• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hidrokoloid dan CaCl 2 Terhadap Karakteristik Bihun Sukun Karakteristik Bihun Sukun Karakteristik Bihun Sukun

Produksi Bihun Sukun

Produksi bihun sukun dilakukan dengan menggunakan bahan baku tepung sukun dan campuran tepung sukun – tepung beras. Perbandingan jumlah tepung sukun – tepung beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah 85% : 15%. Rasio ini diperoleh dari hasil pengujian terhadap karakteristik gelatinisasi campuran tepung sukun – tepung beras pada Tahap I. Hasil pengujian menunjukkan penggunaan campuran tepung sukun – tepung beras dengan rasio

85% : 15% menghasilkan viskositas breakdown yang rendah dan viskositas

setback yang tinggi. Viskositas breakdown yang rendah menunjukkan ketahanan campuran tepung terhadap proses pemanasan dan pengadukan. Sementara nilai viskositas setback yang tinggi menunjukkan kecenderungan campuran tepung untuk mengalami retrogradasi selama pendinginan, suatu karakteristik yang diperlukan bagi produk bihun (Herawati 2009).

Pengaruh Interaksi Tepung, Hidrokoloid dan CaCl2 Terhadap Kualitas Bihun Sukun

Pengaruh interaksi tepung sukun/campuran tepung sukun dan tepung beras, hidrokoloid guar gum dan iles-iles, serta CaCl2 diketahui dengan melakukan karakterisasi terhadap bihun sukun yang diperoleh. Karakteristik yang diuji antara lain intensitas warna, waktu rehidrasi, persen rehidrasi, kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), tekstur dengan texture analyzer dan penilaian organoleptik.

a. Warna

Interaksi antara tepung/campuran tepung, hidrokoloid dan CaCl2 memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna merah, intensitas warna kuning dan intensitas kecerahan bihun sukun (P<0.05). Intensitas warna bihun sukun disajikan pada Tabel 24.

Tabel 24a Intensitas warna bihun sukun hasil interaksi tepung, hidrokoloid dan CaCl2

CaCl2

(%)

Tepung sukun 100%

Guar gum 1% Iles-iles 1%

L* a* b* L* a* b*

0 33.96 ± 0.05f 11.12 ± 0.08c 22.45 ± 0.22g 35.21 ± 0.33e 11.40 ± 0.08b 23.72 ± 0.24cd

1 35.81 ± 0.13ed 10.71 ± 0.01d 23.05 ± 0.22ef 36.11 ± 0.00cbd 11.78 ± 0.03a 23.96 ± 0.09cd

2 35.98 ± 0.11cd 10.58 ± 0.00ed 22.86 ± 0.31gf 41.75 ± 0.67a 10.35 ± 0.14g 26.55 ± 0.48a

Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan (P<0.05)

L = intensitas kecerahan, a = intensitas warna merah, b = intensitas warna kuning Kontrol = tepung sukun 100%

Tabel 24b Intensitas warna bihun sukun hasil interaksi tepung, hidrokoloid dan CaCl2

CaCl2

(%)  Guar gum 1%Tepung sukun 85% + tepung beras 15%Iles-iles 1%

L* a* b* L* a* b*

0 36.58 ± 0.20cb 10.73 ± 0.01d 23.75 ± 0.08cd 36.57±0.50cb 10.64±0.07ed 24.10±0.04cb

1 36.57 ± 0.36cb 10.48 ± 0.11efg 24.60 ± 0.35b 36.73±0.16b 10.50±0.04efg 23.85±0.21cd

2 36.56 ± 0.22cb 10.55 ± 0.02ef 23.76 ± 0.18cd 36.10±0.04cbd 10.40±0.07fg 23.49±0.00ed

Kontrol L = 34.01 ± 0.05 a = 13.60 ± 0.12 b = 24.37 ± 0.17

Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan (P<0.05)

L = intensitas kecerahan, a = intensitas warna merah, b = intensitas warna kuning Kontrol = tepung sukun 100%

Hasil uji lanjut Duncan yang disajikan pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa intensitas kecerahan bihun yang diproduksi dari tepung sukun 100% semakin meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi CaCl2 yang ditambahkan. Sementara untuk bihun sukun yang diproduksi dari campuran tepung sukun dengan tepung beras, intensitas kecerahan tidak berbeda secara nyata di antara perlakuan konsentrasi CaCl2 yang ditambahkan.

