• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Kegiatan Bancassurance Terkait

BANCASSURANCE TERKAIT ADANYA PERJANJIAN TERTUTUP

B. Penerapan Prinsip Transparansi Dalam Kegiatan Bancassurance Terkait

Adanya Perjanjian Tertutup.

Perjanjian keagenan yang menjadi dasar dalam kegiatan pemasaran produk asuransi oleh pihak bank dalam ketentuan dalam UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan perjanjian yang

123

Pasal 4 Peraturan OJK No. 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.

dikecualikan. Dalam Pasal 50 huruf d UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dikatakan bahwa pengecualian terhadap perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan/atau jasa dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan.

Persaingan usaha yang tidak sehat dalam kerjasama kegiatan

bancasssurance salah satunya disebabkan karena dalam mencari partner

kerjasama dengan proses yang tidak transparan. Kemudian menimbulkan adanya praktik pemberian komisi pribadi oleh perusahaan asuransi kepada pihak bank dan mengesampingkan hak-hak daripada nasabah itu sendiri sebagai konsumen.124

124 Junaedy Gaeny, Op Cit., hlm. 362.

Termasuk juga produk bancassurance oleh bank dalam kegiatan kerjasama

bancassurance.

Prinsip transparansi baik pada perusahaan asuransi itu sendiri juga terutama pada pihak bank sangat diperlukan pada hal ini. Pihak bank yang menjadi terutama dalam menerapkan dan melaksanakan prinsip tersebut karena dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP Tahun 2010, lebih menitikberatkan kepada kinerja bank dalam melakukan kerjasama kegiatan

bancassurance minimal dengan 3 perusahaan asuransi yang artinya disini harus

ada penerapan prinsip transparansi salah satunya dengan pelaksanaan terbukanya pihak bank melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi lain baik karena ada hubungan anak perusahaan antara bank dengan perusahaan asuransi tersebut ataupun tidak ada hubungan sama sekali.

Penetapan perusahaan asuransi yang menjadi mitra bank, bank wajib melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang menjadi mitra bank dalam bancassurance baik dalam kegiatan referensi, distribusi ataupun integrasi produk dengan memenuhi paling kurang hal-hal sebagai berikut:125

1. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat solvabilitas paling kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan data terkini dari OJK.

2. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra bank telah memperoleh surat persetujuan dari Menteri Keuangan untuk melakukan

bancassurance.

3. Bank wajib memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra bank secara berkala paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra bank yang diketahui melalui berbagai sumber informasi.

4. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila:

a. perusahaan asuransi mitra bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau

b. menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra bank yang secara signifikan akan mempengaruhi profil risiko bank;

5. Dalam hal bank mengakhiri kerjasama sebagaimana dimaksud pada nomor 4, bank wajib:

a. menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat dalam perjanjian kerjasama dimaksud; dan

b. menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban nasabah sehubungan dengan produk asuransi yang telah dipasarkan;

6. Dalam hal produk asuransi yang dipasarkan terkait dengan unit link, bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra bank memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. telah memenuhi persyaratan terkait unit link sebagaimana diatur dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi;

b. mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi mitra bank yang bersumber dari investasi produk unit

link; dan

c. melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola secara optimal, profesional, dan independen;

Secara umum, prinsip transparansi dalam perjanjian kerjasama di semua jenis kegiatan bancassurance antara pihak bank dengan perusahaan asuransi bahwa masing-masing pihak harus secara terbuka dan transparan mengenai keinginan dan keadaan masing-masing tanpa ada maksud yang terselubung untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi para pihak. Para pihak juga

harus memperhatikan ketentuan mengenai persaingan usaha yang berlaku agar menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.

Perjanjian kerjasama bancassurance antar para pihak di dalam ketentuan ataupun klausula perjanjian tersebut tidak memuat adanya jenis produk lain dari perusahaan asuransi tersebut yang akan dipasarkan oleh pihak bank. Hal ini berkaitan untuk menghindari adanya perjanjian tertutup dalam perjanjian kerjasama tersebut. Meskipun secara juridis, perjanjian kerjasama bancassurance bukanlah perjanjian yang dilarang dalam ketentuan UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena merupakan perjanjian keagenan yang dikecualikan dalam undang-undang tersebut, terlebih lagi bukan merupakan perjanjian tertutup (tying agreement).

