• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014 di perairan pesisir Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan identifikasi makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Analisis substrat sebagai satu dari beberapa sampel parameter kualitas air dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Adapun peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Alat dan Bahan

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah surber net, sekop, cool box, kantong plastik, botol sampel, botol Winkler, labu Erlenmeyer, saringan, pinset, kamera digital, alat tulis, GPS (Global Positioning System), termometer, refraktometer, pH meter, ember, botol alkohol, botol film, pipet tetes, lakban, meteran, tali plastik, kertas millimeter. Sedangkan bahan yang digunakan yakni alkohol 70%, akuades, kertas label, amilum, MnSO4, KOH-KI, H2SO3, Na2S2O3, tissue. Gambar alat maupun bahan dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Prosedur Penelitian

Penentuan Stasiun

Pertimbangan penentuan stasiun pengambilan sampel yakni berdasarkan pemanfaatan wilayah perairan pesisir Kecamatan Pantai Labu. Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan metode purposive sampling (sampel dengan maksud/pertimbangan) yaitu pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan peneliti. Penentuan stasiun tersebut diacu dari Daeli, dkk., (2013). Lokasi penelitian ditetapkan sebanyak 3 stasiun, pada setiap 1 stasiun terdiri dari 3 titik untuk pengambilan sampel.

Stasiun 1

Lokasi stasiun 1 terletak pada posisi koordinat 3°38.536’N 98°55.01’E yang merupakan sungai di Kecamatan Pantai Labu. Sungai tersebut bernama Sungai Keneng. Stasiun 1 akan dibagi menjadi 3 titik yaitu 2 titik diantaranya ditentukan di area tepi sungai dan 1 titik di area tengah. Stasiun 1 juga ditetapkan

sebagai lokasi kontrol karena tidak terdapat aktivitas. Stasiun tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Stasiun 1 Stasiun 2

Lokasi stasiun 2 terletak di Desa Paluh Sibaji Dusun II Kecamatan Pantai Labu dengan posisi koordinat 3°39.565’N 98°54.299’E. Lokasi tersebut merupakan satu aliran sungai dari stasiun 1 dengan jarak 2 km. Stasiun 2 dipengaruhi oleh aktivitas wilayah yang padat pemukiman dan terdapat aktifitas perbaikan/perawatan kapal (docking). Seperti Stasiun 1, maka stasiun 2 juga akan dibagi menjadi 3 titik yaitu 2 titik diantaranya ditentukan di area tepi sungai dan 1 titik di area tengah. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Stasiun 3

Lokasi stasiun 3 merupakan daerah garis pantai yang dipengaruhi aktivitas pariwisata dan penangkapan ikan. Pantai tersebut bernama Pantai Serambi Deli yang terletak di Desa Paluh Sibaji Dusun IV Kecamatan Pantai Labu dengan posisi koordinat 3°40.791’N 98°54.557’E. Jarak dari stasiun 2 ke stasiun 3 adalah 3 km. Seperti stasiun 1 dan stasiun 2, stasiun 3 juga dibagi menjadi 3 titik. Ketiga titik tersebut dimulai dari tepi garis pantai mengarah ke laut. Hal ini diacu dari Ruswahyuni (2008). Jarak antar titik sejauh 5 meter. Lokasi stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Stasiun 3

Metode Pengambilan Sampel Makrozoobentos

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengamatan langsung ke lapangan. Pengambilan sampel dilakukan pada waktu surut dengan alasan agar mempermudah dalam pengambilan sampel serta tidak terkendala dengan arus dan gelombang (Daeli dkk., 2013).

Sampel makrozoobentos diambil menggunakan surber net apabila lokasi pengambilan sampel dangkal. Penggunaan surber net dalam pengambilan makrozoobentos dilakukan sebanyak 9 kali ulangan dalam 1 titik, surber net

diletakkan di dasar perairan pantai maupun sungai, kemudian dilakukan pengerukan substrat sehingga makrozoobentos ikut terjaring didalam surber net. Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan sebanyak 3 kali, setiap 16 hari sekali.