Interaksi antara hidrokoloid dengan CaCl2 pada bihun yang diproduksi menggunakan tepung sukun 100% mempengaruhi warna bihun sukun yang dihasilkan. Iles-iles memiliki kecenderungan untuk menghasilkan bihun sukun dengan intensitas kecerahan yang lebih tinggi, terutama dengan penambahan CaCl2 pada konsentrasi 2%.

Secara umum, intensitas warna merah bihun yang dihasilkan dari perlakuan tepung sukun 100% lebih tinggi dari bihun hasil perlakuan pencampuran tepung sukun dan tepung beras. Bila dibandingkan dengan kontrol, intensitas warna merah adalah parameter yang sangat dipengaruhi oleh interaksi tepung, hidrokoloid dan garam. Hal ini dapat dilihat dari nilai a* bihun kontrol yang lebih besar dibandingkan nilai a* dari seluruh perlakuan.

Dari ketiga parameter warna tersebut, iles-iles menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna produk bihun yang dihasilkan. Pengaruh iles-iles terutama jelas terlihat pada perlakuan penggunaan tepung sukun 100%, dimana peningkatan konsentrasi CaCl2 yang ditambahkan akan menghasilkan intensitas warna yang berbeda nyata, baik untuk parameter kecerahan, intensitas

warna merah maupun intensitas warna kuning. Pada Gambar 15 dapat dilihat hasil pemetaan nilai a* dan b* pada diagram kromatisitas a* b*.

(a)

(b)

Gambar 15 Diagram kromatisitas a*b* dari bihun sukun 100% (a) dan bihun campuran tepung sukun-tepung beras (b)

Produk bihun yang dihasilkan ternyata memiliki warna yang relatif seragam, ditunjukkan oleh wilayah hasil pemetaan yang terpusat pada satu area tertentu. Hal ini berlaku untuk bihun yang dibuat dari tepung sukun 100% maupun yang dibuat dari campuran tepung sukun dan tepung beras. Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun secara statistik warna yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan berbeda nyata, ternyata kromatisitasnya menunjukkan hasil yang relatif homogen.

b. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP)

Hasil analisis data menunjukkan interaksi yang nyata (P<0.05) antara tepung, hidrokoloid dan CaCl2 terhadap nilai KPAP bihun sukun seperti yang terdapat pada Tabel 25 dan Lampiran 4. Secara umum, bihun sukun yang diproduksi dengan menggunakan tepung sukun 100% memiliki nilai KPAP yang lebih rendah dibandingkan bihun sukun yang diproduksi dengan menggunakan tepung sukun yang disubstitusi oleh tepung beras.

Tabel 25 Nilai KPAP bihun sukun (dalam %) hasil interaksi tepung, hidrokoloid dan CaCl2

CaCl2

(%)

Tepung sukun 100% Tepung sukun 85% + tepung beras 15% Guar gum Iles-iles Guar gum Iles-iles

1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5% 0 6.17±0.27m 6.48±0.62m 7.28±0.39l 7.81±0.05lk 8.63±0.00ji 8.10±0.11jk 26.53±0.47a 25.94±0.30ba

1 8.08±0.05jk 7.27±0.06l 10.77±0.09h 11.99±0.27g 9.08±0.15i 8.17±0.27jk 17.07±0.03e 17.91±0.79d

2 5.29±0.13n 5.54±0.12n 11.44±0.11g 14.33±0.62f 8.47±0.02jik 8.04±0.02jk 18.84±0.23c 25.82±0.07b

Kontrol 9.47±0.04

Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan (P<0.05)

Pada konsentrasi guar gum yang tetap, penambahan CaCl2 1% meningkatkan KPAP bihun sukun, tetapi saat konsentrasi CaCl2 ditingkatkan menjadi 2% terjadi penurunan nilai KPAP. Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan penambahan iles-iles, dimana peningkatan konsentrasi CaCl2 juga meningkatkan KPAP bihun sukun yang dihasilkan. Pada bihun sukun yang diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan iles-iles, penambahan CaCl2 1% menyebabkan penurunan KPAP sementara

peningkatan konsentrasi CaCl2 menjadi 2% meningkatkan kembali nilai KPAP bihun sukun.