Penerapan prinsip transparansi pada kegiatan kerjasama bancassurance dapat dilihat dari 3 jenis kegiatan bancassurance tersebut, dimana dalam kegiatan referensi dalam rangka produk bank dan integrasi produk yang sering dikaitkan dengan perjanjian tertutup walaupun secara konkrit bukanlah perjanjian tertutup yakni di dalam perjanjian kerjasamanya antara pihak bank dengan perusahaan asuransi. Sehingga perlu pelaksanaan prinsip transparansi yang jelas dalam dua kegiatan bancassurance tersebut.

Prinsip transparansi dalam kegiatan kerjasama distribusi dilakukan dengan bahwa peran bank dalam kegiatan ini hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra bank kepada nasabah. Kemudian bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti karekteristik, manfaat dan risiko dari

produk yang dipasarkan dan meneruskan minat atau permintaan pembelian produk asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra bank.126

Strategi bisnis yang digunakan dalam kegiatan referensi dalam rangka produk bank dan integrasi produk adalah strategi bundling yang menghasilkan

bundled product. Ketentuan penerapan bundling sebagai strategi bisnis pelaku

usaha perlu diwaspadai. Strategi bundling dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh kekuatan produk yang terikat dari produk yang mengikat. Manfaat tersebut dapat diperoleh dengan cara mengikat suatu produk dengan produk lain yang telah memiliki kekuatan pasar (market power) sehingga produk yang terikat akan turut mendapatkan daya saing. Langsung maupun tidak langsung hal tersebut akan berdampak pada peta persaingan produk yang bersangkutan mengingat sistem bundling tersebut membawa distorsi satu produk dengan produk lain. Bagi konsumen maupun pelaku usaha lain (pesaing), distorsi tersebut dapat menjadi kerugian maupun sebaliknya. Hal tersebut tergantung dari seberapa kuat daya eksploitatif yang dimliki oleh produsen dalam menjual produknya secara bundling terhadap konsumen maupun pelaku usaha pesaing.127

Sampai pada titik ini, dapat dipahami bahwa penjualan secara bundling bukan merupakan hal yang dilarang secara mutlak. Pedoman yang dipakai dalam menilai strategi bundling yang diterapkan adalah apakah tindakan ini berpotensi menciptakan kondisi anti persaingan dan mengakibatkan terjadinya monopoli. Dengan demikian, pendekatan yang digunakan dalam menilai bundling product adalah pendekatan rule of reason. Pendekatan rule of reason digunakan

126

Indriani Wauran, Op Cit., hlm. 177.

127

Ahmad Adi Nugroho, “Studi Kasus Penerapan Kasus Bundling/Tying Oleh Microsoft,” Jurnal KPPU Edisi 3 Tahun 2010, hlm. 55.

mengingat ada manfaat dari strategi bundling baik itu bagi konsumen maupun pelaku usaha, sehingga penafsiran yang tidak kaku layak diterapkan.128

Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah memetakan permasalahan yang terkait dengan bancassurance dari sisi pandang persaingan usaha. Salah satu permasalahan yang diawasi KPPU adalah executive dealing akibat kerjasama

bancassurance antara perusahaan asuransi dengan perbankan. Dimana OJK telah

memberikan masukan bahwa praktik ekslusif antara perusahaan asuransi dengan bank dapat menimbulkan praktik monopoli persaingan usaha yang tidak sehat.

Sekilas referensi dalam rangka produk bank dan integrasi produk nampak hampir sama. Yang menjadi perbedaan utama adalah pada referensi dalam rangka produk bank konsumen tetap melihat jelas ada dua produk yang terpisah yaitu produk bank dan produk asuransi. Sementara itu dalam integrasi produk, produk bank seolah-olah menyatu/terintegrasi dengan produk asuransi. Dalam rangka melindungi konsumen, OJK mewajibkan pihak bank untuk menjelaskan kepada nasabah mengenai risiko terpisah maupun hak dan kewajiban yang ditanggung oleh bank dan perusahaan asuransi. Peran bank dalam kegiatan integrasi produk tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas

bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada

perusahaan asuransi mitra bank.

129

128

Lampiran Peraturan KPPU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pasal 15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm.5.

129

Atas dasar itu, KPPU terus mendorong agar praktik kerjasama

bancassurance yang mengerucut pada executive dealing menjamin persaingan

usaha terjadi secara sehat. Dalam kerjasama ini tak hanya satu perusahaan yang menikmati. Namun, terdapat kesempatan bagi perusahaan asuransi lain untuk mengikuti rencana kerjasama bancassurance tersebut. Yaitu dikatakan bahwa

executive dealing boleh dilakukan, namun dengan proses harus melalui tender

atau beauty contest.

