• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN PENGUNGSI DI INDONESIA

C. Pengungsi di Indonesia

Banyaknya pengungsi yang masuk ke Indonesia sangat logis, karena lokasi geografis Indonesia yang sangat strategis. Para pengungsi tersebut sebagian besarnya hendak menuju Australia, Kanada, Amerika Serikat, Selandia Baru dan Norwegia. Motif terbesar dari para pengungsi tersebut adalah menghindari persekusi, atau menghindari perang yang terjadi di negaranya.

Sebagai negara yang mempunyai posisi geografis yang sangat strategis membuat Indonesia harus menerima konsekuensi sebagai wilayah yang terbuka dengan dunia luar khususnya yang berbatasan dengan negara terdekat. Salah satu konsekuensinya adalah adanya

dampak konflik, peperangan, atau kekalutan sosial ekonomi yang dialami suatu negara lain baik yang berbatasan maupun yang tidak berbatasan. Dampak tersebut berupa masuknya ribuan pencari suaka atau yang biasa disebut asylum seeker yang ingin mendapatkan status pengungsi. Mereka masuk melalui beberapa perbatasan di wilayah Indonesia, dan Indonesia dijadikan sebagai negara transit sebelum mereka di tempatkan di tujuan akhirnya yakni Australia misalnya.

Beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia dipilih sebagai negara transit diantaranya adalah pertama, Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dan garis pantai yang panjang, namun tidak didukung oleh aturan hukum yang tegas. Sehingga dengan mudah dimanfaatkan bagi para pengungsi dan pencari suaka untuk memasuki wilayah Indonesia. Kedua, posisi Indonesia sangat lemah dalam mengatasi masalah para pencari suaka dan pengungsi dari negara lain karena tidak memiliki peraturan nasional yang secara khusus membahas masalah tersebut. Ketiga, kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka untuk mengawasi perairan Indonesia secara intensif. Keempat, keberadaan UNHCR di Indonesia juga menjadi daya tarik pengungsi. Kelima, kultur atau budaya masyarakat Indonesia dapat dengan mudah menerima kedatangan dan keberadaan para pengungsi. Keenam, Indonesia telah hidup rukun dengan berbagai macam suku, agama dan budaya yang beranekaragam.

Keberadaan jumlah pengungsi yang cenderung meningkat inilah yang membuat usaha penanganan pengungsi terus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Di sisi lain, Indonesia tidak memiliki undang-undang khusus atau peraturan hukum nasional mengenai pengungsi maupun pencari suaka. Namun demikian, hak untuk mencari suaka dijamin di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 28G ayat (2) yang berbunyi “setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain”. Undang-undang HAM No.39 Tahun 1999 Pasal 28

juga menjamin bahwa setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.

Hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi dan Protokol tentang Status Pengungsi. Menurut H Sukamta anggota Komisi I DPR Fraksi PKS pemerintah belum meratifikasi Konvensi tersebut karena adanya pasal-pasal dalam Konvensi yang dinilai memberatkan pemerintah Indonesia seperti keharusan bagi negara peratifikasi untuk memberikan kebebasan kepada pengungsi dalam mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan upah, melakukan usaha sendiri seperti pertanian dan mendirikan perusahaan.57

Pasal yang lain juga menyatakan bahwa pengungsi mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pemerintah berkewajiban untuk memenuhinya. Pemerintah tentunya mengalami dilematis, pada satu sisi amanat UUD NRI 1945 menjunjung kebebasan dan perlindungan bagi para pencari suaka, tapi pada sisi lain juga pemerintah Indonesia akan lebih memprioritaskan warga negaranya sendiri untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya.58

57

Nasional.sindonews.com/read/1001655/17/semangat-konstitusi-dalam-menyikapi-pengungsi-rohingya- 1431702333 diakses pada hari Jumat 5 Juni 2015, pukul 12.20 WIB

58 Ibid.

Sementara itu jika Indonesia mengikatkan diri kepada Konvensi 1951, beberapa pihak beranggapan bahwa tindakan tersebut hanya akan menambah kewajiban bagi Indonesia, sementara manfaat dari ratifikasi Konvensi tersebut masih diperdebatkan, memang beberapa pihak meyakini akan ada beberapa manfaat dari ratifikasi Konvensi tersebut, tetapi letak keseimbangan antara manfaat yang diperoleh dibandingkan dengan kewajiban yang memang jelas bertambah juga masih dipertanyakan.

