• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.4 Faktor – faktor yang Menyebabkan Perubahan Kadar Vitamin C

2.4.2 Pengaruh Panas

Kehilangan vitamin C pada pemasakan atau pengolahan sayuran sangat bergantung pada jenis sayuran dan proses yang digunakan. Seperti halnya vitamin yang larut dalam air.Kehilangan yang terbesar terjadi pada bleaching dengan air panas karena adanya bleaching vitamin dari jaringan.Hal yang harus diperhatikan adalah suhu air pembleaching jangan sampai menyebabkan kenaikkan aktivitas enzim.

Dalam berbagai jenis sayuran perlakuan panas pada waktu memasak sayuran mengakibatkan kerusakan vitamin C yang besarnya lebih dari 50% selama 1 jam. (Andarwulan, N. 1992)

2.4.3 Pengaruh oksidasi oleh udara

Pada pemotongan dan pengirisan buah atau sayuran mentah sebagian sel-selnya rusak terpotong.Keadaan ini menyebabkan terbuka pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari yang mengandung sinar ultraviolet.Mengiris-iris buah atau sayur menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan semakin berat bila sesudah dipotong-potong masih dibiarkan saja beberapa lama sebelum dimasak.Pengirisan buah atau sayur mentah sebaiknya dilakukan segera sebelum dimasak lebih lanjut.

2.4.4 Pengaruh logam-logam

Vitamin C juga akan mudah hilang dengan adanya ion-ion logam yang terlepas dari alat pemasak yang dibuat dari bahan logam akan memudahkan terjadinya kerusakan oleh oksidasi vitamin C. kerusakan vitamin C dapat dihindari dengan menggunakan alat pemasak berlapis email atau terbuat dari bahan stainless steel.

2.4.5 Pengaruh cara pengolahan

Semua bahan pangan yang diolah akan mengalami derajat kehilangan vitamin tertentu (tergantung cara pengolahan). Pada umumnya suatu pengolahan bahan pangan dapat meminimumkan kehilangan zat gizi dan menghasilkan produk yang aman dikonsumsi.Enzim vitamin C oksidase dapat menyebabkan perombakan vitamin C. di dalam buah utuh system enzimnya terkendali hanya bila terjadi perubahan struktur sel akibat kerusakan mekanis enzim oksidase menjadi aktif.Selain itu enzim oksidase vitamin C dengan molekul oksigen menyebabkan kerusakan vitamin C secara langsung. (Andrawulan, N. 1992)

Di dalam sel-sel yang utuh enzim tersebut terpisah dari vitamin C, tetapi bila sayuran dan buah-buahan dipotong atau diiris maka vitamin C akan kontak dengan enzim dan mengalami kerusakan. Enzim akan terbebaskan ketika sel-sel dipotong. Pada pengirisan dan pemotongan buah atau sayuran, sebagian selnya akan rusak dan terpotong hingga isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Keadaan ini menyebabkan terbuka pengaruh udara yang mengandung oksigen dan pengaruh sinar matahari.Mengiris-iris buah atau sayuran menjadi potongan yang semakin halus menyebabkan kerusakan berat. (Gaman, P. M 1981)

2.4.6 Pengaruh aktivitas air

Vitamin C bersifat sangat larut dalam air, akibatnya sangat mudah hilang akibat luka dipermukaan atau pada waktu pemotongan bahan pangan. Pengaruh aktivitas air akibat aktivitas air terhadap stabilitas vitamin C juga dapat perhatian para ahli. Beberapa para ahli telah membuktikan bahwa kecepatan kerusakan vitamin C dalam bahan pangan akan meningkat dengan meningkatnya kativitas air. (Andarwulan, N. 1992)

2.4.7 Pengaruh lama penyimpanan

Secara statistic pengaruh lama penyimpanan terhadap kandungan vitamin C tidak berbeda nyata akan tetapi cenderung mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena tertundanya penguapan air yang menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi layu.Dimana enzim askorbat oksidase tidak dibebaskan oleh sel sehingga tidak mampu mengoksidasi vitamin C lebih lanjut menjadi senyawa yang tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. Tetapi apabila sel mempunyai kelayuan enzim askorban oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat hingga vitamin C mengalami kerusakan.

Penurunan kadar vitamin C paling cepat dapat disebabkan karena suhu kamar kondisi lingkungan tidak dapat dikendalikan seperti adanya panas dan oksigen sehingga proses pemasakan buah berjalan dengan sempurna pernyataan ini juga didukung oleh Trenggono dkk (1990) yang menyatakan penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kandungan vitamin C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksida. (Rachmawati, R. 2009)

2.4.8 Pengaruh pembekuan

Stabilitas asam askorbat biasanya meningkat dengan penurunan suhu penyimpanan, akan tetapi selama pembekuan akan terjadi kerusakan yang cukup besar. Kerusakan ini bervariasi untuk setiap jenis bahan pangan, tetapi suhu penyimpanan dibawah -180C dapat menyebabkan kerusakan cukup berarti. (Andarwulan, N. 1992)

2.5 Pengaruh-pengaruh fisik dan Kimia selama penyimpanan 2.5.1 Pengaruh Keasaman

Keasaman merupakan salah satu komponen utama penyusun sel yang mengalami perubahan selama pematangan bauh.Perubahan keasaman dalam penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengantingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan.Biasanya buah yang belum masak mengandung asam yang relative tinggi dari buah yang sudah masak.

