• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

dengan memberikan edukasi tentang antibiotika melalui metode CBIA kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki mengenai penggunaan antibiotika dengan CBIA.

Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu, dengan rancangan time series. Penelitian dilakukan dengan pemberian kuesioner pada sebelum, sesudah, satu dan dua bulan setelah intervensi CBIA. Metode sampling menggunakan non probability sampling dengan teknik purposive sampling. Sampling dilakukan pada 36 remaja laki-laki di SMK Negeri 4 Yogyakarta, kemudian diperoleh sampel sebanyak 30 responden. Analisis data menggunakan Shapiro Wilk-test untuk uji normalitas, Paired T-test untuk uji hipotesis sikap dan tindakan, dan Wilcoxon-test untuk pengetahuan. Taraf kepercayaan digunakan 95%.

Hasil menunjukkan adanya peningkatan jumlah responden dengan pengetahuan dalam kategori baik dari 23,33% menjadi 53,33% pada post-intervensi1, 56,67% pada post-intervensi2, dan 50% pada post-intervensi3. Jumlah responden dengan sikap dalam kategori baik meningkat dari 36,67% menjadi 43,33% pada post-intervensi1, 53,33% pada post-intervensi2, dan 56,67% pada post-intervensi3. Peningkatan jumlah responden dengan tindakan dalam kategori baik dari 20% menjadi 36,67% pada post-intervensi1, 43,33% pada post-intervensi2, dan 53,33% pada post-intervensi3.

Kesimpulan penelitian ini adalah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang antibiotika.

xix

ABSTRACT

The low of people knowledge about the use of antibiotic becomes the prior factor that can make a resistance. The effort to overcome the problem can be done by giving education about antibiotic through CBIA method to the society. The purpose of this research is to increase the boy teenagers’ knowledge, attitude, and practice about the use of antibiotic through CBIA method.

This research belongs to apparent quasi-experimental with the time series design. The method that will be applied is survey in which the questioner is given before the CBIA intervention, after intervention, a month and two months after the intervention. The data collection method uses non probability sampling with purposive sampling technique. The sampling is done toward 36 boy teenagers in SMK Negeri 4 Yogyakarta, the number of achievement is 30 respondent. Shapiro-Wilk test for the normality test, Paired T-test for attitude and practice hypothesis, and Wilcoxon test for knowledge are used to analyze the data. 95% evidence level is used.

The result shows that there are upgrading of the total respondent of knowledge in good category from 23,33% becomes 53,33% in post-intervention1, 56,67% in post-intervention2, and 50% in post-intervention3. The total respondent of attitude in good category increases from 36,67% becomes 43,33% in post-intervention1, 53,33% in post-intervention2, and 56,67% in post-intervention3. The upgrading of total respondent in good category of practice can be seen from 20% becomes 36,67% in post-intervention1, 43,33% in post-intervention2, dan 53,33% in post-intervention3.

In conclusion, the CBIA method can increase the knowledge, attitude, and practice about antibiotic.

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pemberian antibiotika adalah tindakan utama pada penatalaksanaan penyakit infeksi bakterial. Berdasarkan UU No. 419 tahun 1949, pada pasal 3 ayat 1 yang mengatur tentang penjualan antibiotika, disebutkan bahwa antibiotika termasuk dalam golongan obat keras pada daftar G atau Gevaarlijk dan hanya dapat diperoleh dengan resep dokter atau penanggungjawab yang memiliki kewenangan medis (Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1949).

