• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA)

Pasal 17 (1) Notaris dilarang:

3.2 Pengaturan Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA)

Dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia salah satunya adalah masalah penegakan hukum (law enforcement). Dalam melakukan penegakan hukum (law enforcement) terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu kepastian hukum (rectssicherheit atau legal certainty), kemanfaatan (zweckmassigkeit atau benefit) dan keadilan (gerechtigkeit atau justice) yang harus berjalan secara harmonis.90 Peranan hukum dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif merupakan peryaratan mutlak mengikat investor asing tidak akan melakukan investasi di tempat yang tidak memiliki kepastian hukum. Kepastian hukum tersebut tidak hanya berarti ketersediaan perangkat perundang – undangan yang dibutuhkan dalam kegiatan penanaman modal, tetapi juga terkait erat dengan penegakan atau pelaksanaan dari peraturan perundang – undangan tersebut.

90

Soedikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Cet V, Liberty, Yogyakarta (selanjutnya ditulis Soedikno Mertokusumo III), hal. 160 - 162

Tidak jarang kita temui dalam praktek bahwa para investor asing yaitu sebagai pihak beneficiary dalam berinvestasi di Indonesia dengan mendirikan perusahaan berbadan hukum PT.PMA menggunakan nominee sebagai pemegang sahamnya. Ada beberapa alasan mengapa beneficiary tersebut menggunakan nominee diantaranya adalah sebagai syarat berdirinya PT dimana UUPT mensyaratkan PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, selain itu penggunaan nominee dalam kepemilikan saham oleh beneficiary adalah untuk mencari jalan keluar dari pembatasan - pembatasan bidang usaha yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pihak beneficiary yang menunjuk pihak Indonesia sebagai nominee tentunya memiliki kepentingan komersial tertentu, yaitu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dengan melakukan investasi dalam bidang usaha yang tertutup bagi investasi asing di Indonesia. Dengan tujuan untuk kepentingan komersial tersebut, beneficiary memiliki keinginan untuk tidak diketahui oleh khalayak umum ataupun pemerintah Indonesia sebagai pihak yangsebenarnya memiliki saham. Dengan menggunakan konsep nominee, maka nama dan identitas dari pemilik saham yang sebenarnya akan dapat dirahasiakan dari khalayak umum dan pemerintah Indonesia karena nama dan identitas yang tercatat sebagai pemilik dari saham tersebut adalah nama dan identitas dari pihak nominee yang ditunjuk.

Pembatasan bidang usaha untuk PMA diatur dalam Pasal 12 ayat (2) UUPM yang meliputi:

b. Bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan undang - undang.

Selain itu pembatasan bidang usaha untuk penanaman modal diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal, dimana peraturan ini mengatur tentang bidang usaha apa yang terbuka dan bidang usaha apa yang tertutup atau disebut Daftar Negatif Investasi (DNI) dan pengaturan pembagian saham untuk melakukan penanaman modal.

Dengan digunakannya nama serta identitas dari nominee sebagai pihak yang tercatat secara hukum, maka pihak beneficiary memberikan kompensasi dalam bentuk nominee fee. Jumlah dari nominee fee tersebut berdasarkan kesepakatan bersama antara nominee dan beneficiary. Setelah tercapainya kesepakatan bersama, maka jumlah dan tata cara pembayaran dari nominee fee akan dituangkan dalam bentuk suatu perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh nominee dan beneficiary sebagai suatu bentuk persetujuan. Dalam perjanjian nominee selain mengatur mengenai jumlah dan tata cara pembayaran nominee fee, juga ada beberapa perjanjian yang mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang mewajibkan dan atau melarang nominee untuk melakukan sesuatu hal yang berkaitan dengan penggunaan konsep nominee, jadi perjanjian nominee merupakan suatu back up bagi beneficiary agar nominee tidak bisa bergerak bebas atas saham yang diatasnamakan tersebut.

