• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemimpin, Kepemimpinan, dan Kepemimpinan Transformasional

2. Pendekatan Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan telah berkembang dari waktu ke waktu, perkembangan itu tidak hanya mencerminkan adanya ketidakpuasan dengan teori-teori sebelumnya karena ada persoalan-persoalan yang belum terjawab, tetapi juga mencerminkan adanya perbedaan perspektif yang dipakai oleh para teoris (Raihani, 2010: 10). Pendekatan yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya bervariasi, tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhi diri seorang pemimpin.

a. Pendekatan sifat

Dalam pendekatan ini, keberhasilan atau kegagalan seorang pemimpin

banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi si pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan atau keturunan. Jadi menurut pendekatan ini, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Sebagaimana yang dikatakan oleh Thierauf (Purwanto, 2002: 31) “The hereditary approach states that leaders are born and not made – that leaders do not acquire the ablity to

lead, but inherit it.” (pendekatan keturunan menyatakan bahwa pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat – bahwa pemimpin tidak memperoleh kemampuan memimpin, tetapi mewarisinya.

Banyak ahli yang telah meneliti dan mengemukakan pendapatnya tentang sifat-sifat yang secar konsisten dapat dihubungkan dengan masalah kepemimpinan terbukti lebih berhasil. Wexley & Yukl (Usman, 2010: 289) menyatakan sifat-sifat kepemimpinan yang efektif yaitu a) memiliki kecerdasan yang cukup; b) memiliki kemapuan berbicara; c) memiliki kepercayaan diri; d) memiliki insiatif; e) memiliki motivasi berprestasi; dan f) memilki ambisi. Sedangkan Husaini Usman (2010: 289) menyebutkan sifat kepemimpinan yang efektif antara lain: ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan, keterbukaan, kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keluasan hubungan social, kedewasaan dan keadilan.

Sifat-sifat sendiri masih belum cukup untuk menjelaskan soal kepemimpinan. Kelemahan utamanya sifat-sifat tersebut adalah mengabaikan faktor keadaan. Memiliki sifat yang sesuai hanya mampu menjadikan seseorang menjadi sedikit mendekati sosok seorang pemimpin yang efektif. Lebih jauh mereka harus melakukan tindakan-tindakan yang benar. Keberhasilan kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan.

b. Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku (behavioral approach) merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan. Sikapa dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-harinya, dalam hal bagaimana pemimpin itu memberikan perintah, membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan, dan sebagainya (Purwanto, 2002: 32)

George & Jonnes (Sagala, 2009: 51-52) mengatakan untuk pendekatan kepemimpinan yang berorientasi perilaku, pemberian penghargaan terjadi ketika seseorang pemimpin memberikan penguatan secara positif kepada bawahan agar terjadi perilaku-perilaku yang dikehendaki. Jika bawahan dapat melakukan pekerjaan yang baik, maka pemimpin memberikan pengakuan melalui pujian, hadiah atau keuntungan-keuntungan yang kasat mata seperti peningkatan upah dan promosi. Pemimpin memberikan penghargaan untuk memastikan pegawai memiliki kinerja pada tingkat yang tertinggi.

Selanjutnya, untuk pemimpin yang berorientasi menghukum, terjadi ketika seorang pemimpin mencerca atau menanggapi secara negatif terhadap bawahan yang melakukan perilaku-perilaku yang tidak efektif, namun juga memicu perilaku yang membahayakan di dalam organisasi. Umumnya, lebih

efektif menggunakan penguatan untuk menghentikan perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki jika dibandingkan dengan menggunakan hukuman, karena dengan hukuman dapat menimbulkan sesuatu yang tidak diinginkan seperti kemarahan.

Perbedaan antara pendekatan sifat dan pendekatan perilaku terletak pada asumsi teori dasarnya. Bila teori sifat memang bisa diakui, hal ini berarti untuk menjadi pemimpin memang bakat sejak lahir. Dengan kata lain, jika ada perilaku khas yang dapat mengidentifikasi para pemimpin, maka kita dapat mengajarkan tentang kepemimpinan yang dapat mendesain program dengan menanamkan pola perilaku pada individu-individu yang diharapkan untuk menjadi pemimpin yang efektif.

c. Pendekatan Lingkungan

Menurut Sudjana (2000: 31), teori lingkungan berasumsi bahwa kemunculan pemimpin merupakan hasil dari waktu, tempat, situasi, dan kondisi tertentu. Suatu peristiwa yang dianggap sangat penting dan luar biasa akan menampilkan seseorang untuk menjadi pemimpin. Situasi dan kondisi tertentu akan melahirkan permasalahan atau tantangan tertentu dan pada gilirannya memerlukan pemimpin yang berhasil. Seorang pemimpin yang berhasil dalam suatu lingkungan belum tentu kepemimpinannya akan menjadi jaminan keberhasilan pada lingkungan lain yang berbeda dengan lingkungannya yang

semula. Dengan kata lain, suatu lingkungan tertentu akan memerlukan dan membentuk pemimpin-pemimpin tertentu pula.

d. Pendekatan Kontingensi

Tikno Lensufiie (2010: 81) menjelaskan bahwa teori situsional

dicetuskan oleh Hersey & Blanchard (1969) teori ini kemudian dikembangkan oleh Fiedler dan dikatakan bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh interaksi antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung supaya menciptakan keefektifan kepemimpinan. Dari hasil penelitiannya, Fiedler percaya bahwa pemimpin setidaknya menerapkan satu atau lebih gaya kepemimpinan, yakni task-oriented leadership (berorientasi pada penyelesaian tugas dan pencapaian tujuan) dan relationship-oriented leadership (berorientasi pada relasi, keramahan dengan anggota organisasi).

Fiedler mengemukakan tiga faktor situasi yang menentukan gaya kepemimpinan mana yang lebih efektif, task-or-relationship-oriented leadership: (1) faktor relasi antara pemimpin dan anggota (leader-member relations) berkenaan dengan tingkat kepercayaan dan kepatuhan yang diperoleh pemimpin dari pengikutnya; (2) susunan tugas (task structure) secara spesifik mengenai karakteristik pekerjaan yang diselesaikan termasuk persyaratan, alternative pemecahan masalah, dan umpan balik dari keberhasilan kerja; dan (3)

posisi kekuasaan (position power) tentang kekuasaan yang terdapat dalam kepemimpinan. Variabel yang paling penting dalam suatu situasi adalah relasi antara pemimpin dan anggota.

Seorang pemimpin yang baik akan mampu menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dalam menyikapi situasi yang dimiliki oleh para pengikutnya. Husaini Usman (2010: 32) menambahkan bahwa kepemimpinan situasional menurut Hersey & Blanchard didasarkan selain pengaruh antara perilaku kepemimpinan yang diterapkan, sejumlah pendukungan emosional yang ia berikan, dan tingkat kematangan bawahannya.

Dokumen terkait