• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2 Pengetahuan Mahasiswi FKM USU tentang Pentingnya Pap Smear

Menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman dan informasi. Pengetahuan yang

diperoleh berasal dari sumber informasi yang telah disosialisasikan kepada mahasiswi. Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi sikap dan tindakannya. Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan seseorang individu agar ia berbuat sesuatu, adapun salah satu unsurnya adalah keyakinan dan kebenaran dari apa yang akan dilakukannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh tabel 4.46 dapat dilihat 51.8% mahasiswi memiliki pengetahuan sedang mengenai pentingnya pap smear, dan 48,2% memiliki pengetahuan buruk. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nikko Darnindro (2006) menyebutkan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan pap smear di Indonesia banyak disebabkan oleh kurangnya informasi, tingkat kewaspadaan masyarakat serta pengetahuan yang rendah terhadap kanker serviks, dimana menurut penelitian ini, secara keseluruhan lebih dari sepertiga responden tidak mengetahui definisi, gejala, dan faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker serviks. Fenomena serupa juga terdapat pada penelitian yang dilakukan di Nigeria dimana pengetahuan mengenai faktor resiko dan gejala kanker serviks masih sangat rendah. Hal itu perlu difokuskan dalam memberikan penyuluhan mengenai kanker serviks sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nseem Mohamed Bakheit, dan Amal Ibrahim Bu Haroon (2004) kurangnya partisipasi wanita dalam melakukan pap smear disebabkan oleh karena (i) kurangnya kesadaran melakukan pap smear karena belum merasakan gejala dalam tubuh dan karena kurangnya kesadaran akan keuntungan yang diberikan oleh test pap smear (ii) kurangnya pengetahuan akan kanker serviks

dan faktor-faktor resikonya, (iii) ketakutan akan rasa sakit dan kanker pada organ reproduksi (iv) kebanyakan petugas yang memeriksa pap smear adalah laki-laki (v) kegelisahan akan menerima hasil yang abnormal (vi) kurangnya pemahaman akan prosedur skrining dan (vii) kebutuhan informasi tambahan. Pada dasarnya, kurangnya partisipasi tersebut disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang pap smear.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebanyak 71.8% (Tabel 4.34) mahasiswi dapat menyebutkan <4 faktor resiko kanker serviks dari beberapa faktor resiko kanker serviks. Menurut American Cancer Society (2010) kanker serviks adalah kanker yang menyerang bagian serviks, dimana serviks adalah penghubung antara rahim dan vagina. Kanker serviks disebabkan oleh beberapa faktor resiko seperti Infeksi Human Pappiloma Virus, Merokok, diet, jumlah kehamilan yang terlalu banyak, pil kontrasepsi aktivitas seksual yang pertama sekali terlalu dini, riwayat keluarga, gonta-ganti pasangan seksual yang membantu penyebaran virus HPV, kemiskinan. Menurut pandangan peneliti, pengetahuan mahasiswi FKM USU tentang faktor resiko kanker serviks masih tergolong rendah. Oleh karena itu, pengetahuan responden mengenai faktor resiko kanker serviks perlu ditingkatkan.

Berdasarkan hasil penelitian, yang ditunjukkan tabel 4.35 menunjukkan bahwa 67.1 % mahasiswi menyebutkan gejala awal kanker serviks, sedangkan tabel 4.36 menunjukkan 41.2% mahasiswi menyebutkan salah satu gejala kanker serviks stadium lanjut. Menurut sipeneliti, pengetahuan mahasiswi FKM USU tentang gejala kanker serviks masih kurang, terlebih dalam membedakan gejala kanker serviks pada stadium awal dan stadium lanjut. Hal ini disebabkan karena ketidaktertarikan mereka dalam mencari informasi yang lebih tentang kanker serviks. Ketidaktertarikan ini

disebabkan karena kurangnya sosialiasi yang menekankan pentingnya mengetahui bahaya kanker serviks dan kurang menariknya kemasan yang menyampaikan pesan tentang bahaya kanker serviks tersebut..