Kadar asam organic dalam kebanyakan buah-buahan mulanya bertambah tetapi kemudian berkurang perlahan-lahan pada waktu pematangan kecuali pisang dan nenas dimanapun justru bertambah menjelang matang.Kenaikan asam ini disebabkan oleh biosintesis asam oksalat yang berlebihan pada waktu buah pisang masih hijau dan biosintesa asam malat yang dominan pada tingkat kemasakan berikutnya.

2.5.2 Perubahan Warna

Perubahan warna yangpertama sekali terjadi adalah perubahan warna kulit dari hijau menjadi kuning sampai jingga kecuali beberapa buah lainnya.Warna yang terdapat pada buah-buahan dan sayuran disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya.Hilangnya warna hijau tersebut Karen perombakan struktur klorofil.Perombakan ini dapat disebabkan oleh perubahan pH, adanya system oksidasi maupun pengaruh enzim klorofilase.

2.5.3 Pengaruh Kekerasan Buah

Selama proses pematangan buah dan penyimpanan kerusakan atau struktur buah akan turun terus menerus sehingga buah menajadi lunak. Hal ini terjadi karena perubahan pada dinding sel dan senyawa pectin.Senyawa pectin terdiri dari protopektin, pectin, asam pektat, dan asam pektinat.Pectin yang tidak larut adalah protopektin yang terdapat pada buah mentah kemudian dirubah menjadi pectin yang larut dengan pertolongan enzim sehingga kekerasan buah menurun.Buah menjadi lunak atau lembek disebabkan oleh terdegradasinya hemiselulosa dan protopektin.

2.5.4 Perubahan Kadar Vitamin C

Asam askorbat biasanya tinggi pada buah yang belum matang.Begitu buah matang dan bertambah besar umumnya berkurang konsentrasinya.Vitmin C dapat terbentuk sebagai asam L-dehidroskorbat dan asam L-askorbat.Kedua bentuk ini mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroskorbat. Asam L-dehidroskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulanat yang tidak memiliki keaktifan sebagai vitamin C lagi.

Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak.Disamping sangat mudah larut dalam air. Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar matahari, alkali, oksidator serta oleh katalis Cu dan Fe.

Kerusakan mekanis juga dapat menyebabkan berkurangnya asam askorbatkarena asam askorbat sangat peka terhadap oksidasi terutama oleh adanya enzim asam askorbat oksidase yang terdapat dalam jaringa makanan. Enzim lain yang dapat merusak asam askorbat secara tidak langsung adalah fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase.

2.6 Metode Penentuan Kadar Vitamin C 2.6.1 Metode Spektrofotometri Ultraviolet

Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada 265 nm. Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali mengalami kerusakan maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran , sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat dari pada vitamin C. hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin. (Anderwulan, N. 1992)

2.6.2 Metode titrasi 2,6-diklorofenol indofenol

Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasan netral atau basa akan berwarna biru sedangkan dalam suasan asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna dan bila semua

asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan 2,6-diklorofenol indofenol sedikit saja sudah akan terlihat terjadinya warna merah merah muda. (Sudarmadji, 1989)

Titrasi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak factor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metaposfat, asam asetat, asam trikloro asetat dan asam oksalat. Penggunaan asam-asam kuat diatas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu larutan asam metaposfat-asetat juga berguna untuk panagn yang mengandungprotein karena asam metaposfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein. Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Anderwulan, . 1992)

Metode ini pada saat sekarang merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menentukan kadar vitamin C dalam bahan pangan. Metode ini lebih baik dibandingkan dengan metode iodimetri karena zat pereduksi lain tidak mengganggu penetapan kadar vitamin C. reaksinya berjalan kuantitatif dan praktis sfesifik untuk larutan asam askorbat pada pH 1-3,5.

2.6.3 Metode titrasi Iodin

Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi menggunakan larutan 0,01 N Iodin. Metode ini tidak efektif dalam mengukur kandungan asam askorbat dalam bahan pangan, karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi. Senyawa-senyawa tersebut mempunyai warna titik akhir titrasi yang sama dengan warna titik akhir titrasi asam askorbat dengan iodin. (Andarwulan, 1992)

Iodin akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dimana dalam hal ini potensial reduksi iodin +0,535 volt, karena vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil +0,116 volt dibandingkan iodin sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodin. (Anderwulan, 1992 ; Rohman, 2007)

Deteksi titik akhir titrasi pada iodin ini dilakukan dengan menggunakan indicator amilium yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi. (Rohman, 2007)

Menurut Anderwulan (1992) metode iodin tidak efektif untuk mengukur kandungan vitamin C dalam bahan panagan karena adanya komponen lain selain vitamin C yang juga bersifat pereduksi.

