• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kinerja Perikanan Tuna terpadu di Sulawesi Utara

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Penilaian Kinerja Perikanan Tuna terpadu di Sulawesi Utara

Shortlisted indikator kinerja kunci disusun untuk mendapatkan kriteria kinerja perusahaan dengan membuat beberapa penilaian sesuai dengan hasil yang telah diperoleh melalui shortlisting.

Pada tingkat nasional, indikator utama adalah indikator sosial dengan komponen yang terdiri atas kelancaran komunikasi, ketersediaan air untuk industri dan ketersediaan listrik, kemudian indikator pemerintah dengan komponen komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan, efektivitas penerapan hukum, kebijakan dan rencana pemerintah serta keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas kelembagaan. Indikator lain yang diprioritaskan pada tingkat nasional adalah indikator ekologi dengan komponen total allowable catch (TAC), pengelolaan limbah dari proses produksi dan potensi sumberdaya.

Pada tingkat nasional, hal yang menjadi indikator utama adalah layanan publik yang tergambar melalui kelancaran komunikasi, ketersediaan air dan listrik. Dengan demikian untuk mempertahankan kelangsungan industri perikanan terpadu khususnya untuk produk tuna diperlukan infrastruktur yang mendukung, yaitu listrik dan air.

Pada tingkat sektor perikanan terdapat tiga komponen utama dalam penentuan indikator kinerja kunci perikanan tuna terpadu, yaitu indikator ekonomi, indikator sosial dan indikator ekologi. Komponen dari masing-masing indikator adalah pendapatan, nilai ekspor, produksi dan nilai produksi, risiko kecelakaan dan tingkat pendidikan, dan terakhir adalah komposisi tangkapan, produktivitas tiap kapal dan perubahan area dan kualitas habitat.

Pada tingkat perusahaan terdapat indikator process, indikator outcome dan indikator output, dengan komponen penggunaan teknologi, pelatihan ABK, penggunaan hasil-hasil penelitian, sistem program appraisal, Internal Rate of Return (IRR), pengembangan investasi, pendapatan dan tingkat kesejahteraan karyawan.

Berdasarkan analisis SMART sensitivitas, diperoleh komponen yang kritis dan sangat penting dalam penilaian indikator kinerja perikanan tangkap tuna (Tabel 23).

102

Tabel 23 Komponen indikator yang kritis dan sangat penting dalam penilaian kinerja perikanan tuna terpadu

No Komponen Indikator Tingkat Sensitivitas

1 Pendapatan Kritis

2 Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan Kritis

3 Kelancaran komunikasi Kritis

4 Ketersediaan listrik Kritis

5 Ketersediaan air untuk industri Kritis

6 Tingkat pendidikan Kritis

7 Risiko kecelakaan Kritis

8 Penggunaan teknologi Kritis

9 Pelatihan ABK Kritis

10 Penggunaan hasil-hasil penelitian Kritis

11 Sistem program appraisal Kritis

12 Total allowable catch (TAC) Kritis 13 Pengelolaan limbah dari proses produksi Kritis

14 Pengembangan investasi Kritis

15 Internal rate of return Kritis

16 Tingkat kesejahteraan karyawan Kritis

17 Pendapatan karyawan Kritis

18 Produksi dan Nilai produksi Sangat penting

19 Nilai ekspor Sangat penting

20 Efektivitas penerapan hukum Sangat penting 21 Kebijakan dan Rencana Pemerintah Sangat penting

22 Potensi sumberdaya Sangat penting

Sumber: Hasil analisis SMART sensitivitas

Selain itu terdapat komponen indikator yang penting dalam penilaian kinerja seperti disajikan dalam Tabel 24. Komponen yang kritis menggambarkan bahwa bila salah satu komponen terabaikan dalam penilaian kinerja, maka akan berpengaruh besar terhadap kinerja perikanan tuna terpadu.