Tetapi Indonesia telah meratifikasi beberapa instrumen HAM internasional dan regional, antara lain: 59

 Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR)

 Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR)

 Konvensi Penghaspusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW)  Konvensi tentang Hak-hak Anak

 Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilities (CRPD)  Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN

Menurut Undang-undang No.37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, menyatakan bahwa pengungsi dan pencari suaka secara khusus diatur oleh Keppres (Keputusan Presiden), namun sejauh ini belum ada Keppres yang dikeluarkan. Satu-satunya aturan hukum yang digunakan oleh pemerintah Indonesia, khususnya pejabat imigrasi untuk mengatur soal pencari suaka dan pengungsi adalah, surat ederan IMI-1489.UM.08.05 yang dikeluarkan oleh Dirjen Imigrasi pada tahun 2010. Surat edaran tersebut mengatur bahwa setiap imigran yang mencari suaka tidak akan dideportasi, mereka akan dirujuk ke UNHCR dan diizinkan tinggal (di Indonesia) selama mereka memiliki sertifikat pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR. Mereka juga akan dibebaskan dari rumah detensi dengan persetujuan dari pejabat imigrasi, dan selanjutnya akan disupport oleh IOM atau UNHCR. Bagi mereka yang ditolak permohonannya (sebagai pengungsi) oleh UNHCR, akan dimasukkan ke rumah detensi, dikarenakan denda, dan/atau dideportasi.60

59

Suaka.or.id/public-awareness/human-rights-framework/ diakses pada hari Jumat 5 Juni 2015, pukul 12.35 WIB

Indonesia mulai menghadapi persoalan pengungsi yang serius pada tahun 1975. Beratus- ratus orang meninggalkan wilayah semenanjung Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam) untuk mencari perlindungan di negara-negara lain sebagai akibat dari pergantian rezim di wilayah tersebut. Kebanyakan dari mereka terutama dari Vietnam, menggunakan jalan laut sampai di Indonesia. Saat itu, Indonesia tidak terdapat kantor UNHCR. Untuk menjamin penerimaan terhadap mereka dan tempat tinggal mereka di Indonesia, UNHCR bertindak melalui Misi Permanen Indonesia di Jenewa dan kantor cabangnya di Bangkok, serta mengirimkan stafnya untuk misi jangka pendek. Seorang staf ditugaskan untuk jangka waktu panjang dan kantor di Indonesia dikoordinasikan oleh kantor cabang UNHCR di Kuala Lumpur. Dengan dibukanya tempat pengungsi di Pulau Galang, sejak tahun 1981 kantor UNHCR di Jakarta menjadi kantor cabang sendiri.

Masalah pengungsi merupakan masalah yang sangat serius yang dihadapi oleh masyarakat internasional yang penanggulangannya memerlukan kerjasama masyarakat internasional secara keseluruhan. Masuknya para pengungsi ke wilayah Indonesia yang jumlahnya cenderung meningkat dapat menimbulkan gangguan kehidupan sosial, politik, keamanan dan ketertiban masyarakat. Apalagi jika keberadaan mereka disusupi oleh kegiatan terorisme internasional, trafficking in person atau kegiatan kriminal lainnya.61

61

Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif pada individu atau kelompok penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena adanya interaksi di antara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima.