Penggunaan antibiotika untuk swamedikasi menjadi masalah kesehatan yang cukup penting saat ini, hal tersebut disebabkan karena banyak antibiotika digunakan secara tidak rasional, seperti pada pengobatan infeksi non-bakterial atau tidak diminum sampai habis sehingga resistensi bakteri terhadap antibiotika pun dapat terjadi (Anna, 2013). Penggunaan antibiotika di kalangan masyarakat yang semakin meningkat berhubungan langsung dengan kemungkinan peningkatan terjadinya resistensi. Meningkatnya resistensi antibiotika menyebabkan semakin sempitnya jenis antibiotika yang dapat digunakan. Masalah resistensi bakteri banyak terjadi di negara-negara berkembang dan negara yang berpendapatan rendah, termasuk Indonesia (Vila dan Pal, 2010). Resistensi bakteri menjadi masalah kesehatan yang sangat besar bagi suatu negara bahkan seluruh dunia karena menyebabkan meningkatnya angka kematian (WHO, 2013). Tingginya kasus resistensi obat antibiotika cukup mengkhawatirkan, bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban tinggi

kekebalan kuman terhadap obat di dunia berdasarkan data WHO tahun 2009 (Suara Pembaruan, 2011).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Riskesdas tahun 2013, proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika tanpa resep terdapat sebanyak 90,2%. Selain itu dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Widayati et al. (2011) pada 559 responden di Kota Yogyakarta, sebanyak 7,3% responden membeli antibiotika tanpa resep di apotek untuk swamedikasi dalam kurun waktu 1 bulan. Amoksisilin merupakan antibiotika yang paling banyak dibeli dan digunakan dalam swamedikasi yaitu sebesar 77% selain ampisilin, tetrasiklin, gramisidin, dan ciprofloksasin. Amoksisilin sering digunakan untuk mengatasi gejala common cold, seperti batuk, radang tenggorokan, sakit kepala, dan gejala sakit ringan lainnya dengan lama penggunaan kurang dari 5 hari. Penyalahgunaan antibiotika yang terjadi di masyarakat, meliputi penghentian pengobatan secara tiba-tiba, dosis berlebihan, penggunaan sisa antibiotika, dan penggunaan antibiotika dengan jangka waktu tidak tepat (Oyetunde, et al, 2010). Alasan masyarakat menggunakan antibiotika dalam swamedikasi antara lain karena penggunaan antibiotika sebelumnya yang sudah terbukti berkhasiat menyembuhkan, menghemat waktu dan uang untuk pergi ke dokter, serta karena adanya kecenderungan dari dokter untuk selalu meresepkan antibiotika yang sama.

Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi penggunaan antibiotika tanpa resep di kalangan masyarakat antara lain yaitu faktor sosio demografi dan tingkat pengetahuan, sikap, serta tindakan masyarakat mengenai antibiotika. Karakteristik demografi masyarakat meliputi perbedaan usia, jenis kelamin,

pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Gambaran tentang karakteristik demografi dapat mempengaruhi perilaku dari masyarakat serta outcome dari kesehatan masyarakat. Perbedaan karakteristik demografi dapat menghasilkan perilaku pengobatan yang berbeda-beda, seperti misalnya perilaku masyarakat dalam menggunakan antibiotika (Widayati, et al, 2012).

Pengetahuan adalah domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu perilaku terbuka atau tindakan nyata. Pemahaman masyarakat tentang penggunaan antibiotika dengan resep juga sering tidak tepat. Antibiotika tidak diminum sampai habis sesuai dengan yang telah diresepkan dokter. Banyak pasien yang beranggapan apabila kondisi kesehatannya sudah pulih maka penggunaan antibiotika tidak perlu dilanjutkan lagi. Hasil survei menunjukkan 63,5% masyarakat tidak mengetahui aturan pakai antibiotika, dan 52,4% masyarakat tidak mengetahui adanya risiko terjadinya resistensi antibiotika (Suhadi dan Sutama, 2005). Rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang penggunaan antibiotika ini menjadi penyebab utama penggunaan antibiotika secara irrasional.

Remaja laki-laki merupakan salah satu komponen masyarakat yang sedang beranjak dewasa. Kemampuan untuk melakukan pengobatan sendiri masih belum sepenuhnya dikuasai, namun sudah banyak diantara para remaja ini yang sering melakukan pengobatan sendiri. Remaja laki-laki kerap dianggap sebagai individu yang kurang peduli terhadap masalah kesehatan (Widayati, et al, 2011). Hal tersebut kemungkinan karena remaja mempunyai pengetahuan tinggi namun kurang terpapar dengan masalah yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika.

Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki mengenai penggunaan antibiotika. Dalam penelitian ini remaja laki-laki yang dimaksudkan khususnya adalah siswa SMA.

Kecamatan Umbulharjo merupakan salah satu kecamatan dengan data distribusi antibiotika yang cukup tinggi, yaitu sebesar 129.373 antibiotika yang didistribusikan. Kecamatan ini adalah kecamatan terbesar di kota Yogyakarta dengan luas wilayah 8,12 km2. Kecamatan ini memiliki 7 kelurahan dengan jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 65.944 jiwa, berdasarkan data tersebut terdapat sebanyak 32.438 jiwa penduduk laki-laki dan 33.506 jiwa penduduk perempuan. Di kecamatan ini terdapat banyak tempat pelayanan umum yang tersebar secara merata pada masing-masing kelurahan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik/rumah bersalin, dokter praktek, rumah sakit, dan apotek. Selain itu di Kecamatan Umbulharjo juga terdapat beberapa sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) yaitu sebanyak 8 SMA dan 10 SMK. Hal tersebut menjadi salah satu faktor pendukung dilakukannya penelitian di SMK Negeri 4 Yogyakarta karena banyaknya apotek di sekitar lokasi dapat menyebabkan siswa lebih mudah mengakses atau membeli obat-obatan seperti antibiotika untuk swamedikasi (Ekowati, 2014). SMK Negeri 4 Yogyakarta merupakan sekolah menengah kejuruan dengan tujuh jurusan, diantaranya adalah Kecantikan Kulit, Kecantikan Rambut, Busana Butik, Jasa Boga, Usaha Perjalanan Wisata, Patiseri, dan Akomodasi Perhotelan dengan jumlah total 12 kelas untuk masing-masing angkatan, jumlah siswa laki-laki untuk

kelas X terdapat sebanyak 52 orang, kelas XI sebanyak 67 orang, dan kelas XII sebanyak 59 orang.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta tentang penggunaan antibiotika. Hal ini sudah selayaknya menjadi tugas apoteker untuk memberikan edukasi yang berkaitan dengan antibiotika kepada masyarakat agar dapat sepenuhnya memahami mengenai penggunaan antibiotika. Ada beberapa metode edukasi yang dapat dilakukan untuk memberikan intervensi sebagai upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika, antara lain yaitu konseling dengan pasien, edukasi secara langsung ke pasien, ceramah atau seminar, diskusi kelompok kecil, cara belajar insan aktif (CBIA), media masa, pameran, dan sebagainya. Hasil uji yang dilakukan oleh Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat (Suryawati, 1995), metode Cara Belajar Insan Aktif (CBIA) menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah atau seminar. CBIA diadopsi dari metode belajar mengajar anak sekolah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang digunakan di Indonesia. Metode ini menumbuhkan sikap kritis dari peserta didik dan menimbulkan motivasi untuk melakukan sesuatu. Tujuan CBIA adalah terbentuknya kemampuan untuk menggali sumber informasi dan meningkatkan kebiasaan berpikir secara kreatif dan kritis sehingga mampu memecahkan masalah. Apabila dibandingkan dengan metode seminar, CBIA telah terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan serta keterampilan memilih dan mengurangi konsumsi jenis obat keluarga per bulan (Suryawati, 2003).

Berdasarkan uraian di atas, maka penggunaan antibiotika pada pengobatan penyakit infeksi perlu mendapat perhatian khusus, terutama tentang kepatuhan dalam menggunakan antibiotika. Informasi yang tepat menjadi bagian penting dari penggunaan antibiotika secara rasional. Oleh karena itu peneliti terdorong melakukan penelitian ini untuk mengetahui peranan CBIA dalam upaya peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta dalam menggunakan antibiotika.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan untuk diteliti yaitu:

a. Seperti apakah karakteristik demografi responden?

b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki mengenai penggunaan antibiotika sebelum dilakukan CBIA? c. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja

laki-laki mengenai penggunaan antibiotika sesudah dilakukan CBIA? d. Apakah ada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja

laki-laki mengenai penggunaan antibiotika sebelum dan sesudah CBIA? 2. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil pencarian pustaka dan informasi terkait pada penelitian mengenai “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Remaja Laki-laki di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta tentang Antibiotika dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)”, dapat dinyatakan bahwa

tidak ada dan belum pernah dilakukan penelitian seperti ini sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain :

a. “Perbedaan Edukasi secara CBIA dan Ceramah mengenai Kanker Serviks dan Papsmear terhadap Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Gamping Ditinjau dari Faktor Ekonomi”, yang dilakukan oleh Dion Arga Anggayasta pada tahun 2010. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti terdapat pada subjek yang diteliti, lokasi penelitian, dan fokus penelitian. Subjek penelitian Dion Arga Anggayasta (2010) adalah ibu-ibu, sedangkan pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah remaja laki-laki. Kemudian lokasi penelitian Dion Arga Anggayasta (2010) di Kecamatan Mlati dan Gamping, sedangkan lokasi penelitian ini yaitu di SMK Negeri 4 Yogyakarta, Jalan Sidikan 60 Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan oleh Dion Arga Anggayasta (2010) terfokus pada membandingkan adanya pengaruh edukasi secara CBIA dan ceramah terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu-ibu mengenai kanker serviks dan papsmear. Sementara itu penelitian ini lebih difokuskan pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki mengenai penggunaan antibiotika sebelum dan sesudah dilakukan intervensi CBIA.

b. “Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Tingkat Pengetahuan Masyarakat mengenai Antibiotika di Kecamatan Gondokusuman Kota

Yogyakarta Tahun 2011”, yang dilakukan oleh Marvelaos Marvel pada tahun 2011. Perbedaan penelitian ini terdapat pada subjek yang diteliti, lokasi penelitian, jenis dan rancangan penelitian, serta fokus penelitian. Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian Marvelaos Marvel (2011) yaitu masyarakat laki-laki dan perempuan dengan tingkat pendidikan terakhir minimal SD, sedangkan pada penelitian ini adalah remaja laki-laki. Lalu lokasi penelitian yang digunakan oleh Marvelaos Marvel (2011) adalah Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta, sedangkan penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 4 Yogyakarta, Jalan Sidikan 60 Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta. Jenis penelitian yang digunakan Marvelaos Marvel (2011) adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian analitik deskriptif, sedangkan jenis penelitian ini yaitu eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series. Penelitian Marvelous Marvel (2011) lebih terfokus pada pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat mengenai antibiotika, sedangkan pada penelitian ini lebih difokuskan pada peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki mengenai penggunaan antibiotika melalui metode CBIA.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terkait peningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pada penggunaan antibiotika melalui metode CBIA.

b. Manfaat praktis :

1. Bagi Masyarakat, meningkatkan motivasi masyarakat untuk mencari informasi tentang antibiotika agar lebih cermat dalam menentukan sikap dan tindakan pada penggunaan antibiotika sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya resistensi.

2. Bagi Pemerintah, sebagai sumber informasi dalam melakukan evaluasi tentang pelayanan pemberian informasi kesehatan kepada masyarakat serta untuk mengembangkan metode edukasi CBIA dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang penggunaan antibiotika.

3. Bagi Akademisi, sebagai dasar bentuk pengembangan model edukasi CBIA dan penelitian sehubungan dengan peningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki di Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta mengenai penggunaan antibiotika dengan metode CBIA.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden yang berpengaruh pada pengetahuan, sikap, dan tindakan dalam penggunaan antibiotika.

b. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki tentang penggunaan antibiotika sebelum dilakukan metode CBIA. c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja laki-laki

tentang penggunaan antibiotika sesudah dilakukan metode CBIA. d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan remaja

laki-laki tentang penggunaan antibiotika sebelum dan sesudah dilakukan metode CBIA.