103

Tabel 24 Komponen indikator penting dalam penilaian kinerja perikanan tuna terpadu

No Komponen indikator Tingkat sensitivitas

1 Trend investasi Penting

2 Kontribusi terhadap Pendapatan Nasional Bruto Penting

3 Alokasi perizinan Penting

4 Hukum dan hak kepemilikan Penting

5 Keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas kelembagaan Penting

6 Ketersediaan transportasi Penting

7 Ketersedaiaan infrastruktur jalan Penting

8 Jumlah karyawan darat Penting

9 Budaya bahari Penting

10 Komposisi tangkapan Penting

11 Laju eksploitasi Penting

12 Derajat kekuatan aturan lingkungan untuk aktivitas Penting

13 Produktivitas/kapal Penting

14 Adanya database lingkungan yang komprehensif Penting

15 Perubahan area dan kualitas habitat Penting

16 Persepsi dan kepuasan terhadap hasil Penting

17 Nilai penjualan Penting

Sumber: Hasil analisis SMART sensitivitas

Dari komponen-komponen yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui bahwa yang menjadi indikator kinerja kunci untuk perikanan tangkap tuna terpadu di Sulawesi Utara adalah indikator yang kritis, yaitu terdiri dari 17 komponen indikator seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 24. Hal ini berarti bahwa komponen-komponen ini harus tercantum dalam penilaian kinerja perikanan terpadu.

Penilaian kinerja dilakukan dengan melakukan skoring dari tiap komponen kritis. Skoring ini didasarkan dari apa yang telah dikemukakan dalam FAO (1999) tentang indikator kinerja perikanan. Penilaian komponen-komponen indikator (Tabel 25) selanjutnya ditawarkan ke perusahaan-perusahaan perikanan yang ada di Sulawesi Utara. Komponen-komponen inilah yang menjadi penentu keberadaan kinerja perusahaan tuna terpadu yang ada di Sulawesi Utara.

104

Tabel 25 Skoring untuk analisis kinerja perusahaan perikanan tuna terpadu No Komponen indikator Tingkat

sensitivitas Skoring Baik Buruk Catatan

1 Pendapatan Kritis 0 2 2 0 <50% (0);50-80% (1); >80% (2) dari pendapat- an total keluarga 2 Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan

Kritis 0 2 2 0 Hampir tidak ada (0); beberapa (1); banyak (2)

3 Kelancaran komunikasi Kritis 0 2 2 0 Tidak lancar (0); lancar (1); sangat lancar (2) 4 Ketersediaan listrik Kritis 0 2 2 0 Tidak tersedia (0);

sering padam (1);lancar (2) 5 Ketersediaan air untuk

industri Kritis 0 2 2 0

Tidak tersedia (0); kurang lancar (1);lancar (2) 6 Tingkat pendidikan Kritis 0 2 2 0 di bawah rata-rata (0);

sama (1); di atas (2) 7 Risiko kecelakaan Kritis 0 1 1 0 rendah (1); tinggi (0) 8 Penggunaan teknologi Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak ada (0) 9 Pelatihan ABK Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak ada (0) 10 Penggunaan hasil-hasil

penelitian Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak ada (0) 11 Sistem program appraisal Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak ada (0)

12 Total allowable catch

(TAC) Kritis 0 2 2 0

(2) di bawah TAC; (1) sama dengan TAC (0) Melampaui TAC 13 Pengelolaan limbah dari

proses produksi Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak (0) 14 Pengembangan investasi Kritis 0 1 1 0 ada (1); tidak (0) 15 Internal rate of return Kritis 0 2 2 0 IRR >1 (2); IRR =1 (1);

IRR <1 (0) 16 Tingkat kesejahteraan

karyawan Kritis 0 1 1 0

Terpenuhi (1); tidak terpenuhi (0) 17 Pendapatan karyawan Kritis 0 2 2 0 > UMR (2); = UMR (1);

< UMR (0)