Sampel yang didapat dari pengambilan kemudian disortir menggunakan metode hand sorting dengan bantuan saringan, selanjutnya dibersihkan dengan akuades dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi alkohol 70% sebagai pengawet dan diberi label. Selanjutnya sampel diidentifikasi menggunakan buku identifikasi buku Carpenter dan Volker (1998) dan Dharma (1988) yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Metode Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Teknis pengukuran parameter fisika dan kimia perairan akan dilakukan bersamaan dengan pengambilan makrozoobentos pada setiap lokasi penelitian. Parameter fisika kimia perairan diukur dengan 3 kali ulangan pada setiap stasiun. Metode yang digunakan untuk mengukur beberapa parameter fisika dan kimia perairan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Suhu Air

Pengukuran suhu menggunakan termometer yang akan dilakukan secara insitu pada setiap stasiun penelitian. Termometer dimasukkan ke dalam sampel air yang telah diambil pada daerah dasar perairan kemudian dibiarkan selama 3 menit. Kemudian dicatat nilai suhu yang tertera pada skala termometer tersebut. 2. Salinitas

dengan cara sampel air yang telah diambil, kemudian diteteskan ke permukaan kaca refraktometer yang bersih menggunakan pipet tetes, kemudian ditutup lalu dilihat nilai salinitas pada skala refraktometer.

3. pH

Pengukuran derajat keasaman (pH) perairan diukur secara insitu dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan elektroda pH meter ke dalam sampel air yang telah diambil, dilihat dan dicatat nilai yang tertera pada pH meter tersebut.

4. Substrat Dasar

Pengamatan tipe substrat dasar setiap stasiun dilakukan secara eksitu. Substrat dasar yang telah diambil bersamaan dengan pengambilan sampel makrozoobentos akan dianalisis di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 3.

5. Oksigen Terlarut

Pengukuran Oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Sampel air diambil dan dimasukkan ke dalam botol Winkler, dimasukkan 1 ml MnSO4 dan 1 ml KOH-KI lalu dihomogenkan, didiamkan sebentar sehingga terbentuk sampel dengan endapan putih. Ditambah 1 ml H2SO4 lalu dihomogenkan lalu didiamkan sehingga terbentuk sampel coklat. Diambil 100 ml sampel (yang tidak mengendap) dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ditetesi dengan Na2S2O3 0,0125 N sampai sampel berwarna kuning pucat. Lalu ditambahkan 5 tetes amilum dihomogenkan sehingga dihasilkan sampel berwarna biru. Selanjutnya dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N sehingga dihasilkan larutan

berwarna bening. Banyaknya Na2S2O3 yang terpakai menunjukkan kadar oksigen terlarut.

1. Biological Oxygen Demand (BOD)

Sampel air dimasukkan ke dalam botol winkler diinkubasi pada suhu 20°C selama 5 hari. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti perhitungan kadar oksigen terlarut. Kadar BOD dihasilkan dengan cara mengurangkan DO awal dan DO akhir. Brower, dkk., (1990) menyatakan nilai konsentrasi BOD5 menunjukkan kualitas suatu perairan masih tergolong baik apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l.

2. Pasang Surut

Pengambilan data pasang surut melalui data sekunder yang diambil pada Majalah Maritim Laut Biru Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut I untuk data pasang surut terbaru dapat dilihat pada Lampiran 4.

Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman, indeks keseragaman, analisis komunitas, analisis kelimpahan makrozoobentos dengan kualitas air, serta indeks pencemaran.

1. Kepadatan Populasi (K)

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis kepadatan populasinya dengan menggunakan rumus Odum (1993) diacu oleh Pakpahan dkk., (2013) yaitu :

K =10.000 x a b

Keterangan :

K = Kepadatan makrozoobentos (ind/ m²) A = Jumlah makroozoobentos (individu) B = Luas bukaan surber

10000 = Konversi dari cm² ke m² 2. Kepadatan Relatif (KR)

Untuk menggunakan kepadatan relatif makrozoobentos, digunakan rumus Brower dkk., (1990 ) diacu oleh Firstyananda (2012) adalah :