11 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari informasi yang kemudian diperhatikan, dimengerti, dan diingat. Informasi dapat bermacam-macam bentuknya baik pendidikan formal maupun informal, seperti membaca surat kabar, mendengar radio, menonton TV, percakapan sehari-hari, dan pengalaman hidup lainnya. Pengetahuan berupa segala sesuatu yang diketahui dan berkenaan dengan hasil. Pengetahuan merupakan hasil setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan dapat menjadi penyebab atau motivator bagi seseorang dalam bersikap dan berperilaku, sehingga dapat pula menjadi dasar dari terbentuknya suatu tindakan yang dilakukan seseorang (Azwar, 2007). Sebelum seseorang melakukan suatu tindakan atau berperilaku baru, terjadi beberapa proses yang berurutan dalam diri mereka seperti :

a. Kesadaran (awareness), yaitu orang mulai menyadari adanya stimulus tertentu atau objek terlebih dahulu.

b. Ketertarikan (interest), di mana seseorang mulai merasa tertarik terhadap stimulus yang ada.

c. Evaluasi (evaluation), yakni sikap responden seseorang tersebut yang mulai menimbang-nimbang keuntungan atau kerugian dari stimulus tersebut untuk dirinya sendiri.

d. Mencoba (trial), pada proses ini seseorang tersebut telah mulai untuk mencoba perilaku yang baru.

e. Adaption, yaitu proses terakhir di mana seseorang tersebut telah berperilaku yang sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan respon sikapnya terhadap stimulus yang diberikan (Notoatmodjo, 2012).

2. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Mubarak (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, antara lain yaitu :

a. Umur

Usia sangat penting dikaitkan pada tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tua usia seseorang, maka akan semakin banyak pula pengalaman yang dimilikinya, begitu juga sebaliknya. Umur juga dapat mempengaruhi memori dan daya ingat seseorang. Bertambahnya usia seseorang, maka bertambah juga pengetahuan yang akan didapatkan.

b. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Hal itu karena dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, maka seseorang tersebut juga akan lebih mudah dalam menerima serta menyesuaikan dengan hal-hal baru.

c. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

d. Lama bekerja

Lama bekerja juga berkaitan erat dengan umur dan pendidikan, karena dengan pendidikan yang lebih tinggi maka pengalaman yang didapat juga semakin banyak, begitu juga dengan semakin tua usia seseorang maka akan semakin banyak pula pengalaman yang diperolehnya. Informasi yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang yang kemudian akan menjadi dasar untuk melakukan sesuatu hal dalam hidup dengan berbagai tujuan.

e. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan muncul kesan yang membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif.

f. Kebudayaan

Kebudayaan berkaitan dengan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah memiliki budaya untuk menjaga kesehatan keluarga maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya akan mempunyai sikap untuk selalu menjaga kesehatan keluarganya juga.

g. Informasi

Informasi dapat memberikan pengaruh yang cukup besar pada tingkat pengetahuan seseorang. Karena semakin banyak informasi yang diperoleh, maka akan semakin tinggi pula pengetahuan yang didapat oleh seseorang tersebut. Sumber informasi dapat diperoleh dari berbagai media, seperti televisi, radio, atau pun surat kabar.

3. Pengukuran pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan cara melakukan tes wawancara serta angket kuesioner, di mana tes tersebut berisikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang ingin diukur dari subyek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan dirangkum dalam tabel distribusi frekuensi.

Pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dapat dikategorikan sebagai berikut :

a. Tingkat pengetahuan dikatakan baik jika responden mampu menjawab pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar ≥ 75% dari seluruh pernyataan dalam kuesioner.

b. Tingkat pengetahuan dikatakan cukup jika responden mampu menjawab pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar 56 - 74% dari seluruh pernyataan dalam kuesioner.

c. Tingkat pengetahuan dikatakan kurang jika responden mampu menjawab pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar < 55% dari seluruh pernyataan dalam kuesioner (Budiman, 2013).

B. Sikap

Dokumen terkait