Pada konsentrasi CaCl2 yang tetap, peningkatan konsentrasi hidrokoloid mnghasilkan nilai KPAP yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada bihun sukun yang diproduksi dengan penambahan guar gum, peningkatan konsentrasi guar gum akan meningkatkan KPAP bihun sukun. Sementara pada bihun yang diproduksi dengan penambahan iles-iles, peningkatan konsentrasi iles-iles cenderung menurunkan nilai KPAP dari bihun sukun yang dihasilkan.

Bila dibandingkan dengan kontrol, penggunaan guar gum pada produk bihun menyebabkan penurunan nilai KPAP. Hal yang berbeda terjadi pada penggunaan iles-iles, dimana nilai KPAP semakin tinggi dengan adanya penambahan hidrokoloid tersebut terutama dengan keberadaan CaCl2 dalam sistem. Hal ini menunjukkan kemampuan guar gum yang lebih baik dalam mempertahankan struktur untaian bihun selama proses rehidrasi.

Dengan mengacu pada Tabel 25, dilakukan pengelompokan terhadap produk bihun berdasarkan nilai KPAP-nya. Diperoleh dua kelompok bihun dengan klasifikasi KPAP seperti yang tersaji dalam Tabel 26 berikut.

Tabel 26 Pengelompokan bihun berdasarkan nilai KPAP Nilai KPAP

<17%

G1, G2, G3, G4, G5, G6 I1, I2, I3, I4, I5, I6 B1, B2, B3, B4, B5, B6

>17%

BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

Bihun yang diproduksi dari tepung sukun dengan atau tanpa disubstitusi oleh tepung beras dengan penambahan guar gum termasuk dalam kelompok bihun dengan nilai KPAP <17%. Hal ini menunjukkan bahwa guar gum memiliki kemampuan lebih baik dalam mempertahankan kekompakan struktur bihun selama proses rehidrasi. Sementara untuk bihun yang diproduksi dengan penambahan iles-iles, bihun sukun tanpa substitusi tepung beras termasuk dalam kelompok bihun dengan KPAP <17%, sedangkan bihun sukun yang disubstitusi dengan tepung beras memiliki KPAP >17%. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi antara iles-iles dengan tepung beras mengakibatkan penurunan

kemampuan iles-iles dalam mempertahankan struktur untaian bihun selama proses pemasakan.

Dari Tabel 26 di atas dapat dilihat bahwa pengaruh CaCl2 terhadap KPAP bihun sukun yang dihasilkan tidak signifikan. Nilai KPAP lebih ditentukan oleh interaksi antara hidrokoloid dengan tepung. Interaksi antara guar gum dengan tepung sukun maupun campuran tepung sukun dan tepung beras menghasilkan sinergisme yang menyebabkan struktur bihun yang kompak bahkan setelah direhidrasi, sedangkan iles-iles menunjukkan sinergi yang baik dengan tepung sukun yang ditandai oleh rendahnya nilai KPAP dari perlakuan tersebut. Tetapi ketika dilakukan substitusi oleh tepung beras terhadap tepung sukun, sinergi antara campuran tepung dengan iles-iles justru menghasilkan nilai KPAP yang sangat tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan tepung beras untuk memasuki ikatan yang telah terbentuk antara iles-iles dan tepung sukun, sehingga tepung beras tidak terikat dengan baik pada struktur bihun dan lepas pada saat direhidrasi.

Nilai KPAP berhubungan dengan beberapa karakteristik gelatinisasi tepung/campuran tepung yang digunakan sebagai bahan baku, diantaranya viskositas puncak, trough dan breakdown. Beta dan Corke (2001) menyatakan bahwa viskositas puncak mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi positif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah polimer yang lepas. Berdasarkan hal tersebut maka bihun sukun dengan nilai KPAP yang besar akan memiliki viskositas puncak yang tinggi pada bahan bakunya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa VT, yang menunjukkan stabilitas pasta terhadap panas dan pengadukan, berkorelasi negatif dengan nilai KPAP. Sementara breakdown memiliki korelasi positif dengan kualitas fisik mi sorgum yang dihasilkan, yaitu KPAP.

Pada Tabel 27 disajikan pengelompokan bahan baku bihun sukun berdasarkan nilai VP, VT dan VB. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kesesuaian antara nilai viskositas puncak bahan baku dengan nilai KPAP bihun yang dihasilkan. Bihun dengan KPAP rendah dihasilkan dari bahan baku dengan nilai viskositas puncak yang rendah pula. Pengecualian terjadi pada bihun yang diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan

penambahan iles-iles (kode BI), dimana nilai viskositas puncak bahan baku yang rendah ternyata tidak menghasilkan bihun dengan KPAP rendah.