Aturan ini penting agar konsumen tak dirugikan. Kerjasama yang dilakukan secara tertutup memicu terjadinya perilaku anti-persaingan jika kerjasama tersebut dilakukan oleh perusahaan yang dominan. Hal ini dapat mempengaruhi kondisi pasar lain. Sebab apabila jika tanpa tender, itu kecenderungan mereka yang melakukan kerjasama membatasi orang lain untuk masuk. Transparansi ini, bertujuan untuk mencegah perilaku abuse dari perusahaan asuransi dan bank yang bekerjasama ekslusif. Selain itu, transparansi dipercaya dapat membuka kesempatan usaha yang sama, sesuai dengan asas persaingan usaha yang sehat. Dimana aturan yang dibuat jangan sampai menjangkau perusahaan tertentu saja, tapi juga bisa diterima oleh perusahaan lain.130

Persaingan usaha yang tidak sehat menghambat perkembangan industri asuransi nasional. Persaingan mempengaruhi strategi masing-masing penanggung dalam penentuan tingkat premi, kualitas layanan dan pangsa pasar yang hendak diarah. Dalam peta persaingan yang berjalan, para pelaku usaha tampak masih

130

bertahan pada strategi yang bertumpu pada kebijakan harga dan masih minim dalam inovasi produk yang dapat membuka kesempatan baru bagi penanggung. Dalam memperbaiki struktur harga dan memperbaiki iklim persaingan kerjasama bank dan perusahaan asuransi dalam kegiatan bancassurance, baik yang timbul sebagai undang-undang, peraturan atau surat edaran Bank Indonesia maupun sebagai hasil kesepakatan bersama para pelaku usaha. Tetapi selama ini selalu berakhir dengan kegagalan karena berbagai alasan dan pelanggaran serta kesulitan pengawasan dan penerapan sanksi sehingga dibatalkan.131

Penerapan prinsip GCG pada umumnya diterjemahkan dalam bentuk pengaturan internal (self regulation) yang memuat filsafat bisnis perusahaan, panduan nilai-nilai yang mengatur cara mengelola perusahaan dalam mencapai tujuan bisnis, pedoman menghadapi pelanggan, distributor, pejabat pemerintah, dan pihak-pihak lainnya yang mempunyai hubungan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya aturan yang mengatur perilaku persaingan sehat dengan pelaku usaha pesaingnya. Adanya peraturan yang bersifat internal mengenai persaingan usaha yang sehat itu menjadi benteng awal yang dapat mengindarkan sebuah perusahaan dari perilaku-perilaku anti-persaingan yang tidak sejalan dengan semangat GCG.132

Menurut M. Doddy Kusadrianto dalam tulisannya yang berjudul “Menciptakan Persaingan Usaha Yang Sehat Melalui Penerapan Prinsip Good

Corporate Governance”, yang dimaksud dengan pedoman internal merupakan

media penyampaian kepada seluruh karyawan mengenai konsep tata kelola

131 Junaedy Gaeny, Op Cit., hlm. 294.

132

perusahaan yang baik atau GCG yang dimiliki oleh sebuah perusahaan dalam mencapai tujuan bisnisnya. Secara eksternal, pedoman internal tersebut dapat berdampak positif kepada tindakan, kebijakan maupun keputusan-keputusan perusahaan yang harus menbgikuti ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam code of conduct. Pedoman internal tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat di dalam lingkup perusahaan, dan biasanya disebut Corporate Code of

Conduct. Dengan demikian walaupun secara khusus UU Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah ada, tetapi pencantuman aturan internal perusahaan mengenai persaingan usaha yang sehat di dalam Code of

Conduct akan dapat menjadi landasan yang kuat bagi perilaku usaha yang

dilakukan pelaku usaha dalam rangka turut menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif.133

Perusahaan untuk meningkatkan kinerja perusahaan ada terdapat sebuah aksi yang dikenal dengan aksi korporasi (corporate action). Aksi korporasi adalah segala kejadian yang dirasakan oleh suatu perusahaan memiliki dampak terhadap pemegang sahamnya atau aktivitas emiten yang menarik perhatian pelaku pasar seperti analisis saham, manager investasi, manager dan (fund manager), investor, atau pemegang saham. Kepentingan di aksi korporasi bukan saja ditentukan pada pemegang saham, tapi kepada seluruh pihak yang memang benar terkena dampak dari aksi korporasi. 134

133

Ibid., hlm. 61-62.

