• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TANGGUNG JAWAB DIREKSI YANG BERTINDAK SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

AKIBAT HUKUM DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Organ-Organ Perseroan

Kata perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia adalah perseroan comanditer (CV yaitu Commanditaire Vennotschap) dan Perseroan Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini di atur dalam Buku ke 1 Bab III bagian kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang di atur dalam KUHPerdata yang disebut maatschap atau persekutuan perdata.

Bentuk Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena Perseroan Terbatas merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. Sebutan Perseroan Terbatas (PT) ini dari hukum dagang Belanda (WvK) dengan singkatan Naamloze Vennotschap, yang singkatannya juga lama dikenal di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini berasal dari bahasa Perancis dengan singkatan SA atau Sociate Anonyme yang secara harfiah artinya perseroan tanpa nama. Maksudnya adalah bahwa Perseroan Terbatas itu tidak menggunakan nama salah seorang atau lebih di antara para pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja (Pasal 36 KUHD). Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang maupun KUHPerdata yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, secara formal belum pernah diganti melalui undang-undang. Undang-undang tersebut telah berlaku sejak lama berdasarkan Staatsblad 1847 Nomor 23.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (1) atau yang sering disebut UUPT memberi pengertian atau defenisi tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang

Pada tahun 1967, ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pengusaha berlomba mendirikan Perseroan Terbatas, baik itu perusahaan joint venture maupun perusahaan nasional. Hal ini mengakibatkan pertambahan badan usaha yang bernama Perseroan Terbatas mengalami peningkatan dalam kuantitasnya. Dengan adanya ketentuan terhadap investor asing yang akan menanamkan modalnya atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus mendirikan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas, juga karena para usahawan itu sendiri yang memilih untuk mendirikan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas dalam aktivitas usahanya. Pemilihan ini tentu bukan tidak beralasan karena bentuk

Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan usaha diyakini mempunyai kelebihan lain dibanding bentuk usaha lainnya. Sehingga Perseroan Terbatas dimasa mendatang akan terus menjadi pilihan dari para pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya20

Pendapat ini bisa kita lihat ditengah-tengah realita masyarakat, organisasi ekonomi (badan usaha) yang dimiliki konglomerat yang menguasai beberapa sektor perekonomian bentuknya adalah Perseroan Terbatas. Lebih lanjut Sri Rezeki Hartono mengatakan masih terdapat beberapa alasan praktis antara lain:

.

Alasanya Perseroan Terbatas banyak diminati di Indonesia salah satunya dikemukakan oleh Sri Rejeki Hartono sebagai berikut:

Perseroan Terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya pemegang saham. Oleh karena itu bentuk Perseroan Terbatas ini sangat diminati masyarakat.

21

1. Setiap jenis usaha mempunyai jangkauan relatif luas, pada izin operasionalnya selalu menyatakan bahwa perusahaan yang bersangkutan harus berbentuk badan hukum (pilihan utama pasti perseroan)

2. Setiap jenis usaha yang bergerak di bidang keuangan diisyaratkan dalam bentuk badan hukum, pilihan utama juga pada perseroan.

3. Perusahaan yang berpeluang memanfaatkan bursa modal hanyalah Perseroan Terbatas, maka sangat wajar apabila peningkatan jumlah Perseroan Terbatas di Indonesia semakin besar.

Dalam Pasal 1 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa organ perseroan terdiri dari rapat umum pemegang saham, direksi, dan komisaris. Dalam setiap organ perseroan tersebut mempunyai masing-masing tugas dan fungsi yang berbeda. Selanjutnya penulis akan membahas organ perseroan tersebut.

20

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum&Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 1-2.

21

Sri Rezeki Hartono, Kapita selekta hukum perusahaan . (Bandung: Penerbit mandar maju,2000), hlm. 2

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT yang mengatakan: rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar.

Akan tetapi, bila kita melihat pada bunyi kalimat ‘memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris, maka apa yang dimaksud di dalam Pasal 1 butir 4 UUPT tersebut di atas sebenarnya kekuasaan RUPS tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan undang-undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan Dewan Komisaris kekuasan yang dimiliki RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS.

Tugas, kewajiban dan wewenang dari setiap organ, termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi kebebasan bergerak, asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi meskipun direksi diangkat RUPS, sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berati bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau

bersumber dari pemberian kuasa RUPS kepada direksi, melainkan wewenang yang ada pada direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sahari-hari yang dilakukan direksi, sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS.