Tabel 27 Pengelompokan bahan baku bihun berdasarkan nilai VP, VT dan VB Nilai VP

< 2280 cP > 2280 cP

G2, G3, G4, G5, G6 I2, I3, I4, I5, I6 B2, B3, B4, B5, B6 BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

G1 I1 B1 Nilai VT < 1885 cP > 1885 cP G4, G6 I4, I6 B2, B3, B4, B5, B6 BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

G1,G2, G3,G5 I1,I2, I3,I5

B1 BI1 Nilai VB

< 345 cP > 345 cP

G1, G2, G3, G4, G5, G6 I1, I2, I3, I4, I5, I6

B3, B4, B5, B6 BI3, BI4, BI5, BI6

B1, B2 BI1, BI2

Tidak sejalannya nilai VP bahan baku dengan karakteristik KPAP dari produk bihun yang dihasilkan mungkin disebabkan oleh lebih dominannya parameter viskositas trough (VT) pada campuran tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan iles-iles. Nilai VT dari bahan baku yang terdiri atas campuran tepung sukun, tepung beras dan iles-iles menunjukkan nilai <1885 cP. Hal ini sejalan dengan KPAP bihun yang dihasilkan. Nilai VT yang rendah menunjukkan bahwa campuran bahan baku tersebut memiliki stabilitas terhadap panas dan pengadukan yang rendah, sehingga ketika diaplikasikan pada produk bihun akan menghasilkan KPAP yang tinggi.

Karakteristik lain dari bahan baku yang berkorelasi dengan KPAP bihun adalah viskositas breakdown. Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas (Purwani et al. 2006). Menurut Beta dan Corke (2001), breakdown memiliki

korelasi positif dengan kualitas fisik mi sorgum yang dihasilkan, yaitu KPAP. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh.

Dengan membandingkan Tabel 26 dan 27 dapat dilihat bahwa terdapat kesesuaian antara nilai VB bahan baku dengan nilai KPAP produk bihun sukun yang dihasilkan. Bihun sukun yang memiliki KPAP rendah ternyata juga memiliki karakteristik VB yang rendah, seperti yang dapat dilihat pada bihun sukun yang diproduksi dari tepung sukun 100% dengan penambahan guar gum dan iles-iles (kode G dan I). Pengecualian terjadi pada bihun sukun yang diproduksi dari tepung sukun yang disubstitusi oleh tepung beras dengan penambahan iles-iles (kode BI). KPAP bihun dengan perlakuan tersebut menunjukkan nilai yang tinggi, sementara bahan bakunya menunjukkan nilai VB yang rendah. Hal ini dimungkinkan oleh dominannya karakteristik viskositas trough pada campuran bahan baku tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas.

c. Persen Rehidrasi

Berdasarkan hasil analisis data, terdapat interaksi yang nyata antara jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid serta konsentrasi CaCl2 dalam mempengaruhi persen rehidrasi bihun sukun. Nilai persen rehidrasi bihun sukun disajikan pada Tabel 28 dan Lampiran 4.

Tabel 28 Nilai persen rehidrasi bihun sukun hasil interaksi tepung, hidrokoloid, dan CaCl2

CaCl2 (%)

Tepung sukun 100%

Guar gum Iles-iles

1% 0.5% 1% 0.5% 0 374.69 ± 5.84dec 410.92 ± 22.81a 377.19 ± 11.89bdec 386.45 ± 5.70bdac

1 364.99 ± 19.32fde 364.83 ± 8.46fde 354.58 ± 5.38fheg 327.21 ± 1.59ihj 2 322.34 ± 5.15ij

322.17 ± 1.74ij 357.05 ± 8.15feg 361.46 ± 1.30fdeg CaCl2

(%)

Tepung sukun 85% + tepung beras 15%

Guar gum Iles-iles

1% 0.5% 1% 0.5% 0 332.05 ± 5.60ihjg 348.33 ± 21.47ifheg 404.23 ± 6.85ba 402.35 ± 10.02bac 1 354.39 ± 9.35fheg 305.62 ± 3.12j 352.74 ± 10.99fheg 338.26 ± 13.41ifhg 2 257.30 ± 11.89k 307.06 ± 24.09j 332.33 ± 23.41ihjg 324.88 ± 11.06ihj Kontrol 360.40 ± 8.57

Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan (P<0.05)

Bila dibandingkan dengan kontrol, substitusi tepung beras pada bihun sukun secara umum mampu menurunkan persen rehidrasi bihun. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung beras menyebabkan penurunan kemampuan penyerapan air dari produk bihun yang dihasilkan.