134 Saleh Basir dan Hendy M. Fakhruddin, Aksi Korporasi: Strategi Untuk

Meningkatkan Nilai Saham Melalui Tindakan Korporasi (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm.

77.

Lebih jelasnya, aksi korporasi seperti penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan dalam Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas harus memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas, kreditor dan masyarakat secara umum.135

Beauty contest di dalam ranah hukum Indonesia adalah suatu istilah yang

relatif baru, yang populer menjadi pembicaraan di masyarakat dengan adanya putusan KPPU dalam kasus Donggi Senoro ini. Istilah beauty contest tidak terdapat dalam Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Istilah ini berasal dari kepustakaan hukum persaingan di luar negeri.136

1. Menurut Achim Wambach, menjelaskan bahwa istilah beauty contest dengan membandingkannya dengan auction/lelang atau tender.

Berikut ini beberapa defenisi tentang beauty contest yaitu :

137

“McMillan makes the point of beauty contests usually lack transparency with

the consequence that the winner is often the firm that hired the most effective lobbyist. Although this argument is intuitively appealing, it is not convincing. If regulators can undertake auctions (and thus make allocation transparent), they should also be able to proceed with transparent and efficient negotistions. In addition, there are many good arguments why beauty contest might fare better than auctions. One, as already pointed out by McMillan (1995) is the additional flexibility. While auctions finally come down to price compitition, negotiations allow to take many aspects to consideration, like the degree of coverage, speed of introduction of the new generation of mobile phones, and so on.”

2. Menurut Udin Silalahi

Beauty contest dapat dikatakan suatu peragaan atau pemaparan profil suatu

perusahaan atas suatu undangan seseorang atau suatu pelaku usaha tertentu. Pemaparan tersebut termasuk mengenai kemampuan dan kekuatan keuangan perusahaan serta produk-produk yang sudah diproduksinya. Dalam suatu

beauty contest penyaringan dilakukan secara internal terhadap

perusahaan-perusahaan yang diundangnya. Berdasarkan penilaian nprofil perusahaan-perusahaan, harga yang ditawarkan dan pertimbangan lain, maka perusahaan yang

135 Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

136 Erman Rajagukguk. “Perluasan Tafsir Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999,”

Jurnal Yudisial, Komisi Yudisial R.I. Volume V. No. 1, April 2012, hlm. 1.

137 Achim Wambach, “Collusion in Beauty contests,” University of Erlangen

melakukan beauty contest memutuskan (menunjuk) salah satu perusahaan sebagai pemenangnya.138

3. Menurut Erman Rajagukguk

Beauty Contest adalah pemilihan mitra/pemilihan calon artner untuk

membangun suatu usaha, bukan mengenai pengadaan barang dan/atau jasa.139

4. Menurut Kurnia Toha.

Beauty Contest/ seleksi calon mitra adalah suatu proses untuk mencari partner

yang akan ikut menyertakan modalnya sebagai pemegang saham untuk melakukan suatu kegiatan usaha bersama-sama pula akan mengharapkan pengembalian modal yang ditanamkan dalam perusahaan yang akan didirikan. Tindakan salah satu partner tepilih yang merugikan perusahaan yang didirikan pasti akan merugikan partner lainnya, sehingga dalam hal ini tidak terjadi peralihan risiko dan tanggung jawab hukum dari pengundang kepada calon mitra terpilih atas kegiatan usaha perusahaan yang didirikan tetapi secara bersama-sama menjalankan perusahaan.140

Dapat dikatakan bahwa dalam beauty contest para peserta/peminat menjelaskan pengalaman/profil mereka untuk diberikan lisensi atas dasar kriteria yang ditentukan dalam undangan untuk memasukkan penawaran. Kriteria ini dapat tersdiri dari, misalnya, kecepatan mengerahkan tenaga kerja, kelayakan proyek, efisiensi spectrum dan kemampuan menimbulkan persaingan. Kriteria ini dapat diberikan bobot penilaian. Kriteria tersebut dapat dinegosiaksikandengan para peserta, dan para peserta dapat memodifikasi proposal mereka. Atas dasar proposal akhir yang diberikan peserta, penyelenggara akhirnya memutuskan peserta yang berhak menang. Terdapat asumsi penting yang dapat dibuat adalah bahwa bahkan jika para peserta tahu semua penawaran akhir, namun mereka tidak

138 Udin Silalahi, Perusahaan Saling Mematikan dan Bersekongkol-Bagaimana Cara

Memenangkan?”. Cetakan Pertama (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 132-133.

