• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian pakan kolesterol sebesar 1.25% selama sembilan minggu mampu meningkatkan konsentrasi lipid peroksida

hati. Ramuan ekstrak daun jati belanda yang mengandung daun jati belanda lebih

banyak (2x:1y:1z) mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati sebesar

13.25% lebih rendah daripada kelompok hiperlipidemia, sedangkan ramuan

ekstrak daun jati belanda tunggal (1x:0y:0z) hanya 7.24%. Ramuan ekstrak daun

jati belanda tanpa daun jambu biji dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida

hati terbesar yaitu 26,31%, sedangkan ramuan daun jati belanda (1x:1y:1z)

bertindak sebagai prooksidan.

Jati belanda, guavas, and temulawak are traditional herbs that has been

widely used as antioxidant. The use of those as antioxidant were limited to the

single plants one each, while potency of those plants in potions had not been

known. This research aims to provide informations related to the antioxidant

potency of jati belanda leaf potions, also to determine lipid peroxidation

concentration of hyperlipidemic rat liver which were given by potion containing

jati belanda leaves, guava leaves, and temulawak extracts.

Potions of jati belanda leaves, guava, and temulawak rhizome, were

extracted with ethanol 70% by maceration. Filtrate were used to measure lipid

peroxide concentration in hyperlipidemic rat liver. The concentration was

measured by TBA test.

Results showed that 1.25% cholesterol feeding for nine weeks were able to

increase lipid peroxide concentration in the liver. Jati belanda leaf potion contain

more of jati belanda leaves (2x:1y:1z) were able to decrease lipid peroxide in the

liver 13.25% lower than hyperlipidemic groups, while jati belanda leaf extract

single can only decrease 7.24%. Jati belanda leaf extracts without guava leaf

extract gave the largest decrease in lipid peroxide concentration in livers 26.31%,

while jati belanda leaf potion extract (1x:1y:1z) act as prooxidant.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya. Negara ini dikenal sebagai negara

terbesar nomor dua di dunia setelah Brasil.

Kekayaan hayati Indonesia yang sudah

dimanfaatkan nenek moyang sejak dahulu kala, sampai saat ini masih berpotensi untuk dikembangkan. Diperkirakan sumber daya hayati yang dimiliki Indonesia berkisar antara 30 000140 000 spesies tumbuhan. Berdasarkan jumlah tersebut terdapat sebesar 1 100 spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional. Tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional antara lain adalah jati belanda, jambu biji, dan temulawak (Heyne 1987).

Masyarakat tradisional biasanya

menggunakan tumbuhan daun jati belanda sebagai obat pelangsing, obat diare, batuk dan nyeri perut (Heyne 1987). Daun Jambu biji sebagai antibakteri, antidiabetes, dan maag,

sedangkan rimpang temulawak sebagai

antiradang, antibakteri, dan memperlancar pengeluaran ASI (Dalimartha 2002). Selain itu berdasarkan penelitian sebelumnya daun jati belanda, daun jambu biji, dan rimpang

temulawak memiliki aktivitas sebagai

antioksidan. Hasil penelitian Tombilangi (2004) menginformasikan bahwa pemberian ekstrak etanol daun jati belanda mampu menurunkan konsentrasi lipid peroksida

dalam darah secara nyata dibandingkan

dengan kelompok hiperlipidemia. Indriani (2006) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji putih dapat menghambat oksidasi

lipid sebesar 94.19%. Adji (2004)

menyebutkan bahwa ekstrak etanol rimpang temulawak mampu mencegah peningkatan konsentrasi lipid peroksida dalam darah sebesar 64.30% terhadap kondisi awal.

Dewasa ini, perkembangan zaman dan arus globalisasi dapat mempengaruhi gaya hidup dan pola makan masyarakat Indonesia

yang cenderung mengkonsumsi makanan

cepat saji. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya penyakit degeneratif. Penyakit

degeneratif ini dapat disebabkan oleh

meningkatnya proses peroksidasi lipid akibat molekul radikal bebas di dalam tubuh.

Salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh radikal bebas adalah penyakit

jantung koroner (PJK). Penyakit ini

disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi koroner yang dikenal sebagai aterosklerosis. Aterosklerosis ini disebabkan oleh tingginya kolesterol LDL

( ) di dalam pembuluh

darah arteri akibat kurangnya reseptor LDL

dalam mengambil lipoprotein yang

mengandung kolesterol. Semakin

meningkatnya konsentrasi kolesterol LDL di dalam jaringan maka semakin besar pula jumlah kolesterol LDL yang akan dioksidasi.