Pada bihun sukun 100% tanpa penambahan CaCl2, peningkatan konsentrasi guar gum menyebabkan penurunan persen rehidrasi bihun sukun. Sementara untuk bihun sukun yang disubstitusi dengan tepung beras 15%, peningkatan konsentrasi guar gum menyebabkan peningkatan persen rehidrasi pada konsentrasi CaCl2 1%, dan penurunan persen rehidrasi pada konsentrasi CaCl2 2%. Pada konsentrasi guar gum 0.5%, peningkatan konsentrasi CaCl2

menyebabkan penurunan persen rehidrasi pada bihun sukun 100%. Perlakuan penambahan iles-iles tidak menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persen rehidrasi untuk semua perlakuan.

Karakteristik bihun yang diharapkan adalah yang memiliki persen rehidrasi rendah, karena bihun dengan persen rehidrasi yang tinggi cenderung mengalami pembengkakan baik selama pemasakan maupun pascapemasakan. Persen rehidrasi produk bihun sangat terkait dengan kemampuan penyerapan air selama proses rehidrasi berlangsung. Untaian bihun yang dapat menyerap air lebih banyak akan memiliki persen rehidrasi lebih tinggi dan sebaliknya untaian bihun yang kurang mampu menyerap air akan mempunyai persen rehidrasi yang lebih rendah.

Berdasarkan nilai persen rehidrasinya, maka bihun sukun dikelompokkan menjadi dua seperti yang tersaji pada Tabel 29. Secara umum dapat dilihat bahwa bihun sukun yang disubstitusi dengan tepung beras (kode B dan BI) memiliki persen rehidrasi yang rendah, sedangkan bihun sukun yang tidak disubstitusi dengan tepung beras (kode G dan I) menunjukkan persen rehidrasi yang relatif lebih tinggi.

Tabel 29 Pengelompokan bihun berdasarkan persen rehidrasi Nilai persen rehidrasi

<335% >335% G5, G6

I4

B1, B2, B4, B5, B6 BI4, BI5, BI6

G1,G2, G3, G4 I1,I2, I3,I5, I6

B3

Persen rehidrasi bihun berhubungan dengan viskositas trough atau viskositas panas bahan baku. Pada Tabel 30 dapat dilihat pengelompokan bahan baku berdasarkan nilai VT.

Tabel 30 Pengelompokan bahan baku berdasarkan nilai VT Nilai VT

<1885 cP >1885 cP

G4, G6 I4, I6

B2, B3, B4, B5, B6 BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

G1,G2, G3,G5 I1,I2, I3,I5

B1 BI1

Viskositas panas yang tinggi menunjukkan kestabilan pasta terhadap proses pemanasan dan berefek pada rendahnya persen rehidrasi dari produk bihun yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 29 dan 30, secara umum bahan baku dengan nilai VT rendah cenderung menghasilkan bihun sukun dengan persen rehidrasi tinggi, begitu juga sebaliknya.

Selain nilai VT, persen rehidrasi juga terkait dengan nilai swelling volume

bahan baku. Swelling volume menunjukkan kemampuan bahan baku untuk mengembang dalam sistem pati-air dan sangat terkait dengan kapasitas penyerapan air. Bahan baku dengan nilai swelling volume tinggi akan memiliki persen rehidrasi yang tinggi pula. Pada Tabel 31 dapat dilihat pengelompokan bahan baku berdasarkan nilai swelling volume. Dengan membandingkan Tabel 29 dan 31 dapat dilihat bahwa bahan baku dengan nilai swelling volume rendah cenderung menghasilkan bihun dengan persen rehidrasi yang rendah pula.