139 Erman Rajagukguk. Op Cit,. hlm. 6.

140 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010, tentang Proses Beauty Contest Proyek Donggi Senoro, hlm. 131-134.

tahu perusahaan mana yang menjadi pemenangnya, karena mereka tidak tahu preferensi penyelenggara secara persis.141

Proses mengikuti beauty contest, para peserta diwajibkan memenuhi syarat atau yang biasa disebut Term of Reference (TOR). TOR itu sendiri merupakan suatu bentuk sistem penilaian, yaitu penilaian berdasarkan rujukan terhdap persyaratan persyaratan yang ditetapkan di dalamnya karena berfungsi sebagai rintangan minimum yang harus dapat dilalui oleh calon mitra.142

Apabila melihat pengaturan mengenai pemilihan mitra sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER 06/MBU/2011, calon mitra kerjasama adalah badan hukum yang wajib memenuhi persyaratan sekurang kurangnya sebagai berikut:

143

1. Memiliki kemampuan keuangan/pendanaan yang dibuktikan dengan laporan keuangan yang telah diaudit dan/atau jaminan tertulis dari penyandang dana. 2. Memiliki pengalaman dan/atau memiliki akses/jejaring kompetensi pada

bidang usaha bersangkutan.

3. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. 4. Memiliki bonafiditas dan kredibilitas.

Kegiatan tersebut dapat juga dilakukan melalui tender. Tender menurut kamus hukum adalah memborong pekerjaan/menyuruh pihak lain untuk mengerjakan atau memborong pekerjaan seluruhnya atau sebagian pekerjaan

141 Achim Wambach, Op Cit., hlm. 2.

142 Putusan KPPU Nomor 35/KPPU-I/2010, Op Cit.,. hlm. 182

sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak sebelum pekerjaan pemborongan itu dilakukan. 144

Pengertian tender menurut KPPU, adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku usaha dalam hal penunjukan/pemilihan langsung).145 Pengertian tender tersebut mencakup tawaran mengajukan harga untuk :146

1. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan. 2. Mengadakan barang dan/atau jasa.

3. Membeli barang dan/atau jasa. 4. Menjual brang dan/atau jasa.

Dapat dikatakan bahwa tender atau lelang merupakan salah satu metode

sourching atau mencari sumber-sumber (barang dan/atau jasa) yang prosedurnya

diatur dengan ketentuan tender berdasarkan regulasi pemerintah atau prosedur operasional baku/SOP (Standard Operating Procedure) perusahaan yang cukup kompleks dibanding metode sourching lainnya. Oleh karena itu, para praktisi

procurement dan juga calon vendor/supplier perlu memahami tahapan-tahapan

dalam proses tender ini, sehingga bagian procurement dapat mengorganisir tender dengan baik dan tepat waktu, sementara itu para peserta lelang dapat menyusun dokumen lelang secara efektif dan memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan

144 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2007).

145 Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2010

146 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang /Jasa Pemerintah, Pasal 1 butir 23-30.

panitia tender.147 Penerapan kriteria-kriteria khusus sangat perlu dalam memenangkan pelaku usaha yang menjadi peserta tender dengan menjunjung tinggi prinsip transparansi untuk memenuhi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam pelaksanaan tender tersebut, , yakni148

1. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi, baik teknis maupun administratif termasuk tata cara evaluasi, hasil evaluasi dan penetapan pemenang harus bersifat terbuka bagi penyedia barang dan/atau jasa yang berminat.

:

2. Adil, berarti tidak diskriminatif dalam memberikan perlakuan bagi semua penyedia brang dan/atau jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepda pihak tertentu, dengan cara dan/atau alasan apapun.

3. Bertanggung jawab, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip dan kebijakn serta ketentun yang berlaku dalam pengelolaan rantai suplai.

4. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perushaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana

5. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang dan/atau jasa secara lengkap dan dapat diandalkan.

147

tanggal 20 Januari 2016)

148 Republik Indonesia. Keputusan Presiden tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 80 Tahun 2003 Pasal 11.