Dengan demikian, selama pengurus menjalankan wewenangnya dalam batas ketentuan undang-undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah atau instruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS, dengan perkataan lain, wewenang yang ada pada organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan anggaran dasar.22

Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT antara lain:

23

a. Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14) b. Penetapan, pengurangan modal (Pasal 37)

c. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 60) d. Pemantapan penggunaan laba (Pasal 62).

Penyelenggaraan RUPS pada pokoknya harus diselenggarakan di tempat Perseroan berkedudukan, atau tempat-tempat lain sebagaimana dimungkinkan dalam anggaran dasar perseroan, selama dan sepanjang tersebut masih berada dalam wilayah negara republik Indonesia.

22

Agus Budiarto, Op.Cit. hlm. 57-58. 23

Dalam tiap-tiap RUPS, yang harus dilaksanakan minimum setahun sekali, setiap lembar saham dalam perseroan dengan nilai nominal terkecil, yang ditentukan dalam anggaran dasar, kecuali untuk saham-saham yang diberikan perlakuan khusus, termasuk saham-saham tanpa suara, berhak mewakili/mengeluarkan satu suara dalam rapat. Pelaksanaan dari hak suara ini dalam RUPS dapat dilakukan sendiri oleh pemegang saham atau diwakilkan pada seseorang pihak ketiga selaku kuasa pemegang saham. Kuasa biasanya diberikan kepada: 24

a. Direksi b. Komisaris

c. Karyawan perseroan.

2. Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar, demikian bunyi Pasal 1 ayat 5 UUPT. Kemudian juga dipertegas oleh Pasal 92 ayat (1) yaitu kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi dan direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan dan bukan kepada perseorangan pemegang saham, untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun diluar pengadilan.

Pengaturan mengenai direksi ini diatur dalam bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap perseroan. Tugas dan tanggung jawab direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian keberadaan direksi dalam suatu perseroan juga diatur oleh undang-undang. Melihat tanggung jawab direksi yang demikian itu maka untuk menjadi anggota direksi Pasal 93 ayat 1 menentukan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum b. Tidak pernah dinyatakan pailit.

c. Tidak pernah menjadi anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit.

d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.25

Jika merujuk pada teori organ yang dikemukakan oleh Ottovon Gierke, bentuk usaha mandiri dengan tangungjawab terbatas (Legal Entity) merupakan realitas hukum yang mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dijalankan oleh alat–alat perlengkapannya. Dewan direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum tersebut. Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ seperti tangan, kaki, mata, telinga, dan seterusnya. Karena setiap gerakan organ-organ itu tunduk pada kehendak otak manusia, maka sejalan dengan konsep manusia dan organnya tersebut dapat di analogikan bahwa setiap gerakan atau aktifitas direksi badan hukum juga merupakan kehendak dari badan

25

C.S.T. kansil dan Christine S.T, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun

hukum itu sendiri. Mengenai hubungan direksi dengan perseroan, terdapat dua doktrin besar yang berpengaruh dan berlaku secara universal, yaitu trustee

doctrine dan agency doktrine.

Menurut konsep trustee, seorang direksi sebagai trustee bertindak untuk mengelola kekayaan pemegang saham (beneficiariy) dari korporasi (trust), dalam hal ini, direksi mengelola atas dasar legal owner title. Oleh karena itu, direksi sebagai trustee adalah bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang diderita korporasi (trust) atas kesalahanya. Sedangkan menurut konsep agent, seorang direksi merupakan agent dari pemegang saham untuk mengurus perseroan, hubungan agent ini didasari oleh kontrak antara direksi dengan pemegang saham, jadi direksi tidak bertindak sebagai pemilik (owners) dari harta kekayaan perseroan tetapi sebagai manager, dan setelah kegiatan perseroan berjalan maka hubungan kontrak tersebut beralih dari direksi ke pemegang saham menjadi direksi perseroan.26

26

Freddy Harris&Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban

Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari 2 macam persetujuan/perjanjian, yaitu: a. Perjanjian pemberian kuasa di satu sisi.

b. Perjanjian kerja/perburuhan di sisi lain.