Komponen indikator menguraikan unsur-unsur yang menjadi bagian yang akan dinilai dengan menggunakan skoring, sesuai dengan keadaan yang ada. Skoring berada pada rentang baik dan buruk. Tingkat sensitivitas menggambarkan keadaan unsur yang dinilai. Penilaian pada tingkat sensitivitas yang kritis menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut adalah unsur yang sangat menentukan dalam penilaian terhadap perusahaan ataupun usaha yang ada. Skoring yang diperoleh disesuaikan dengan catatan dari masing-masing unsur yang dinilai. Dalam penilaian ini terdapat penilaian langsung maupun tidak langsung. Penilaian langsung adalah penilaian yang berkaitan langsung dengan objek (perusahaan atau usaha) dalam hal ini adalah input terkontrol dan output yang diinginkan, sedangkan penilaian tidak langsung adalah penilaian yang didasarkan pada

105

keadaan yang berada di luar kemampuan perusahaan/usaha atau input tidak terkontrol dan output yang tidak diharapkan.

Penilaian ini diuji-cobakan pada beberapa perusahaan perikanan yang berkedudukan di Bitung. Hasil penilaian dari 18 perusahaan perikanan terpadu yang ada di Sulawesi Utara disajikan pada Gambar 37, dengan nama-nama perusahaan disertai dengan komponen penilaian disajikan pada Lampiran 15.

Gambar 37 Hasil skoring indikator kinerja pada perusahaan perikanan yang ada di Sulawesi Utara

Dalam Gambar 37, nilai AKPI (Augmented Key Performance Indicators) masing-masing perusahaan menunjukkan bahwa terdapat tiga kriteria kinerja perikanan, yaitu kinerja yang baik, kinerja cukup baik dan kinerja cukup. Kinerja yang baik dengan nilai AKPI lebih besar dari 75 ditemukan pada 2 perusahaan, 14 perusahaan mempunyai nilai AKPI pada rentang antara 60 hingga 75 dan 2 perusahaan mempunyai nilai AKPI yang kurang dari 60. Berdasarkan kriteria kinerja yang dikemukakan oleh Gonzales (2006) diketahui bahwa kinerja di bawah 10% berada sangat di bawah rata-rata, antara 10 hingga kurang dari 30% berada di bawah rata-rata, antara 10 hingga kurang dari 70% dinyatakan sebagai

106

kinerja yang rata-rata, antara 70 hingga kurang dari 90% dinyatakan berada di atas rata-rata dan kinerja 90 hingga 100% dinyatakan secara signifikan di atas rata-rata Dengan demikian, maka hanya dua perusahaan yang kinerjanya berada di atas rata-rata.

Perusahaan Pathemang raya bergerak di bidang penangkapan tuna dengan menggunakan alat tangkap purse seine. Hasil tangkapannya dijual ke perusahaan Sinar Pure Food yang kemudian hasil tangkapan tuna tersebut dioleh menjadi produk ikan kaleng yang dijual ke pasar Eropa.

Perusahaan Aneka Loka Indo Utama bergerak dalam bidang penangkapan dengan menggunakan alat tangkap longline yang mempunyai jumlah armada sebanyak 43 buah. Perusahaan ini telah lebih dari 20 tahun melakukan aktivitas penangkapan dengan longline di wilayah pengelolaan 716. Hasil tangkapannya dijual ke perusahaan Bitung Mina Utama. Perusahaan Bitung Mina Utama mengolah bahan baku tuna yang dibeli tersebut ke bentuk produk beku dan segar. Kemudian produk ini dijual ke pasar Taiwan, Jepang dan terakhir telah membuka jalur pemasaran ke Amerika Serikat.