Dalam Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa: ”setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi”, artinya konsep kepemilikan saham dalam UUPT merupakan saham kepemilikan mutlak (dominium plenum). Pasal tersebut sebenarnya merupakan pelarangan tentang penggunaan nominee dimana UUPT yang hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee. Tetapi dalam prakteknya penggunaan nominee dengan menggunakan perjanjian nominee tetap menjadi pilihan utama bagi para investor terutama investor asing dalam berinvestasi secara langsung. Karena didalam UUPT tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang nominee dan perjanjian nominee maka didalam praktek banyak kita temui praktek penggunaan nominee melalui perjanjian nominee. Didalam UUPT hanya mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tanpa diatur pelarangan terhadap penggunaan nominee dan perjanjian nominee, jadi pasal inilah sebenarnya yang menjadi celah bagi para investor asing untuk membuat perjanjian nominee saham selain pembatasan – pembatasan bidang usaha.

Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee tetapi didalam UUPM dalam Pasal 33 ayat (1) mengenai sanksi yang menyebutkan : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan

atas nama orang lain”. Definisi dari penanam modal dalam negeri dan penananam modal asing terdapat dalam Pasal 1 angka 5 dan 6 UUPM, yaitu:

1.Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia. 2. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan

usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara republik Indonesia

Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Hal ini untuk mencegah adanya pelanggaran dari daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi, dimana mengatur mengenai bidang usaha yang diperbolehkan pihak asing untuk masuk dengan pembatasan persentase saham, maupun bidang usaha yang sama sekali tidak diperbolehkan untuk pihak asing.

Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan: “dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Tujuan pengaturan hal ini adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki oleh seseorang, tetapi secara materi atau substansi, pemilik perseroan tersebut adalah orang lain. Sangat jelas dan tegas bahwa perjanjian nominee dilarang dalam UUPM tetapi dalam mendirikan PMA harus membuat badan usaha berbentuk badan hukum PT yang mensyaratkan pendirian PT oleh 2 (dua) orang atau lebih tetapi tidak mengatur mengenai persyaratan

untuk menjadi pemegang saham dan dalam UUPT tidak mengatur atau melarang penggunaan nominee saham maupun perjanjian nominee saham.

Walaupun dalam UUPM terdapat pelarangan secara jelas dan tegas mengenai pelarangan perjanjian nominee namun dalam prakteknya banyak dilakukan, ini menunjukkan pengaturan pelarangan nominee saham dan perjanjian nominee saham tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini menurut Pound, hukum telah gagal untuk merubah masyarakat, dan telah gagal untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial dimasyarakat.91 Dianggap telah gagal karena ketidaksanggupan institusi penegak hukum untuk mengetahui adanya perjanjian nominee saham dalam PT. PMA.

Menurut Gustav Radbruch kepastian hukum merupakan salah satu elemen yang disebut cita hukum atau the idea of law disamping elemen keadilan (justice) dan kepatutan (expediency). Kepastian hukum mensyaratkan hukum menjadi hukum positif (to be positive). Pemakaian nominee dan perjanjian nominee saham dalam prakteknya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, ini menunjukkan bahwa adanya kebutuhan pemakaian nominee dan perjanjian nominee dalam masyarakat dan para investor asing, yang diharapkan bisa menjamin kepastian hukum dalam menanamkan investasinnya di Indonesia. Ketidakpastian hukum timbul dalam UUPT yang tidak mengatur jelas dan tegas tentang persyaratan pemegang saham sehingga menjadi celah dalam pemakaian nominee dan perjanjian nominee yang tidak ada pelarangan secara jelas dan tegas dalam UUPT. Sanksi dalm UUPM menjadi tidak efisien karena pelarangan perjanjian nominee

91Freeman, M.D.A. Lloyd‟s, 2001, Introduction to Jurisprudence, 7 edition, Sweet & Maxwell, London, page 673-675

saham terdapat dalam ruang lingkup yang lebih sempit, yaitu hanya pada penanaman modal dan meskipun demikian masih banyak juga yang melanggar pelarangan penggunaan nominee saham dengan menggunakan perjanjian nominee saham dalam PT.PMA.

3.3 Analisis Kekuatan Hukum Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan