• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini berisikan kesimpulan penelitian dan saran yang direkomendasikan berdasarkan kesimpulan penelitian yang diperoleh

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PARIWISATA

2.1.1 Pengertian Pariwisata

Menurut etimologi kata, Pariwisata berasal dari dua suku kata bahasa Sansekerta, „pari‟ yang berarti banyak atau berkali-kali dan „wisata‟ yang berarti perjalanan atau bepergian. Jadi, pari-wisata diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali

Secara umum pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan meninggalkan tempat semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan atau rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Menurut Cooper dalam Heriawan (2004), pariwisata adalah serangkaian kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau keluarga atau kelompok dari tempat tinggal asalnya ke berbagai tempat lain dengan tujuan melakukan kunjungan wisata dan bukan untuk bekerja atau mencari penghasilan di tempat tujuan. Kunjungan yang dimaksud bersifat sementara dan pada waktunya akan kembali ke tempat tinggal semula. Hal tersebut memiliki dua elemen yang penting, yaitu: perjalanan itu sendiri dan tinggal sementara di tempat tujuan dengan berbagai aktivitas wisatanya.

Heriawan (2004) mengomentari uraian tersebut memiliki pengertian bahwa tidak semua orang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat (tempat asal) ke tempat lain termasuk kegiatan wisata. Perjalanan rutin seseorang ke tempat bekerja walaupun mungkin cukup jauh dari segi jarak tentu bukan termasuk kategori wisatawan. Dengan kata lain,

kegiatan pariwisata adalah kegiatan bersenang-senang (leisure) yang mengeluarkan uang atau melakukan tindakan konsumtif.

Sedang menurut Gamal (2004), Pariwisata didefinisikan sebagai bentuk. suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ketempat lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan baik karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain.

Menurut WTO (1999:5), Tourism-activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leasure, business and other purposes ; pariwisata adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya, perjalanan wisata ini berlangsung dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun secara berturut-turut untuk tujuan bersenang- senang , bisnis dan yang lainnya. Sedangkan menurut Undang - Undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.

2.1.2 Pengertian Obyek dan Daya Tarik Wisata

Obyek Wisata adalah segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke tempat tersebut. Menurut SK. MENPARPOSTEL No.: KM. 98 / PW.102 / MPPT-87, Obyek Wisata adalah semua tempat atau keadaan alam yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembangkan sehingga mempunyai daya tarik dan diusahakan sebagai tempat yang dikunjungi wisatawan.

Obyek wisata dapat berupa wisata alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut, atau berupa obyek bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah, dan lain-lain.

Menurut UU RI No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan

Pengertian Obyek Dan Daya Tarik Wisata menurut Marpaung (2002:78) adalah suatu bentukan dari aktifitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Obyek dan daya tarik wisata sangat erat hubungannya dengan travel motivation dan travel fashion, karena wisatawan ingin mengunjungi serta mendapatkan suatu pengalaman tertentu dalam kunjungannya (Marpaung, 2002:78). Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan semata-mata hanya merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu, misalnya penyediaan aksesibilitas atau fasilitas.

2.1.3 Motifasi Wisata

Motivasi yang menjadi latar belakang seseorang untuk berwisata. R.W.McIntosh (dalam Basuki Antariksa, 2011) menjelaskan bahwa motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perjalanan adalah sebagai berikut:

1. Pleasure (bersenang-senang), dengan tujuan “melarikan diri” untuk sementara dari rutinitas sehari-hari;

2. Relaxation, rest and recreation (beristirahat untuk menghilangkan stress), dengan tujuan untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Hal tersebut antara lain dilakukan

dengan mengunjungi lingkungan yangberbeda dengan yang dilihatnya sehari-hari, di mana lingkungan tersebut memberikan kesan damai dan menyehatkan;

3. Health (kesehatan), yaitu berkunjung ke tempat-tempat yang dapat membantu menjaga kesehatan atau menyembuhkan penyakit;

4. Participation in sports (olah raga yang bersifat rekreasi);

5. Curiousity and culture (rasa ingin tahu dan motivasi yang berkaitan dengan kebudayaan), yang saat ini semakin meningkat kualitasnya karena perkembangan teknologi informasi dan peningkatan kualitas pendidikan. Motivasi yang menjadi latar belakang seseorang melakukan kunjungan dalam hal ini adalah keinginan untuk melihat destinasi pariwisata yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat tinggi oryang menyelenggarakan aktivitas budaya yang sangat penting, seperti festival musik, festival seni, teaterdan sebagainya;

6. Ethnic and family (kesamaan etnik dan kunjungan kepada keluarga). Khusus berkaitan dengan kesamaanetnik, orang dapat termotivasi untuk mengunjungi suatu tempat karena dianggap sebagai tempattinggal/kelahiran nenek moyangnya.