Untuk mengurangi lipid peroksida di dalam tubuh diperlukan suatu senyawa yang dapat mencegah proses peroksidasi lipid.

Senyawa yang mampu menghambat

kerusakan lipid akibat radikal bebas adalah antioksidan. Di dalam tubuh manusia sendiri

mampu mensintesis senyawa antioksidan

seperti superoksida dismutase (SOD),

glutathion peroksidase, dan katalase. Namun dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan enzim1enzim tersebut, sehingga radikal bebas baik dari dalam maupun luar tubuh tidak sepenuhnya dapat ditangani. Oleh sebab itu, tubuh perlu senyawa antioksidan yang berasal dari luar (eksogen).

Saat ini, semakin mahalnya harga obat1 obatan sintetik di pasaran menyebabkan

masyarakat Indonesia cenderung

memanfaatkan bahan1bahan alami terutama yang berasal dari tumbuh1tumbuhan. Selain memiliki harga yang lebih murah, obat1obatan tradisional juga memiliki efek samping lebih

kecil dibandingkan dengan obat1obatan

sintetik, serta mudah didapat. Jati belanda,

jambu biji, dan temulawak merupakan

tumbuhan obat tradisional yang telah

digunakan sebagai antioksidan. Namun

penggunaan ketiga tumbuhan tersebut sebagai antioksidan masih terbatas pada masing1 masing tumbuhan saja, sedangkan potensi antioksidasi ketiga tumbuhan tersebut dalam

bentuk ramuan belum dibuktikan secara

ilmiah. Penelitian ini adalah bagian dari penelitian yang bekerjasama dengan industri fitofarmaka yang akan mengkaji formulasi

ramuan ketiga tumbuhan tersebut dalam

kaitannya sebagai antioksidan.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi antioksidasi dari ramuan

daun jati belanda, serta menentukan

konsentrasi lipid peroksida hati tikus hiperlipidemia yang diberi ramuan ekstrak daun jati belanda yang mengandung daun jambu biji dan rimpang temulawak. Hipotesis penelitian adalah bahwa ramuan ekstrak daun jati belanda dengan ekstrak daun jambu biji dan rimpang temulawak dalam komposisi tertentu dapat menurunkan konsentrasi lipid peroksida hati tikus hiperlipidemia. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi

ramuan daun jati belanda dengan daun jambu

biji dan rimpang temulawak sebagai

antioksidan.

!"#$%& $% %'%&

Lipid merupakan salah satu molekul yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas, sehingga terbentuk lipid peroksida. Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi akibat serangan radikal bebas terhadap asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty Acid, PUFA) (Halliwel & Gutteridge 1999). Radikal bebas ini sangat labil dan bersifat reaktif sehingga cenderung bereaksi seketika dengan setiap zat disekitarnya.

Peroksidasi lipid merupakan suatu rantai reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab reaksi ini menghasilkan radikal lipid bebas

(R*) yang lain, sehingga peroksidasi

berlangsung lebih lanjut. Pada umumnya, peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi (Murray 2001).

Reaksi peroksidasi lipid diawali melalui pengambilan sebuah atom hidrogen dari gugus metilena (1CH21) pada PUFA oleh radikal bebas. Pada tahap ini, terjadi pembentukan radikal bebas karbon (1FCH1) yang disebabkan oleh penghilangan satu atom H pada CH2. Hal ini disebabkan adanya ikatan rangkap pada asam lemak yang dapat melemahkan ikatan antara atom C dan H yang berdekatan dengan ikatan rangkap, sehingga atom H mudah diambil oleh radikal bebas.

Tahap selanjutnya yaitu penstabilan radikal bebas karbon melalui penataan ulang ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena

terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk radikal lipid peroksida (ROO*). Hadirnya radikal peroksida ini dapat memudahkan pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid lain, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap propagasi. Radikal peroksida selanjutnya dapat bergabung dengan atom H yang lain membentuk lipid hidroperoksida dan radikal bebas yang baru. Jalur lain yang ditempuh

oleh radikal peroksida yaitu dengan

membentuk peroksida siklik yang disebut

dengan endoperoksida. Tahap terminasi

terjadi jika radikal lipid peroksida bereaksi dengan radikal bebas yang lain seperti senyawa antioksidan atau senyawa biologi seperti protein. Proses peroksidasi asam lemak tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 1.

Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida merupakan suatu molekul yang stabil pada suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun, ion1 ion logam transisi yang terdapat di dalam tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)

dapat mengkatalisis penguraian lipid

hidroperoksida hingga membentuk produk yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam, dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid yang dihasilkan dari peruraian peroksida

adalah malondialdehida (MDA) dan 41

hidroksinonenal. Kedua produk aldehid

tersebut dapat menyerang protein terutama pada gugus tiol (1SH) dan gugus amin (1NH2),

sehingga enzim1enzim yang membutuhkan

senyawa1senyawa tersebut untuk akivitasnya akan terhambat bila peroksidasi lipid sedang berlangsung (Sulistyo 1998). Peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas ini dapat menyebabkan membran kehilangan fluiditas, dan gangguan transport (O’Brien 1981, diacu dalam Widyarti 1995).

Gambar 1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan ganda.

ramuan daun jati belanda dengan daun jambu

biji dan rimpang temulawak sebagai

antioksidan.

!"#$%& $% %'%&

Lipid merupakan salah satu molekul yang paling sensitif terhadap serangan radikal bebas, sehingga terbentuk lipid peroksida. Peroksidasi lipid adalah reaksi yang terjadi akibat serangan radikal bebas terhadap asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated fatty Acid, PUFA) (Halliwel & Gutteridge 1999). Radikal bebas ini sangat labil dan bersifat reaktif sehingga cenderung bereaksi seketika dengan setiap zat disekitarnya.

Peroksidasi lipid merupakan suatu rantai reaksi yang berlangsung terus menerus, sebab reaksi ini menghasilkan radikal lipid bebas

(R*) yang lain, sehingga peroksidasi

berlangsung lebih lanjut. Pada umumnya, peroksidasi lipid dapat dibagi menjadi tiga tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi (Murray 2001).

Reaksi peroksidasi lipid diawali melalui pengambilan sebuah atom hidrogen dari gugus metilena (1CH21) pada PUFA oleh radikal bebas. Pada tahap ini, terjadi pembentukan radikal bebas karbon (1FCH1) yang disebabkan oleh penghilangan satu atom H pada CH2. Hal ini disebabkan adanya ikatan rangkap pada asam lemak yang dapat melemahkan ikatan antara atom C dan H yang berdekatan dengan ikatan rangkap, sehingga atom H mudah diambil oleh radikal bebas.

Tahap selanjutnya yaitu penstabilan radikal bebas karbon melalui penataan ulang ikatan rangkap, sehingga terbentuk diena

terkonjugasi. Apabila diena terkonjugasi bereaksi dengan O2, maka akan terbentuk radikal lipid peroksida (ROO*). Hadirnya radikal peroksida ini dapat memudahkan pengambilan atom hidrogen dari molekul lipid lain, sehingga tahap ini disebut sebagai tahap propagasi. Radikal peroksida selanjutnya dapat bergabung dengan atom H yang lain membentuk lipid hidroperoksida dan radikal bebas yang baru. Jalur lain yang ditempuh

oleh radikal peroksida yaitu dengan

membentuk peroksida siklik yang disebut

dengan endoperoksida. Tahap terminasi

terjadi jika radikal lipid peroksida bereaksi dengan radikal bebas yang lain seperti senyawa antioksidan atau senyawa biologi seperti protein. Proses peroksidasi asam lemak tak jenuh dapat dilihat pada Gambar 1.

Lipid peroksida atau lipid hidroperoksida merupakan suatu molekul yang stabil pada suhu fisiologis atau suhu tubuh. Namun, ion1 ion logam transisi yang terdapat di dalam tubuh seperti besi (Fe) dan tembaga (Cu)

dapat mengkatalisis penguraian lipid

hidroperoksida hingga membentuk produk yang berbahaya seperti epoksida, keton, asam, dan aldehid. Dua diantara sejumlah aldehid yang dihasilkan dari peruraian peroksida

adalah malondialdehida (MDA) dan 41

hidroksinonenal. Kedua produk aldehid

tersebut dapat menyerang protein terutama pada gugus tiol (1SH) dan gugus amin (1NH2),

sehingga enzim1enzim yang membutuhkan

senyawa1senyawa tersebut untuk akivitasnya akan terhambat bila peroksidasi lipid sedang berlangsung (Sulistyo 1998). Peroksidasi lipid yang disebabkan oleh radikal bebas ini dapat menyebabkan membran kehilangan fluiditas, dan gangguan transport (O’Brien 1981, diacu dalam Widyarti 1995).

Gambar 1 Reaksi pembentukan MDA dari peroksidasi rantai hidrokarbon berikatan ganda.

Organ hati merupakan pusat dari metabolisme dalam sebagian besar hewan. Organ ini berfungsi dalam proses detoksifikasi senyawa1senyawa toksik, sekresi produk akhir metabolisme seperti bilirubin, amonia, dan urea, hematologik, sistem imun tubuh, serta

berperan dalam proses metabolisme

biomolekul (protein, karbohidrat, hormon, dan bilirubin) (Kaplan & Pesce 1989). Membran1

membran mikrosom hati sangat rentan

terhadap peroksidasi lipid, sebab membran ini banyak sekali mengandung asam lemak tak jenuh. Proses peroksidasi lipid pada mikrosom hati dapat berlangsung secara enzimatis dan

nonenzimatis. Secara enzimatis yaitu

peroksidasi lipid yang bergantung oleh

NADPH, sedangkan secara nonenzimatis

yaitu peroksidasi lipid yang bergantung oleh

ion Fe3+, ion ini berfungsi sebagai

pengkompleks ADP, pirofosfat, dan EDTA (Halliwel & Gutteridge 1999).

Tingginya konsentrasi lipid peroksida dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel hati. Peningkatan konsentrasi lipid peroksida lebih jauh dapat menyebabkan terjadinya nekrosis hati. Yagi (1994) menyatakan bahwa apabila konsentrasi lipid peroksida di hati meningkat, maka lipid peroksida ini dapat merusak sel hati sehingga peroksida akan keluar dari hati menuju pembuluh darah dan dapat merusak organ atau jaringan lain. Konsentrasi lipid

peroksida yang berlebih pada jaringan

maupun organ dapat mengakibatkan berbagai

penyakit degeneratif. Di dalam tubuh

manusia, kadar lipid peroksida dapat

meningkat seiring dengan bertambahnya usia, namun jumlahnya tidak boleh melebihi kadar normalnya yaitu 4 nmol/mL (Yagi 1994).

Berdasarkan penelitian Sayogya (2002)

menunjukkan konsentrasi lipid peroksida hati

normal tikus galur sebesar

100.46 nmol/g, sedangkan lipid peroksida normal dalam serum darah galur

sebesar 0.46±0.05 ng/mL (Adji 2004). Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut

dapat dilihat bahwa konsentrasi lipid

peroksida hati lebih besar dari pada

konsentrasi lipid peroksida di dalam serum darah.

Uji TBA (asam 21tiobarbiturat) dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi dari lipid peroksida yang terakumulasi secara

di dalam organ dan partikel subseluler (Tappel & Zalkin 1960). Uji TBA didasarkan pada reaksi asam 21tiobarbiturat dengan produk oksidasi lipid (MDA). TBA akan bereaksi dengan gugus karbonil dari MDA yaitu satu molekul MDA akan berikatan

dengan dua molekul TBA, sehingga

membentuk senyawa kompleks berwarna

merah (Halliwel & Gutteridge 1999). Warna merah yang diukur dengan spektofotometer

pada panjang gelombang 532 nm ini

menunjukkan tingkat oksidasi lipid. Reaksi penggabungan antara TBA dan MDA dapat

dilihat pada Gambar 2. Uji TBA ini

merupakan uji yang spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tak jenuh dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang mengandung asam lemak tak jenuh (Ketaren 1986).

Gambar 2 Reaksi antara TBA dan MDA. Sumber: Halliwel & Gutteridge (1999)

%' ! %'%& % & %'%& !"#$%&

Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan tingginya konsentrasi lipid yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi trigliserida, LDL, dan kolesterol (lipid netral) darah melebihi batas normal (pada manusia > 200 mg/dL) (Ganong 2001). Faktor1faktor yang dapat menyebabkan hiperlipidemia adalah bobot badan, usia, kurang olahraga, stres, gangguan metabolisme, gangguan genetik dan pola konsumsi makanan sehari1hari yang dapat meningkatkan konsentrasi lipid atau

kolesterol. Menurut Grundy (1991),

mengkonsumsi makanan yang kaya kolesterol

dan asam lemak jenuh dapat menekan

pembentukan reseptor LDL, sehingga

meningkatkan kolesterol di dalam darah.

Keadaan hiperlipidemia dapat

menyebabkan aterosklerosis yaitu

penyumbatan pembuluh darah arteri akibat penumpukan lipid pada dinding arteri. Jika aterosklerosis terjadi pada pembuluh darah arteri yang mensuplai O2 ke jantung, maka dapat menyebabkan penyakit jantung koroner

(PJK). Salah satu faktor utama dalam

patogenesis aterosklerosis adalah

hiperkolesterolemia yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi lipoprotein densitas

rendah (LDL) (Schwartz 1993 diacu

dalam Taher 2003).

Perjalanan LDL dimulai dari sintesis dan sekresi lipoprotein sangat rendah (VLDL) oleh sel hati. VLDL mengandung kolesterol dan triasilgliserol. Setelah memasuki aliran

darah, VLDL mulai kehilangan kandungan trigliseridanya karena dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak dan gliserol. Setelah trigliseridanya sebagian

besar dihidrolisis oleh LPL, VLDL ini

berubah menjadi lipoprotein densitas

menengah (IDL) dan akhirnya menjadi LDL. Selanjutnya LDL akan diendositosis oleh sel1 sel jaringan perifer dan hepatosit setelah terlebih dahulu diikat oleh reseptor LDL (Voet & Voet 1995).

Aterosklerosis biasanya lebih banyak diderita oleh pria daripada wanita yang masih

aktif haid. Hal ini disebabkan hormon

esterogen yang memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menghambat terjadinya oksidasi LDL (Rifici & Khachadurian 1992 diacu

dalam Taher 2003). Selain itu hormon

esterogen juga diketahui dapat menghambat perkembangan awal aterosklerosis dengan mengurangi pembentukkan sel busa makrofag,

yaitu dengan mengurangi penangkapan

lipoprotein melalui lintas reseptor pembersih (Sulistyani 1997 diacu dalam Taher 2003).

Tingginya konsentrasi lipid peroksida di dalam tubuh dapat disebabkan oleh kondisi hiperkolesterolemia. Pada kondisi ini, jumlah LDL meningkat sehingga dapat memperbesar kemungkinan terjadinya oksidasi, sebab ketersediaan substrat yang dapat dioksidasi lebih banyak. Hal ini didukung oleh penelitian Tombilangi (2004) yang menyatakan bahwa pemberian kolesterol sebesar 0.25% dapat meningkatkan konsentrasi lipid peroksida

darah kelinci. Uphadya (2002) juga

melaporkan bahwa mencit yang diberi

kolesterol sebanyak 1.16% selama tujuh minggu mampu meningkatkan konsentrasi lipid peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan mencit yang hanya diberi pakan standar. Menurut Iritani (1986), tikus yang diberi diet minyak jagung 10% nilai peroksidasi lipid dalam serum, hati dan jaringan adiposa lebih tinggi dari pada tikus dengan diet minyak jagung 5%.

Salah satu dari fungsi kolesterol adalah sebagai prekusor pembentukan asam empedu yang disintesis di dalam hati. Tahap pertama dalam biosintesis asam empedu adalah reaksi 7α1hidroksilasi terhadap kolesterol yang dikatalisis oleh enzim mikrosomal yaitu 7α1 hidroksilase. Proses reaksi ini memerlukan

oksigen, NADPH dan sitokrom P1450

oksidase. Semakin meningkatnya konsentrasi

kolesterol plasma dalam tubuh

hiperkolesterolemia, maka semakin banyak

asam empedu yang disintesis, sehingga

semakin meningkat pula oksigen dan NADPH

yang dibutuhkan serta peningkatan aktivitas sitokrom P1450 oksidase (Murray 2001).

Sitokrom P1450 oksidase merupakan

enzim yang berperan dalam memperantarai metabolisme retikulum endoplasmik yang menghasilkan radikal superoksida (O21)

(Dhaunsi 1992 diacu dalam Wresdiyati

2005). Oleh sebab itu semakin meningkatnya aktivitas sitokrom P1450 oksidase, maka

radikal bebas yang dihasilkan semakin

meningkat pula. Jika produksi radikal bebas

terjadi secara berlebihan maka enzim

antioksidan di dalam tubuh khususnya di organ hati seperti superoksida dismutase (SOD) tidak mampu mengatasinya. Hal ini dapat menimbulkan kondisi stres oksidatif yaitu suatu kondisi yang dapat menyebabkan tejadinya beberapa kerusakan atau kelainan baik proses biokimia maupun fisiologi di dalam sel akibat dari proses peroksidasi lipid.

Kondisi hiperlipidemia dapat dibuat pada beberapa spesies hewan percobaan yaitu dengan menambahkan lemak dan kolesterol pada makanan yang disebut induksi eksogen (Amstrong & Heistad 1990). Menurut panduan dari KKI Phyto Medica (1993) induksi hiperlipidemia pada tikus dapat dilakukan dengan pemberian pakan tinggi kolesterol (1%) dan propil tiourasil (PTU) (0.01%)selama dua minggu. PTU merupakan zat antitiroid yang dapat merusak kelenjar tiroid. Kerusakan kelenjar tiroid ini dapat

menyebabkan meningkatnya konsentrasi

kolesterol akibat pembentukan reseptor LDL di hati berkurang (Ganong 2001).

( )* ( % +%"#$%&

Dewasa ini, masyarakat Indonesia

cenderung menggunakan bahan1bahan alami terutama tumbuhan obat tradisional dalam

memelihara kesehatannya. Dengan

mengkonsumsi bahan alami dan gizi

seimbang, diharapkan dapat mencegah atau

mengurangi radikal bebas yang dapat

menyebabkan penyakit degeneratif seperti

PJK dan ! . Bahan1bahan alami yang

biasa digunakan sebagai antioksidan dapat berasal dari buah1buahan seperti apel, anggur, jeruk sayur1sayuran seperti brokoli, wortel ataupun yang berasal dari tumbuh1tumbuhan seperti teh hijau. Pada penelitian ini bahan

alami yang akan digunakan sebagai

antioksidan adalah ramuan daun jati belanda yang mengandung daun jambu biji, dan rimpang temulawak.

+% & , #-.

Jati Belanda merupakan tumbuhan yang berasal dari negara Amerika beriklim tropis. Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar di wilayah tropis lainnya seperti di pulau Jawa dan Madura. Jati belanda atau jati londo (Jawa Tengah) tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 11800 m di atas permukaan laut. Klasifikasi dari tumbuhan jati belanda yaitu

divisi Spermatophyta, subdivisi

Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa

Malvales, suku Steruliaceae, marga ,

dan jenis Lamk.

Tumbuhan jati belanda berupa pohon peneduh di tepi jalan dengan tinggi 10120 meter. Memiliki batang berbentuk bulat, keras, permukaannya kasar, banyak alur, bercabang, dan berwarna hijau keputih1 putihan. Daun berbentuk bundar bulat sampai lanset, ujung daun lancip, serta permukaan daun bagian atas berbulu. Berbunga banyak, bentuk bunga agak ramping, serta memiliki mahkota bunga yang berwana kuning. Bijinya kecil, keras, diameter ± 2 mm, berwarna coklat muda, serta memiliki akar tunggang (Sugati 1991). Bentuk daun jati belanda dapat dilihat pada Gambar 3.

Daun dan kulit batang jati belanda

mengandung alkaloid, serta flavonoid, selain itu daunnya mengandung saponin dan tanin. Menurut Soesilo (1989) daun jati belanda

mengandung senyawa flavonoid, asam

fenolat, tanin, steroid atau triterpenoid, dan karotenoid. Hal ini didukung dari hasil

penelitian Tombilangi (2004) yang

menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jati belanda mengandung flavonoid.

Daun jati belanda berkhasiat sebagai obat

pelangsing tubuh, sehingga simplisia

tumbuhan ini banyak digunakan di dalam ramuan galian singset. Hal ini didukung oleh penelitian Lestari dan Muhtadi (1997) yang menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun jati belanda sebanyak 1g/Kg bobot

badan tikus yang hiperlipidemia mampu

menurunkan kadar kolesterol. Namun, hasil penelitian yang dilakukan Rachmadani (2001) menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak air daun jati belanda sebanyak 1 g/Kg bobot badan tidak menunjukan penurunan kadar kolesterol.

Pemakaian rebusan daun jati belanda secara berlebihan dapat mengakibatkan iritasi usus, sedangkan pemakaian biji tumbuhan jati

belanda secara berlebihan dapat

mengakibatkan diare atau radang usus

(Sastroamidjojo 1988). Rebusan biji

tumbuhan jati belanda yang dibakar dapat

digunakan sebagai obat sembelit, sedangkan jika dicampur dengan minyak adas dapat digunakan untuk penyakit perut kembung dan sesak nafas. Biasanya rebusan biji tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat dengan cara meminumnya seperti meminum kopi (Heyne 1987).

Gambar 3 Tumbuhan jati belanda

( Lamk.).

*/ %0% , %

-Jambu biji adalah salah satu tumbuhan

Dokumen terkait