(diakses pada hari Sabtu 6 Juni 2015, pukul 10.00 WIB)

Negara berkepentingan melalui fungsi keimigrasian untuk tetap menjaga kondisi sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak struktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian melalui kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah harus mampu menyaring serta mengatur hak-hak yang tidak diinginkan. Untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif tersebut, maka penanganan imigran illegal harus dilakukan dengan baik dengan mengutamakan pengamanan (maximum security) dan penegakan kedaulatan negara. Cara penanganan tersebut tentu berdasarkan aturan hukum baik nasional maupun internasional.

Indonesia memiliki suatu sistem hukum nasional yang berdaulat penuh dan berlaku dalam yurisdiksi seluruh negara. Namun Indonesia dalam konteks relasi internasional tidak dapat lepas dari hukum internasional. Hukum internasional yang dipahami dan diterima sebagai keinginan dan komitmen masyarakat internasional menjadi pertimbangan penting saat menyangkut hubungan dengan negara lain. Hukum internasional tertentu mengingat urgensinya bagi kepentingan negara dan atau penghormatan terhadap masyarakat nasional dijadikan atau diadopsi menjadi hukum nasional melalui suatu ratifikasi.62

Ratifikasi merupakan proses menjadikan suatu instrumen internasional menjadi hukum nasional. Instrumen internasional secara resmi menjadi bagian dari hukum nasional, oleh karenanya ia mengikat secara hukum. Oleh karena itu, haruslah dibedakan antara instrumen internasional dengan instrumen nasional. Instrumen internasional hanya menyatakan keharusan

serta cara menyatakan persetujuan suatu negara. Namun pada instrumen nasional ditentukan otoritas mana yang berwenang untuk menentukan persetujuan pengikatan berikut prosedurnya.63

Namun, apabila menelusuri lebih jauh tentang konstitusi dan peraturan perundang- undangan yang ada, sebenarnya ketentuan pencari suaka dan pengungsi bukannya tidak diatur sama sekali, berikut sekilas mengenai ketentuan tersebut.64

No

Pengaturan Tentang Pencari Suaka dan Pengungsi

UUD dan Peraturan Perundang- Undangan

Rumusan

1 UUD 1945 Pasal 28 G Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derejat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

2 TAP MPR No.XVII/MPR/1998 TAP MPR ini terdiri dari tiga bagian, salah satu bagiannya mengakui keberadaan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang mana dalam salah satu pasalnya, yaitu pasal 24 mengatur bahwa “setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain”.

3 Undang-undang No.12 Tahun

2005 tentang Pengesahan

Pasal 12 ayat (2): Setiap orang bebas untuk meninggalkan negara manapun termasuk negaranya.

63

Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung, Hlm. 115-116

Konvensi Hak Sipil dan Politik (UU Hak Sipol)

Pasal 7: Setiap orang tidak boleh dijadikan sasaran penyiksaan atau hukuman yang tidak manusiawi. 4 Undang-undang No.5 Tahun 1998

tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UU CAT)

Pasal 3: Tidak boleh ada negara yang menolak, mengembalikan atau mengekstradisi seseorang ke negara yang mana terdapat keyakinan/alasan yang kuat bahwa dia akan berbahaya karena menjadi sasaran penyiksaan.

5 Undang-undang No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri (UU Hublu)

Pasal 25 ayat (1): Kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada ditangan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan Menteri.

Pasal 27 ayat (1): Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan pertimbangan Menteri.

6 Undang-undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian)

Pasal 86: Ketentuan tindakan administratif keimigrasian tidak diberlakukan terhadap korban perdagangan orang dan penyeludupan manusia.

Pasal 87: (1) Korban perdagangan orang dan penyeludupan manusia yang berada di wilayah Indonesia ditempatkan didalam Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) atau di tempat lain yang ditentukan.

manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapatkan perlakuan khusus yang berbeda dengan Deteni pada umum nya.

Pasal 88: Menteri atau pejabat imigrasi yang ditunjuk mengupayakan agar korban perdagangan orang dan penyeludupan manusia yang berkewarganegaraan asing segera dikembalikan ke negara asal mereka dan diberikan surat perjalanan apabila mereka tidak memilikinya.