Tabel 31 Pengelompokan bahan baku berdasarkan nilai swelling volume

Nilai swelling volume

< 8.5 ml/g >8.5 ml/g

G4 I3,I4 B4, B6 BI3, BI4, BI5, BI6

G1,G2, G3, G5, G6 I1,I2, I5, I6 B1,B2, B3,B5

BI1,BI2

Bila dibandingkan dengan hasil tahap I, yang mengukur nilai KPAP dan persen rehidrasi bihun sukun sebelum perlakuan, penambahan hidrokoloid dan garam menyebabkan terjadinya perubahan pada kedua parameter sifat fisik bihun

tersebut. Pengaruh hidrokoloid dan CaCl2 terhadap sifat fisik bihun sukun disajikan pada Tabel 32. Pada bihun yang diproduksi dari tepung sukun 100%, penambahan hidrokoloid menurunkan nilai KPAP. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan hidrokoloid dapat meningkatkan kekompakan struktur bihun selama rehidrasi. Hal yang berbeda terjadi pada bihun yang dibuat dari campuran tepung sukun dan tepung beras, dimana penambahan hidrokoloid justru semakin meningkatkan nilai KPAP. Penambahan hidrokoloid juga meningkatkan kapasitas penyerapan air dari bihun yang dapat dilihat dari nilai persen rehidrasi yang semakin tinggi dengan adanya hidrokoloid.

Tabel 32 Pengaruh hidrokoloid dan garam terhadap KPAP dan persen rehidrasi bihun

Parameter

Tepung sukun 100% Tepung sukun 85% + tepung beras 15% Efek

hidrokoloid

Efek CaCl2 Efek hidrokoloid Efek CaCl2

KPAP Menurun Menurun pada

penggunaan guar gum Meningkat Meningkat Persen

rehidrasi

Meningkat Menurun pada penggunaan:

- iles-iles dan

konsentrasi CaCl2 1% - guar gum dan

konsentrasi CaCl2 2%

Meningkat Meningkat

Keterangan: efek hidrokoloid diamati pada konsentrasi CaCl2 0%

d. Waktu Rehidrasi

Hasil analisis data menunjukkan bahwa faktor jenis tepung dan jenis serta konsentrasi hidrokoloid berpengaruh nyata terhadap waktu rehidrasi bihun sukun seperti yang disajikan pada Tabel 33 dan Lampiran 4 (P<0.05). Tidak terdapat interaksi yang nyata di antara faktor jenis tepung, jenis dan konsentrasi hidrokoloid, serta konsentrasi CaCl2 terhadap waktu rehidrasi bihun sukun. Bila dibandingkan dengan kontrol, bihun yang dibuat dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan iles-iles memiliki waktu rehidrasi yang lebih singkat. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi antara tepung sukun, tepung beras dan iles-iles mampu menurunkan waktu pemasakan bihun.

Tabel 33 Waktu rehidrasi bihun sukun (dalam menit) hasil interaksi tepung, hidrokoloid dan CaCl2

CaCl2

(%)

Tepung sukun 100% Tepung sukun 85% + tepung beras 15%

Guar gum Iles-iles Guar gum Iles-iles 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5%

0 5.00 ± 0.71 5.75 ± 0.35 6.25 ± 0.35 5.50 ± 0.00 5.75 ± 0.35 6.75 ± 0.35 4.75 ± 0.35 5.00 ± 0.71

1 4.75 ± 0.35 6.25 ± 0.35 5.25 ± 0.35 4.50 ± 0.71 6.75 ± 0.35 7.00 ± 0.71 5.50 ± 0.71 5.00 ± 0.00

2 5.50 ± 0.00 5.50 ± 0.00 4.50 ± 0.71 5.50 ± 0.00 7.25 ± 0.35 6.25 ± 0.35 5.00 ± 0.71 5.00 ± 0.00

Kontrol 5.75 ± 0.35

Keterangan: Kontrol = tepung sukun 100%

Bihun yang diproduksi dari tepung sukun 100% dengan penambahan guar gum memiliki waktu rehidrasi yang lebih singkat dibandingkan bihun yang dihasilkan dari campuran tepung sukun dan tepung beras. Sementara untuk iles-iles, bihun sukun 100% memberikan waktu rehidrasi yang lebih lama dibandingkan bihun yang diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras. Peningkatan konsentrasi guar gum cenderung mempersingkat waktu rehidrasi bihun sukun, kecuali pada konsentrasi CaCl2 2%. Sedangkan peningkatan konsentrasi iles-iles cenderung meningkatkan waktu rehidrasi bihun sukun, kecuali pada konsentrasi CaCl2 2%.

Pada Tabel 34 disajikan pengelompokan bihun berdasarkan waktu rehidrasi. Terlihat bahwa bihun yang diproduksi dari tepung sukun dengan disubstitusi oleh tepung beras dan penambahan guar gum menghasilkan bihun dengan waktu rehidrasi yang relatif lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya.

