• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Keputusan Tata Usaha Negara

1. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Sengketa Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 10 Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Unsur-unsur sengketa Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan pengertian sengketa Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut:

36 Indroharto, Op. Cit., hlm. 35-35

1) sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara

2) sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

3) sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.37

Sengketa Tata Usaha Negara selalu sebagai akibat dari dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Antara sengketa Tata Usaha Negara dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara selalu harus ada hubungan sebab akibat. Tanpa dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, tidak mungkin sampai terjadi adanya sengketa Tata Usaha Negara. Mengenai apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara tertuang dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Uraian dari maksud Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut:

a. Penetapan tertulis

Penjelasan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa, istilah penetapan tertulis terutama menunjuk

kepada isi bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas:

1) Badan atau Pejabat TUN mana yang mengeluarkannya; 2) maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu;

3) kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya.38

Unsur penetapan tertulis ini ada pula pengecualiannya, yaitu Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang dikenal dengan Keputusan Tata Usaha Negara fiktif atau negatif. Sedangkan dalam penjelasan Pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa: Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan yang diterimanya.

38Ibid., hlm. 18-19

b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Atau dengan perkataan lain, Badan atau Pejabat Tata Usaha negara adalah Badan atau Pejabat yang berdasarkan Peraturan Perundang-undangan mempunyai wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan dalam hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yang dimaksud urusan pemerintahan ialah kegiatan yang bersifat eksekutif. Indroharto menyatakan bahwa apa yang dimaksud dengan kegiatan yang bersifat eksekutif adalah kegiatan yang bukan kegiatan legislatif atau yudikatif. c. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan

Dalam negara hukum, setiap tindakan hukum pemerintah harus berdasarkan pada asas legalitas, yang berarti bahwa pemerintah tunduk pada undang-undang. Esensi dari asas legalitas adalah wewenang, yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. Tindakan hukum tata usaha negara dapat diartikan sebagai perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Dapat dilihat bahwa tindakan Badan atau

Pejabat Tata Usaha Negara ini dilakukan atas dasar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan terhadap seseorang atau badan hukum perdata.

d. Bersifat konkret, individual dan final

1) Bersifat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

2) Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju.

3) Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.

e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata Keputusan merupakan wujud konkret dari tindakan hukum pemerintahan. Secara teoritis, tindakan hukum berarti, tindakan-tidakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu. Tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. Sehingga, tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh organ

pemerintahan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu khususnya di bidang pemerintahan atau administrasi negara. Yang dimaksud dengan menimbulkan akibat hukum adalah menimbulkan akibat hukum Tata Usaha Negara, karena penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara.

Akibat hukum Tata Usaha Negara tersebut dapat berupa:

1) menguatkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang telah ada (declaratoir), misalnya surat keterangan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah yang isinya menyebutkan antara A dan B memang telah terjadi jual beli tanah atau surat keterangan dari Kepala Desa yang isinya menyebutkan tentang asal-usul anak yang akan nikah;

2) menimbulkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang baru (constitutief), misalnya Keputusan Jaksa Agung tentang pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil atau Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang isinya menyebutkan suatu Perseroan Terbatas diberikan izin mengimpor suatu jenis barang.39

Lalu lintas pergaulan hukum khususnya dalam bidang keperdataan, dikenal istilah subyek hukum, yaitu ”dedrager van de rechten en plichten” atau pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Subyek hukum ini terdiri dari manusia (natuurlijke persoon)

39Ibid., hlm. 18-29

dan badan hukum (rechtpersoon). Kualifikasi untuk menentukan subyek hukum adalah mampu (bekwaam) atau tidak mampu

(ombekwaam) untuk mendukung atau memikul hak dan kewajiban hukum. Berdasarkan hukum keperdataan, seseorang atau badan hukum yang dinyatakan tidak mampu seperti orang yang berada dalam pengampuan dan perusahaan yang dinyatakan pailit tidak dapat dikualifikasi sebagai subjek hukum.40

Menurut Chidir Ali yang dimaksud dengan badan hukum perdata adalah badan hukum yang terjadi atau didirikan atas pernyataan kehendak dari orang perseorangan. Indroharto menyatakan badan hukum perdata adalah badan atau perkumpulan atau organisasi atau korporasi dan sebagainya yang didirikan menurut ketentuan hukum perdata yang merupakan badan hukum (rechtspersoon) murni dan tidak memiliki dual function seperti misalnya, Provinsi, Kabupaten, Bank Indonesia, Dewan Pers dan sebagainya, yang di samping merupakan badan hukum perdata, juga merupakan badan hukum publik.41