KR = Kepadatan suatu jenis

∑seluruh jenis x 100% 3. Frekuensi Kehadiran (FK)

Frekuensi kehadiran dihitung untuk mengetahui spesies yang paling dominan ditemui saat penelitian, FK dapat dihitung dengan rumus Yeanny (2007) sebagai berikut :

FK = Jumlah sub plot ditempati suatu jenis

Jumlah total sub plot x 100 % Dengan kriteria nilai FK:

0-25% (sangat jarang); 25-50% (jarang); 50-75% (sering); >75% (sangat sering) 4. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

Untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobentos maka dilakukan analisis indeks keanekaragaman, dengan menggunakan Indeks Diversitas Shannon – Wienner (1949) oleh (Odum, 1994) dalam Sembiring (2008) sebagai berikut:

H= − �pi ln pi

s

i=1

Keterangan :

Pi = Proporsi spesies ke i (ni) terhadap jumlah total (N) dimana Pi = Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan total keselurahan jenis)

5. Indeks Keseragaman

Jika terjadi penurunan keanekaragaman maka akan mencapai keseragaman, maka keseimbangan komunitas tersebar merata. Rumus yang digunakan untuk Indeks Keseragaman adalah Krebs (1978) diacu oleh Fitriana (2006) seperti di bawah ini:

E′= H Ln S Keterangan :

J’ = indeks keseragaman (Evenness index) H’= indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S = jumlah spesies

6. Analisis Komunitas

Untuk mengetahui tingkat kesamaan komunitas antar dua stasiun penelitian, data makrozoobentos dianalisis menggunakan Indeks Sorensen (1948) diacu oleh Firstyananda (2012) yaitu:

IS = 2C

A + B x 100% Keterangan :

IS = Indeks kesamaan

A = Jumlah spesies dalam lokasi A B = Jumlah spesies dalam lokasi B

Dengan kriteria :

Jika IS= 75-100: sangat mirip; 50-75: mirip; 25-50: tidak mirip; <25: sangat tidak mirip.

7. Hubungan Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Kualitas Air

Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui hubungan antara keanekaragaman makrozoobentos yang terdapat di perairan Kecamatan Pantai Labu dengan sifat fisika kimia airnya. Analisis dilakukan dengan uji korelasi Pearson.

8. Indeks Pencemaran

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, Indeks Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow, 1974). Indeks Pencemaran (IP) mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna. Metode ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya perairan dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu.

Menurut Shafa’atullah (2013) nilai IP ini dapat ditentukan dengan cara : a. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air

akan membaik.

b. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang. c. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan.

d.– Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum

Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan,

Ci Lij � � baru = Cim Ci(hasil pengukuran ) Cim − Lif - Jika nilai baku Lij memiliki rentang,

untuk Ci ≤ Lij rata-rata:

Ci

Lij � �

baru

= �Ci− �Lijratarata� ��Lijminimum − �Lijratarata� untuk Ci > Lij rata-rata:

Ci

Lij � �

baru

= �Ci− �Lijratarata� ��Lijmaksimum − �Lijratarata

- Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah :

a. Penggunaan nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0. b. Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih besar

dari 1,0. (Ci/Lij) baru = 1,0 P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

c. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

d. Tentukan harga PIj:

PIj =

��LijCi2M +�LijCi2R 2

Keterangan:

Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu Air Ci = konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis

percontoh air pada suatu lokasi penelitian

IPj = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi Ci/ Lij M = nilai maksimum

R = nilai rata-rata (Achmad, 2011).

Damaianto dan Ali (2014) menyatakan bahwa hasil dari indeks pencemaran ini dapat memberikan masukan kepada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta dalam memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.

Berikut evaluasi hubungan nilai IP dengan status mutu air menurut KepMenLH 115/2003 diacu oleh Agustiningsih dkk., (2012) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan Nilai IP dengan Status Mutu Air

Indeks Pencemaran Mutu Perairan

0 ≤ Pij ≤ 1,0 Kondisi baik 1,0 < Pij ≤ 5,0 Cemar ringan 5,0 < Pij ≤ 10 Cemar sedang

Dokumen terkait