5.3 Formulasi Indikator Kinerja Kunci Sebagai Standar Evaluasi Pembangunan Perikanan Tuna Terpadu

Kinerja perikanan tuna di Sulawesi Utara adalah titik temu dari tiga pilar indikator utama, yaitu indikator pemerintah, indikator ekologi dan indikator finansial (Gambar 38). Pilar pemerintah dan pilar finansial tergambar melalui tingkat kesejahteraan karyawan dan pendapatan. Pilar ekologi dan pemerintah tergambar melalui tingkat pendidikan dan sistem program appraisal. Pilar ekologi dan finansial tergambar dengan penggunaan teknologi dalam kegiatan perikanan tuna dan risiko kecelakaan. Indikator-indikator ini adalah indikator kritis yang didasarkan pada analisis SMART sensitivitas (Tabel 25).

107

Gambar 38 Pilar indikator kinerja perikanan tuna terpadu di Sulawesi Utara

Melalui pilar-pilar indikator ini dapat disusun formulasi kinerja perikanan tuna di Sulawesi Utara, seperti disajikan dalam Gambar 39.

Dalam formulasi ini terdapat input terkontrol dan tidak terkontrol, proses produksi dan output yang diinginkan. Input terkontrol terdiri dari peningkatan pendidikan, pelatihan ABK, penggunaan teknologi/hasil-hasil penelitian dengan pendapatan karyawan yang lebih besar dari upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah. Input tidak terkontrol adalah potensi tuna di wilayah pengelolaan perikanan 715 dan 716 yang masing-masing sebesar 102.820 ton per tahun dan 227.669 ton per tahun. Melalui proses produksi yang di tunjang dengan infrastruktur yaitu ketersediaan listrik, air dan komunikasi yang memadai serta didukung oleh rencana dan komitmen pemerintah dalam pengimplementasian kebijakan dan juga efektivitas penerapan hukum maka akan diperoleh output sebagai berikut: Pendapatan (US $ 111.631,15), nilai ekspor khusus ikan tuna fresh $ 2,96 per kg dan frozen tuna & 3,96 per kg, produksi di harapkan dapat mencapai 43 ton/bulan dengan nilai produksi Rp. 1.167.488.000,- / bulan, dimana

108

internal rate of return-nya lebih besar 1. Dari segi lingkungan, diharapkan produksi lebih kecil atau sama dengan TAC, yaitu WPP 715 sebesar 82.256 ton/tahun dan WPP 716 sebesar 182.132,2 ton/tahun. Apabila kondisi tersebut dapat tercapai maka tingkat kesejahteraan karyawan dapat tercapai yaitu bila pendapatan karyawan lebih besar dari UMR. Bila dalam proses produksi ini belum memenuhi kriteria maka dilakukan evaluasi hingga hasil yang diinginkan tercapai.

sedi

Gambar 39 Hasil formulasi indikator dalam penilaian kinerja perusahan perikanan tuna terpadu tahun 2008 Potensi sumberdaya tuna

3. 102.820 ton/thn (717) 4. 227.669 ton/thn (718) Peningkatan pendidikan karyawan Pelatihan ABK Penggunaan teknologi/hasil penelitian Pendapatan karyawan > UMR Produksi ≤ TAC : 1. 82.256 ton/tahun (715) 2. 182,135,2 ton/tahun (716) I N V E S T A S I Tidak terkontrol Terkontrol

Komitmen pemerintah dalam implementasi kebijakan

Kebijakan dan rencana pemerintah Efektivitas penerapan hukum

PROSES PRODUKSI Ketersediaan listrik Ketersediaan air Ketersediaan komunikasi Pendapatan Perusahaan ($ 111.631,15)

Nilai ekspor ( fresh $ 2,96 per kg tuna frozen $ 3,96) Produksi (43 ton/bln) Nilai produksi Rp. 1.167.488.000 /bln

IRR (> 1)

Tingkat kesejahteraan karyawan (tercapai) > UMR

Rp. 845.000

EVALUASI Potensi sumberdaya tuna

1. 102.820 ton/thn (715) 2. 227.669 ton/thn (716) Peningkatan pendidikan karyawan Pelatihan ABK Penggunaan teknologi/hasil penelitian Pendapatan karyawan > UMR I N V E S T A S I Tidak terkontrol Terkontrol

110

Dokumen terkait