Berdasarkan perjanjian tersebut pelaksanaanya harus di tafsirkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1601 c KUHPerdata, yang memberatkan pada pelaksanaan perjanjian-perjanjian tersebut sebagai suatu perjanjian perburuhan.

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Disinilah sifat pertanggungjawaban renteng dan pertanggungjawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.27

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

3.Dewan Komisaris.

Keberadaan, kedudukan, tugas dan kewenangan Dewan Komisaris diatur pada Bab VII, Bagian Kedua dalam UUPT, terdiri atas Pasal 108 sampai Pasal 121. Ketentuan yang menyangkut pengaturan Dewan Komisaris, banyak persamaannya dengan direksi. Eksistensi dan kedudukan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan lebih spesifik ditegaskan pada Pasal 1 angka 6 yang berbunyi:

27

memberi nasehat kepada direksi.28

Pengawasan atas organisansi perseroan, dilakukan dengan cara mengaudit sturukturnya, seperti misalnya hubungan dan jenjang pimpinan apakah ada benturan yang menghambat kelancaran komunikasi atau informasi. Tujuan utama melakukan audit organisasi, agar sturukturnya selalu dapat di up-date, sesuai dengan keadaan dan perkembangan perseroan.

Dewan Komisaris dalam suatu Perseroan Terbatas mempunyai peranan yang sangat penting yang tidak kalah pentingnya dari organ Perseroan Terbatas lainnya. Dewan Komisaris berfungsi sebagai berikut:

a. Melakukan Pengawasan:

1). Melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan pengurusan perseroan yang dilakukan direksi dan

2). Jalannya pengurusan pada umumnya.

Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut:

a.Melakukan audit keuangan.

Pengawasan di bidang keuangan dianggap sangat relevan, karena masalah keuangan merupakan urat nadi yang sangat sentral bagi perseroan. Keadaan keuangan perseroan merupakan refleksi dari gambaran kondisi perseroan. Pengawasan dengan cara melakukan audit atas keluar masuknya (Cash flow) keuangan perseroan, harus dilakukan dengan cermat.

b. Pengawasan atas organisasi perseroan

28

c. Pengawasan terhadap personalia

Caranya dapat dilakukan dengan mengaudit personalia agar dapat diketahui kekurangan atau kelebihan personalia yang mungkin terjadi. Juga untuk menegakkan prinsip the right man in the right place serta untuk mengetahui apakah cara rekruit dan seleksi yang berjalan, sudah tepat atau tidak.

d. Memberi nasehat

Tugas umum selanjutnya adalah, ‘’memberi nasihat’’ kepada direksi. Akan tetapi undang-undang ini tidak menjelaskan rincian tugas tersebut. Dalam kamus bahasa Indonesia, nasehat dapat berarti ‘’ ajaran atau pelajaran yang baik’’ bisa juga anjuran yang baik.

Bertitik tolak dari gambaran pengertian nasehat yang dikemukakan di atas dihubungkan dengan tugas Dewan Komisaris memberikan nasihat, cakupan atau spekturumnya sangat luas. Dewan Komisaris bisa menyampaikan pendapat atau memberi pertimbangan yang layak dan tepat kepada direksi. Bahkan dapat menyampaikan ajaran yang baik maupun petunjuk, peringatan, atau teguran yang baik.

Akan tetapi, semua bentuk-bentuk nasihat yang dikemukakan di atas, dari segi yuridis bersifat rekomendasi sehingga tidak mengikat kepada direksi. Dapat dijadikan untuk dasar petimbangan. Sebaliknya dapat diabaikan. Tugas pemberian yang berbentuk pendapat atau petunjuk, dapat dilakukan Dewan Komisaris untuk hal yang spesifik. Misalnya pemberian pendapat atau petunjuk maupun masukan dalam:

a. Pembuatan rencana kerja yang proporsional dalam rangka upaya memajukan dan mengembangkan perseroan sesuai prinsip-prisnsip good corporate

governance,

b. Dalam melaksakan program atau rencana kerja supaya pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip perusahaan dan GCG.