7 Peraturan Dirjen Imigrasi No. IMI- 1489.UM.08.05 Tahun 2010 tentang Penanganan Imigran Ilegal

Pada bagian menimbang secara jelas disebutkan bahwa latar belakang diterbitkan peraturan Dirjen Imigrasi adalah …bahwa dalam perkembangannya kedatangan dan keberadaan orang asing sebagai imigran illegal yang kemudian menyatakan dirinya sebagai pencari suaka dan pengungsi…

Isi peraturan Dirjen menyangkut penanganan pencari suaka dan pengungsi.

8 Pasal 206, 221, dan 223 Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2013 tentang Keimigrasian

Ketentuan-ketentuan yang ada pada PP mengatur tentang pendetensian pengungsi (imigran illegal) hingga 10 tahun. PP tersebut mengatur bahwa, setelah 10 tahun pendetensian mereka dapat dikeluarkan dengan kewajiban melaporkan selama enam bulan sekali dan kewajiban melaporkan ke kantor imigrasi

apabila ada perubahan status dan pekerjaan mereka.

Gambaran umum mengenai perkembangan perlindungan pengungsi internasional yang dilakukan oleh lembaga internasional adalah sebagai berikut

Lembaga Internasional yang Menangani Pengungsi

65

1. Liga Bangsa-Bangsa

:

Lembaga ini dibentuk pada tahun 1921 dan berakhir pada tahun 1946. Meskipun lembaga ini tidak berusia lama, tetapi justru banyak melahirkan instrumen-instrumen hukum mengenai perlindungan para pengungsi. Selama periode Liga Bangsa-Bangsa, banyak badan dibentuk yang dimaksudkan untuk membantu Komisi Agung Pengungsi. Seperti, The Nansen International Office for Refugees (1931-1938), The Office of The High Commissioner for Refugee (1931- 1938), The Office of The High Commissioner of The League of Nations for Refugees (1939- 1946), dan Intergovermental Committee for Refugees (1938-1947).

2. UNRRA (United Nations Relief and Rehabilitation Administration)

Lembaga ini dibentuk pada tahun 1943, yang mempunyai tujuan untuk memukimkan kembali (resettlement) para pengungsi ke negara mereka yang terlantar akibat Perang Dunia II. Mandat UNRRA awalnya hanya enam bulan saja tetapi kemudian diperpanjang karena kerja UNRRA semakin sulit mengingat terdapat 12.000.000 etnis Jerman dari Blok Timur yang tidak ingin dipulangkan.

3. IRO (The International Refugee Organitation)

65

Lembaga ini didirikan pada tanggal 15 Desember 1946 dalam Resolusi 62 (1) dari Majelis Umum PBB. Dari lembaga-lembaga yang lain (Liga Bangsa-Bangsa dan UNRRA), IRO merupakan lembaga internasional pertama yang menangani masalah pengungsi secara komprehensif. Hal ini terlihat dari registrasi, penentuan status pengungsi, repatriasi, sampai ke penempatan kembali pengungsi. Tujuan IRO adalah merepatriasi para pengungsi, tetapi karena perkembangan politik pasca perang Eropa tujuan tersebut beralih menjadi mengusahakan penempatan para pengungsi. Selain itu IRO juga telah mengembangkan ukuran standar yang berkaitan dengan migrasi dalam jumlah besar dan hanya akan dapat dicapai melalui usaha koordinatif dalam kerangka badan internasional.

Dengan perkembangan dan perubahan keadaan maka dibentuklah lembaga khusus yang menangani pengungsi di wilayah tertentu, seperti pengungsi Rusia, Jerman dan pengungsi Palestina. Badan yang menangani pengungsi Rusia adalah Office of The High Commissioner for Russian Refugees, untuk menangani pengungsi Jerman maka dibentuk High Commissioner for Refugees Coming From Germany yang dibentuk pada tahun 1931.