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada tabel 4.39, dapat dilihat bahwa 58.8% mahasiswi FKM USU yang menyebutkan bahwa pap smear menyebutkan semua kelompok wanita kecuali ibu yang menopause dan ibu hamil boleh melakukan pap smear. menurut Wijaya (2010) kehamilan tidak mencegah wanita untuk melakukan pap smear, karena pap smear dapat dilakukan dengan aman selama kehamilan. Pap smear dilakukan kepada wanita yang sudah aktif melakukan hubungan seksual selama 3 tahun dan dihentikan pada saat menopause apabila 3 hasil pap smear menunjukkan bahwa serviks normal.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh tabel 4.40 sebanyak 45.9% menyatakan pap smear dilakukan setiap bulan. Hal ini tentu saja salah, menurut Nurcahyo (2010) pap smear di Indonesia sebaiknya dilakukan rutin sekali setahun. Dan, yang lebih parah lagi 34.1% mahasiswi menyatakan pap smear dilakukan apabila terdapat keluhan/gejala yang mencurigakan, hal ini sangatlah salah, karena apabila ada gejala yang mencurigakan artinya kanker sudah berada dalam stadium lanjut, yang artinya angka harapan hidupnya semakin kecil.

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan oleh tabel 4.41 menyatakan bahwa sebanyak 63.5% mahasiswi FKM USU telah mengetahui bahwa pap smear adalah untuk mendeteksi secara dini ada atau tidaknya sel kanker dalam serviks. Apabila tidak diambil langkah pengobatan selanjutnya, maka tidak akan menyembuhkan kanker serviks.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, 40% mengatakan bahwa mahasiswi tidak mengetahui syarat sebelum melakukan melakukan pap smear. Menurut Nurcahyo (2010) sebelum melakukan pap smear, sebaiknya memenuhi persyaratan untuk mencegah kemungkinan terdeteksinya keabnormalan serviks yang bukan karena kanker serviks. Adapun syarat yang diharuskan adalah tes dilakukan pada masa subur, dua minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Selama 24 jam sebelum tes, pasien tidak boleh berhubungan seksual dan mencuci vaginanya dengan antiseptik. Pasien harus mengomunikasikan kepada dokter tentang jenis obat yang diminum dalam 24 jam terakhir. Tes ini harus di ulang dengan frekuensi yang berbeda-beda tergantung usia dan hasil tes pertama kali. Untuk itu, dokter akan menyampaikan kapan tes serupa dilakukan kembali.

Dari uraian-uraian tersebut, peneliti berasumsi bahwa tingkat pengetahuan Mahasiswi FKM USU tentang pentingnya pap smear tergolong sedang (51.1%). Hal ini disebabkan, masih kurangnya sosialisasi yang didapat oleh mahasiswi dari berbagai media. Adapun media sosialisasi yang mempengaruhi pengetahuan responden adalah media sosialisasi teman/kelompok sebaya, media sosialisasi media elektronik dan media sosialisai media cetak seperti yang telah ditampilkan dalam tabel 4.49 yang merupakan hasil uji penelitian. Seperti yang diuraikan sebelumnya, peranan masing-masing media ini dalam menambah pengetahuan mahasiswi tentang pentingnya pap smear tergolong kurang. Hal ini disebabkan karena pesan yang disampaikan oleh media sosialisi tentang manfaat pap smear, tidak dikhususkan untuk remaja, melainkan hanya untuk kelompok wanita yang sudah menikah. Dalam kesehatan reproduksi remaja, juga tidak dimasukkan topik tentang pentingnya pap

smear. Menurut Clarinda L Berja (1999), sangatlah penting menjangkau remaja sedini mungkin dalam menyampaikan pesan tentang kesehatan reproduksi, membuat kelompok remaja tertarik tentang kesehatan reproduksi dimasa mereka belum bisa melakukannya sangat bermanfaat dalam menyiapkan diri mereka kelak, tidak ada ruginya, apabila informasi disampaikan lebih dini.

Dokumen terkait