Tabel 34 Pengelompokan bihun berdasarkan waktu rehidrasi Waktu rehidrasi

<6 menit >6 menit

G1, G2, G3, G5, G6 I2, I3, I5, I4, I6

B1

BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

G4 I1

B2, B3, B4, B5, B6

Parameter waktu rehidrasi bihun sukun terkait dengan karakteristik suhu gelatinisasi dan waktu puncak dari bahan baku yang digunakan. Suhu gelatinisasi dan waktu puncak dari campuran bahan baku yang lebih tinggi menyebabkan pati lebih lambat mengalami gelatinisasi sempurna setelah introduksi gelatinisasi

terjadi. Oleh karena itu, bihun sukun yang dihasilkan dari bahan baku tersebut memiliki waktu rehidrasi yang lebih lama.

Pada Tabel 35 dapat dilihat pengelompokan bahan baku berdasarkan suhu gelatinisasi serta waktu puncak. Bila dilihat dari karakteristik bahan baku yang digunakan, terdapat kesesuaian antara parameter waktu rehidrasi dengan suhu gelatinisasi dan waktu puncak dari bahan baku.

Tabel 35 Pengelompokan bahan baku bihun berdasarkan suhu gelatinisasi dan waktu puncak

Suhu gelatinisasi

<77.2 °C >77.2 °C

G1, G2, G3, G4 I1, I2, I3, I4

B1, B2 BI1, BI2

G5, G6 I5,I6 B3, B4, B5, B6 BI3, BI4, BI5, BI6 Waktu puncak

<10.34 menit >10.34 menit G1, G2, G3, G4, G6

I1, I2

B1,B2, B3, B4, B5, B6 BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6

G5 I3, I5, I4, I6

Secara umum, bihun sukun dengan waktu rehidrasi yang singkat memiliki karakteristik suhu gelatinisasi yang rendah. Hal ini dapat terlihat pada hampir seluruh perlakuan, kecuali pada campuran tepung sukun dengan tepung beras dan iles-iles (kode BI). Bihun dengan kode BI memiliki waktu rehidrasi yang singkat, tetapi suhu gelatinisasi bahan bakunya relatif tinggi. Hal ini dimungkinkan oleh lebih dominannya karakteristik waktu puncak bahan baku.

Waktu puncak bahan baku bihun berkode BI berada pada kelompok <10.34 menit atau waktu puncak yang lebih singkat. Kondisi ini sangat berkorelasi dengan waktu rehidrasi bihun yang dihasilkan. Bahan baku dengan waktu puncak yang singkat akan menghasilkan waktu rehidrasi yang singkat pula.

e. Tekstur Bihun Sukun e.1. Kekerasan

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa interaksi antara tepung, hidrokoloid dan CaCl2 menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap kekerasan bihun sukun seperti yang disajikan pada Tabel 36 dan Lampiran 4. Bihun yang dibuat dari campuran tepung sukun dan tepung beras cenderung memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi daripada bihun yang dibuat dari tepung sukun 100%.

Tabel 36 Nilai kekerasan bihun sukun (dalam gf) hasil interaksi tepung, hidrokoloid dan CaCl2

CaCl2

(%)

Tepung sukun 100% Tepung sukun 85% + tepung beras 15% Guar gum Iles-iles Guar gum Iles-iles 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5% 1% 0.5%

0 1183.45gf 834.15k 930.80jki 1068.60ghi 1695.80c 1200.80gf 1370.45ed 1741.10c 1 1012.65jhi 1074.6ghi 944.60jki 1292.35ef 1948.65b 3701.70a 921.30jki 1182.70gf 2 904.05jk 1138.2gh 905.30jk 1130.25gh 2275.35b 1434.15ed 1491.80d 957.50jki

Kontrol 1575.40

Bihun komersial 2594.90

Keterangan: superscript yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan (P<0.05)

Bila dibandingkan dengan kontrol, bihun yang dihasilkan dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan guar gum memiliki nilai kekerasan yang relatif lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi tepung beras terhadap tepung sukun mampu memperbaiki kekompakan struktur bihun yang dihasilkan.

Bihun sukun yang dihasilkan pada penelitian ini secara umum memiliki tingkat kekerasan jauh di bawah bihun komersial. Bihun komersial memiliki nilai