pencegahan primer di atas). Beberapa penelitian besar menunjukkan keuntungan yang cukup besar jika menurunkan tekanan darah dan kolesterol. Pemberian antiplatelet setelah stroke, kecuali jika pada pasien dengan perdarahan primer diberikan aspirin 300mg/24 jam selama 2 minggu, kemudian 75mg/hari. Clopidogrel setidaknya sama baiknya dengan aspirin sebagai monoterapi, dan mungkin sebagus aspirin ditambah dipyridamole. Jika aspirin toleran, tambahkan inhibitor pompa proton, jika aspirin hipersensitivitas, pengganti clopidogrel. Pemberian antikoagulasi setelah stroke seperti warfarin harus digunakan, bukan sebagai agen antiplatelet tapi hanya untuk stroke atau fibrilasi emboli atrium yang kronis, dan hanya dari 2 minggu setelah stroke (jika klinis dan radiologis menunjukan stroke minor, pertimbangkan 7-10 hari). Gunakan terapi antiplatelet sampai antikoagulasi, jika sudah antikoagulan, tahan antikoagulan dan ganti dengan antiplatelet selama 1 minggu. Gunakan terapi antiplatelet jika risiko jatuh, trauma dan lain-lain. Pemberian warfarin dengan aspirin meningkatkan risiko perdarahan tanpa manfaat tambahan. Oleh karena itu, pemberian warfarin bersamaan dengan aspirin tidak dianjurkan.

2.3.13. Komplikasi

Menurut Longmore et al. (2010) komplikasi stroke adalah : a. Aspirasi pneumonia

b. Luka tekanan c. Konstipasi d. Depresi

e. Stres dalam keluarga (misalnya alkoholisme).

2.3.14. Prognosis

Perawatan yang baik (misalnya untuk mencegah luka) pada unit stroke, agen antiplatelet, dan intervensi cepat (misalnya setelah carotid doppler imaging) adalah kunci. Bagi mereka dengan iskemik stroke yang minor atau TIA, penilaian darurat dan perawatan menyelamatkan nyawa (Longmore et al, 2010).

Dokumen terkait