Tugas pengawasan dan pemberian nasehat Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan jalannya pengurusan yang dilakukan direksi atas perseroan menurut Pasal 108 ayat (2) adalah semata-mata untuk kepentingan perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan. Tujuan inilah yang mesti disadari dan yang menjadi Dewan Komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasehat. 29

Yang dimaksud dengan kepentingan dan sesuai dengan maksud tujuan perseroan menurut penjelasan Pasal 108 ayat (2):30

a. Pengawasan dan pemberian nasehat yang dilakukan Dewan Komisaris, tidak untuk pihak atau golongan tertentu.

b. Namun semata-mata untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Tugas Dewan Komisaris untuk melaksanakan pengawasan dan memberikan nasehat, seperti disebutkan dalam undang-undang sangat sempit dan dalam praktek ada beberapa fungsi penting yang termsuk dalam tanggung jawab Dewan Komisaris. Sebagian fungsi Dewan Komisaris tersebut sebenarnya termasuk fungsi manajemen atau fungsi pengambilan keputusan yang berada diluar di luar wewenang direksi atau menejemen perusahaan. Fungsi seperti ini

29

lebih mendekati fungsi board of directors di Amerika Serikat yang mengakibatkan tanggung jawab lebih besar bagi Dewan Komisaris.31

Sesuai dengan perkembangannya dalam kepailitan banyak hal baru yang diperkenalkan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Di antaranya yang paling menonjol adalah diberikannya time frame untuk jangka waktu yang relatif singkat dan terperinci untuk setiap langkah dalam mata rantai proses permohonan kepailitan. Tata cara permohonan keputusan pernyataan pailit sampai kepada kepailitan debitor ditempuh dengan suatu time frame yang singkat. Namun demikian setelah B. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit

Dalam situasi yang tidak menentu pada saat sekarang ini suatu Perseroan Terbatas walaupun merupakan suatu pilihan pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak tertutup kemungkinan mengalami kesulitan baik di bidang keuangan maupun di bidang lainnya yang menunjang kelancaran aktivitas bisnisnya, sehingga apabila Perseroan Terbatas tidak sanggup lagi menjalankan kewajiban kepada kreditornya, maka kreditor tersebut akan melakukan gugatan di Pengadilan Niaga untuk melakukan penyitaan terhadap aset perseroan tersebut melalui suatu putusan pernyataan pailit. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan secara rinci hal-hal yang harus diketahui baik kreditor maupun debitor sebelum putusan pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan Niaga karena masih ada tahapan-tahapan yang harus didahului sebelum dinyatakan pailit.

31

Moenaf .H.Regar, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 69.

putusan, proses kepailitan dan pemberesannya boleh dikatakan tidak mempunyai batas jangka waktu maksimum.32

Pemeriksaan kepailitan didahului dengan penyampaian permohonan pernyataan kepailitan kepada pengadilan niaga melalui panitera. Pada prinsipnya yang berwenang mengadili dan memutuskan permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan Niaga, yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan bila debitor selain itu ada ketentuan lain, yaitu:33

1. Bila debitor telah meninggalkan wilayah republik Indonesia, pengadilan niaga yang berwenang adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor.

2. Bila debitor adalah persero suatu firma, maka pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma yang berwenang mengadili dan memutuskan.

3. Bila debitor tidak berkedudukan dalam wilayah hukum republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam republik Indonesia, maka pengadilan niaga yang berwenang mengadili dan memutuskan adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitor menjalankan profesi atau usahanya.

4. Bila debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

Ketentuan tentang pengadilan yang berwenang untuk mengadili ini sejalan dengan Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa pengadilan pihak yang digugat

32

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004) hlm. 31.

lah yang berhak untuk memeriksa permohonan pernyataan pailit. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membela diri.34

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat. Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut:35

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan.

2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonann pernyatan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),(4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

4. Panitera menyampaikan permohonan pernyatan pailit kepada ketua pengadilan negeri paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan sidang.

6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 7. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan

dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)

34

Sunarmi, Op.Cit. hlm 67. 35

sampai dengan paling lama 25 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

Kerangka waktu prosedur permohonan pernyataan pailit secara terperinci dijabarkan dalam Pasal 8, yaitu:

1. Pengadilan

a. Wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, kejaksaan, bank Indonesia, badan pengawas pasar modal, atau menteri keuangan.

b. Dapat memanggil kreditor, dalam permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi

2. Pemanggilan terhadap debitor dilakukan jurusita dengan surat kilat paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama digelar.

3. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitor, jika dilakukan oleh jurusita sesuai dengan ketentuannya

4. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.

5. Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

6. Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 wajib memuat pula:

a. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau

majelis.

7. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan

Dokumen terkait