2.6.4 Titrasi Langsung

Larutan standart yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfate. Garam ini biasanya berbentuk pentahidrat Na2S2O3.5H2

Titrasi tidak langsung merupakan titrasi dimana Na

O larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbang secara langsung. Tetapi harus distandarisasi.Ion Iodin merupakan oksidator lemah, sedangkan ion iodide merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat.Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan pembebasan iodium yang kemudia dititrasi dengan larutan natrium thiosulfate. (Day & Underwood, 1981)

2S2O3 sebagai titran. Analat harus berbentuk sebagai oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat selalu direduksi dengan KI sehingga terjadi I2 , lalu dititrasi dengan Na2S2O3. Amilum dengan I2

membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2

2.6.5 Metode polarografik

sedikit sekali. Pada akhir titrasi iodium yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi.Bila iodium masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum maka hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.

Metode ini berdasarkan pada potensial oksidasi asam askorbat dalam larutan asam ataupun bahan pangan yang bersifat asam, misalnya ekstrak buah-buahan dan sayuran. (Anderwulan, N. 1992)

2.6.6 Metode Biokimia

Metode ini berdasarkan kemampuan enzim asam askorbat oksidase untuk mengoksidasi asam askorbat.Reaksi oksidasi ini ternyata tidak bersifat spesifik untuk menghasilkan hasil yang

memuaskan karena enzim tersebut dapat juga mengoksidasi komponen-komponen organic lain yang terdapat dalam ekstrak buah atau jaringan hewan, terutama senyawa organic yang dapat mereduksi biru metilen (methylen blue). Lebih lanjut dibuktikan bahwa enzim asam askorbat yang diisolasi dari labu tidak bereaksi dengan vitamin C dalam urin manusia, cairan sumsum tulang belakang dan susu sapi. (Andarwulan, N 1992)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1Alat dan Bahan 3.1.1Alat –alat

- Pisau

- Blender Philips

- Beaker Glass Pyrex - Gelas Ukur Pyrex - Erlenmeyer Pyrex - Labur Ukur Pyrex - Pipet Volume 1 ml Pyrex

- Corong Pyrex - Mikroburet - Pipet tetes - Spatula - Kertas Saring - Neraca Analitik 3.1.2Bahan – bahan - Buah Sirsak

- 2,6 Diklorofenol Indofenol p.a (E.Merck) - Asam Metaposfat p.a (E.Merck) - Asam Asetat p.a (E.Merck) - NaOH P.a (E.Merck) - Asam Askorbat P.a (E.Merck) - Aquades

3.2Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

a. Larutan 2,6 diklorofenol indofenol

Ditimbang 50 mg 2,6 diklorofenol indofenol lalu tambahkan 50 mL NaHCO3

b. Larutan Asam metaposfat

, kocok lalu tambahkan air hingga 200 mL.

Dilarutkan 15 g asam metaposfat dalam 40 mL asam asetat dan encerkan dengan air hingga 500 mL. c. Larutan NaHCO Dilarutkan 0,084 g NaHCO 3 3 dalam 100 mL air.

3.2.2 Kesetaraan Pentiter 2,6 Diklorofenol Indofenol

Ditimbang 50 mg asam askorbat, lalu dipisahkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian dilarutkan dengan larutan asam metaposfat, dicukupkan sampai garis tanda. Dipipet 1 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan tambahkan larutan asam metaposfat 6 ml. Titrasi segera dengan larutan 2,6 diklorofenol indofenol hinggan warna mereah muda. Lalu dilakukan dengan 2,6 diklorofenol indofenol hingga warna merah muda.

3.2.3 Penyiapan Larutan Sampel

Buah sirsak yang matang dan segar dicuci hingga bersih. Lalu buah sirsak dikupas dan dibuang kulitnya. Timbahng sekitar 800 g lalu diblender. Kemudian diambil sebanyak 50 g, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Selanjutnya tambahkan asam metaposfat hingga garis tanda lalu homogenkan. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring.

3.2.4 Penetapan Kadar Vitamin C

Pipet 2 ml, larutan sampel lalu masukkan ke dalam labu erlenmeyer dan tambahkan 5 ml asam metaposfat. Lalu dititrasi dengan menggunakan latutan diklorofenol indofenol sampai terjadi warna merah muda.

3.3 Bagan Penelitian

Disimpan dalam suhu kamar selama 0 jam. Dikupas dan dibuang kulitnya.

Ditimbang 800 g. Diblender.

Diambil sebanyak 50 g.

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.

Ditambahkan asam metaposfat hingga garis tanda.

Di homogenkan dan disaring.

Dipipet 2 ml.

Dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer. Ditambahkan 5 ml asam metposfat.

Dititrasi dengan 2,6 diklorofenol indofenol sampai terjadi warna merah muda.

Dilakukan hal yang sama untuk penyimpanan 3, 6, 9 dan 12 jam.

Buah Sirsak

Filtrat

Dokumen terkait