Sedangkan untuk menangani pengungsi Palestina pada tahun 1950 dibentuklah UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East). Lembaga ini dibentuk mempunyai tujuan khusus yaitu menaggulangi masalah-masalah pengungsian, meliputi masalah perlindungan terhadap para pengungsi dan mencari solusi agar masalah pengungsi tidak berlarut-larut, memberikan perlindungan dan bantuan pada para pengungsi. Lembaga ini telah, dan masih memberikan bantuan sisi kebutuhan para pengungsi berupa penyediaan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan makanan dan sekolah-sekolah untuk pendidikan, juga sebagian bantuan kesehatan.

Adapun lembaga-lembaga internasional yang menangani pengungsi antara lain :

a) UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees)

Lembaga ini mempunyai wewenang khusus untuk melindungi pengungsi. Selain itu UNHCR juga mempunyai tugas dan wewenang dalam menangani pengungsi. Tugas, wewenang, serta fungsi UNHCR tercantum dalam statuta UNHCR.

Tugas UNHCR terdapat dalam statuta UNHCR bab kedua. Tugas UNHCR yaitu66

To promote the conclusions and ratification of international conventions, supervising

their application and proposing amandements

:

To promote meansures to improve the situation of refugees and reduce the number

requiring protection

To assist efforts to promote voluntary repatriation or local settlement To promote the admission of refugees to territories of states

To facilitate the transfer of refugees assets

To obtain from Governments information concerning refugee numbers and conditions, and relevant laws and regulations

To keep in touch with Governments and intergovernments organizations To establish contact with private organizations

To facilitate the coordination of their efforts.

Kewenangan UNHCR yaitu :

66 Ibid., Hlm. 39-40

 Meningkatkan skala operasi UNHCR yaitu menemukan solusi bagi para pengungsi yang masih belum mendapatkan tempat tinggal.

 Semakin luasnya ruang lingkup aktifitas UNHCR yaitu memfasilitasi pemukiman bagi para pengungsi, memberikan bantuan secara materi seperti papan dan pangan, kesehatan pendidikan dan bantuan lainnya.

 Meningkatkan jumlah pelaku internasional yang memberikan bantuan bagi perlindungan dan bantuan bagi pengungsi.

b) ICRC (International Committee of the Red Cross) membantu dalam menangani korban perang.

c) World Food Programme (WPP) bertugas memberikan bantuan pangan, termasuk ke kamp- kamp pengungsi.

d) United Nations Children Fund (UNICEF) bertugas mempromosikan hak anak melalui program-program yang terfokus pada kesehatan, gizi, pendidikan, pelatihan dan pelayanan sosial untuk anak, serta kegiatan-kegiatan yang melengkapi upaya UNICEF atas nama pengungsi anak.

e) World Health Organization (WHO) yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinir tugas kesehatan internasional dan aktif berkampanye tentang imunisasi dan kesehatan reproduksi. f) United Nations Development Programme (UNDP) mempunyai tugas mengkoordinir semua

kegiatan pembangunan PBB termasuk mengawasi kegiatan pembangunan jangka panjang menyusul terjadinya darurat pengungsi serta membantu proses integrasi pengungsi ke negara- negara suaka atau reintegrasi ke negara asal.

g) Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) bertugas memimpin kegiatan advokasi global melawan epidemi ini, menjadi ujung tombak inisiatif perawatan dan bantuan bagi penderita-penderitanya.

h) Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) yang bertugas mengkoordinir gerakan PBB untuk hak asasi manusia serta memberikan tanggapan terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia.

Kebutuhan untuk menciptakan dan mewujudkan tanggung jawab untuk melindungi pengungsi tidak dapat terpenuhi bila tidak ada kerjasama. Untuk itu dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut telah dilakukan upaya untuk membina kerjasama antara lembaga-lembaga di atas. Selain untuk melindungi pengungsi kerjasama tersebut penting guna mengatasi masalah pengungsi.

Dokumen terkait