• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengadaan Barang yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Kegiatan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan negara salah

BAB V : Berisikan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran

DALAM UNDANG-UNDANG 31 TAHUN 1999 JO UNDANG-UNDANG 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA

A. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi dan Perkembangannya

3. Pengadaan Barang yang Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Kegiatan Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan negara salah

satunya adalah dengan melakukan pengadaan barang yang diperlukan untuk mewujudkan pembangunan negara yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam kegiatan pegadaan barang kerap kali terjadi penyimpangan, salah satunya adalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukakn oleh pejabat negara dalam pelaksanaannya. Hal ini dapat menimbulkan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan tersebut. Perbuatan yang melawan hukum ini (tindak pidana korupsi) dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

Tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang yang merugikan keuangan negara banyak terjadi dikarenakan kesengajaan maupun kelalaian dari pihak yang melakukan kegiatan pengadaan barang tersebut. Hal ini telah dijelaskan dalam pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara menyatakan :

122

“Kerugian keuangan Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berhrga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya akibatnya perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”

Isi Undang-Undang diatas menyatakan bahwa kerugian keuangan negara/daerah merupakan kekurangan yang dinilai dari uang, surat berharga, barang, dan perbuatan melawan hukum tersebut baik dilakukan sengaja ataupun lalai merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara. Karena kelalaian pejabat negara dalam melaksanakan tugas pengadaan barang yang menyebabkan kerugian keuangan negara dapat dipidana sesuai dengan ketentutan perundang-undangan yang merujuk pada ketentuan pasal 1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Pembendaharaan Negara.

Dalam pengadaan barang/jasa ada 3 (tiga) unsur yang dikategorikan sebagai praktek yang menyebabkan kerugian keuangan Negara. Pertama, penyalahgunaan wewenang yang dialkukan oleh pejabat yang berwenang ats pengadaan barang/jasa tersebut. Kedua, memberikan keuntungan diri sendiri maupun orang lain atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa tersebut. Ketiga, menimbulkan kerugian keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa

tersebut.123

Unsur-unsur yang diuraikan diatas terjadi karena adanya perbuatan –

perbuatan pemicunya, sebagai berikut :124

123

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran- danperbendaharaan/20096-memahami-praktik-praktik-yang-memicu-tindak-pidana-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa-pemerintah di akses pada tanggal 30 Maret 2015 pada pukul 12.00

124 ibid

a. Penyuapan

Penyuapan sebagai istilah sehari-hari yang dituangkan dalam

Undang-Undang adalah sebagai suatu hadiah atau janji (giften atau beloften) yang

diberikan atau diterima. Pelaku penyuapan dikategorikan menjadi penyuapan aktif (active omkoping) adalah jenis penyuapan yang pelakunya sebagai pemberi hadiah

atau janji, sedang penyuapan pasif (passive omkoping) adalah jenis penyuapan

yang pelakunya sebagai penerima hadiah atau janji.

Penyuapan biasanya dilakukan oleh rekanan kepada bupati, walikota, gubernur, dirjen, menteri, pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, panitia penerima barang dan jasa, atau kepada anggota pokja ULP dengan tujuan agar pengelola pengadaan memenangkan penawaran dari rekanan dan supaya pengelola kegiatan menerima barang/jasa yang diserahkan rekanan dimana kualitas dan atau kuantitasnya lebih rendah dibandingkan yang diperjanjikan dalam kontrak.

b. Menggabungkan atau memecah paket pekerjaan

Berkaitan dengan penggabungan dan pemecahan paket pekerjaan dalam pengadaan barang/jasa bisa dilakukan dengan pertimbangan yang jelas dan sesuai dengan prinsip pengadaan yang efektif dan efisien. Pemecahan paket dapat dilakukan karena perbedaan target penyedia, perbedaan lokasi penerima/pengguna barang yang cukup signifikan, atau perbedaan waktu pemakaian dari barang dan jasa tersebut.

Pelanggaran – pelanggaran juga sering terjadi dalam hal penggabungan dan pemecahan paket ini. Oleh karena itu, pengguna anggaran memiliki larangan

– larangan dalam melakukan hal tersebut yaitu antara lain :

a. menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di

beberapa lokasi/daerah yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakukan di beberapa lokasi/daerah masing-masing;

b. menyatukan beberapa paket pengadaan yang menurut sifat dan jenis

pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;

c. memecah Pengadaan Barang/Jasa menjadi beberapa paket dengan

maksud menghindari pelelangan; dan/atau

d. menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang

diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak obyektif.

Larangan – larangan tersebut yang merujuk pada pasal 24 ayat 3 Perpres

Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah.

c. Penggelembungan Harga

Praktek penggelembungan harga ini diawali dari penentuan HPS yang terlalu tinggi karena penawaran harga peserta lelang/seleksi tidak boleh melebihi HPS sebagaimana diatur pada pasal 66 Perepres 54 tahun 2010 dimana HPS adalah dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/JasaLainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Penyusunan HPS

dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Merujuk pada Perpres 54 tahun 2010 diatur mengenai etika pengadaan dimana pada pasal 6 disebutkan salah satunya adalah menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang dan jasa. Etika pengadaan tersebut menegaskan bahwa rekanan maupun pengelola pengadaan secara tegas dilarang melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dapat mengakibatkan pemborosan keuangan negara. Semua peristiwa tindak pidana pengadaan barang dan jasa hampir selalu mengakibatkan pemborosan.

d. Mengurangi Kuantitas dan/atau Kualitas Barang/Jasa.

Dalam kontrak selalu diatur tentang kuantitas dan kualitas barang dan jasa yang diperjanjikan, sehingga setiap usaha untuk mengurangi kuantitas atau kualitas barang dan jasa adalah tindak pidana.

Pengurangan kuantitas dan kualitas ini seringkali dilakukan bersamaan dengan pemalsuan dokumen berita acara serah terima barang, dimana penyerahan barang diikuti berita acara yang menyatakan bahwa penyerahan barang telah dilakukan sesuai dengan kontrak.

e. Penunjukkan Langsung.

Penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan menunjuk langsung 1 penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat. penunjukkan langsung dapat dilakukan dalam hal keadaan tertentu dan/atau pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat khusus. Hal ini merujuk pada pasal 38 Perpres Nomor 54 Tahun 2010.

f. Kolusi Antara Penyedia dan Pengelola barang/jasa.

Dalam hal kolusi yang dapat memicu terjadinya tindak pidana ialah . Membuat spesifikasi barang/jasa yang mengarah ke rekanan tertentu, Mengatur/Merekayasa Proses Pengadaan, dan Membuat syarat-syarat untuk membatasi peserta lelang.

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS HUKUM PIDANA TERHADAP PENGADAAN