7. Spiritual and Religious (alasan yang bersifat spiritual dan keagamaan);

8. Status and prestige (menunjukkan status sosial dan gengsi), dengan tujuan untuk menunjukkan kepadaorang lain bahwa seseorang memiliki status sosial dan gengsi yang tinggi karena mampu berwisata kesuatu destinasi pariwisata tertentu;

9. Professional or business (melakukan aktivitas yang berkaitan dengan profesi/pekerjaan), misalnya aktivitas menghadiri suatu sidang atau konferensi.

2.1.4 Bentuk Pariwisata

Menurut Nyoman S. Pendit (2002: 37) bentuk pariwisata dapat dibagi menjadi lima kategori yaitu menurut asal wisatawan, menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran,

menurut jangka waktu, menurut jumlah wisatawan, dan menurut alat angkut yang digunakan. Bentuk-bentuk pariwisata tersebut dijelaskan di bawah ini:

a. Menurut asal wisatawan

Wisatawan itu berasal dari dalam atau luar negeri. Kalau asalnya dari dalam negeri berarti sang wisatawan hanya pindah tempat sementara di dalam lingkungan wilayah negerinya sendiri dan selama ia mengadakan perjalanan.

b. Menurut akibatnya terhadap neraca pembayaran Kedatangan wisatawan dari luar negeri adalah membawa mata uang asing. Pemasukan valuta asing ini berarti memberi dampak positif terhadap neraca pembayaran luar negeri suatu negara yang dikunjunginya, halini disebut pariwisata aktif. Sedangkan kepergian seorang warga negara ke luar negeri memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran luar negerinya, disebut pariwisata pasif.

c. Menurut jangka waktu Kedatangan seorang wisatawan di suatu tempat atau negara diperhitungkan pula menurut waktu lamanya ia tinggal di tempat atau negara yang bersangkutan. Hal ini menimbulkan istilah-istilah pariwisata jangka pendek dan pariwisata jangka panjang, yang mana tergantung kepada ketentuan-ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara untuk mengukur pendek atau panjangnya waktu yang dimaksudkan.

d. Menurut jumlah wisatawan Perbedaan ini diperhitungkan atas jumlah wisatawan yang datang, apakah wisatawan datang sendiri atau rombongan. Maka timbulah istilah-istilah pariwisata tunggal dan pariwisata rombongan.

e. Menurut alat angkut yang dipergunakan Dilihat dari segi penggunaan yang dipergunakan oleh sang wisatawan, maka kategori ini dapat dibagi menjadi pariwisata udara, pariwisata laut, pariwisata kereta api dan pariwisata mobil, tergantung apakah sang wisatawan tiba dengan pesawat udara, kapal laut, kereta api atau mobil.

2.1.5 JENIS PARIWISATA

Jenis-jenis pariwisata menurut James J.Spillane (1987:29-31) berdasarkan motif tujuan perjalanan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis pariwisata khusus, yaitu :

1. Pariwisata untuk menikmati perjalanan (Pleasure Tourism)

Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar, memenuhi kehendak ingin-tahunya, mengendorkan ketegangan syaraf, melihat sesuatu yang baru, menikmati keindahan alam, mengetahui hikayat rakyat setempat, mendapatkan ketenangan.

2. Pariwisata untuk rekreasi (Recreation Tourism)

Pariwisata ini dilakukan untuk pemanfaatan hari-hari libur untuk beristirahat, memulihkan kembali kesegaran jasmani dan rohaninya, dan menyegarkan diri dari keletihan dan kelelahannya. Dapat dilakukan pada tempat yang menjamin tujuan-tujuan rekreasi yang menawarkan kenikmatan yang diperlukan seperti tepi pantai, pegunungan, pusat-pusat peristirahatan dan pusat-pusat kesehatan.

3. Pariwisata untuk kebudayaan (Cultural Tourism)

Jenis ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat-istiadat, kelembagaan, dan cara hidup masyarakat yang berbeda-beda, mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan masa lalu, pusat-pusat kesenian dan keagamaan, festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lain-lain.

4. Pariwisata untuk olahraga (Sports Tourism)

Pariwisata ini dapat dibagi lagi menjadi dua kategori:

a. Big sports events, yaitu peristiwa-peristiwa olahraga besar seperti Olympiade Games, kejuaraan ski dunia, kejuaraan tinju dunia, dan lain-lain yang menarik perhatian bagi penonton atau penggemarnya

b. Sporting tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olahraga bagi mereka yang ingin berlatih dan mempraktekkan sendiri seperti pendakian gunung, olahraga naik kuda, berburu, memancing dan lain-lain.

5. Pariwisata untuk urusan usaha dagang (Business Tourism)

Menurut para ahli teori, perjalanan pariwisata ini adalah bentuk profesional travel atau perjalanan karena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak memberikan kepada seseorang untuk memilih tujuan maupun waktu perjalanan. 6. Pariwisata untuk berkonvensi (Convention Tourism)

Pariwisata ini banyak diminati olehnegara-negara karena ketika diadakan suatu konvensi atau pertemuan maka akan banyak peserta yang hadir untuk tinggal dalam jangka waktu tertentu dinegara yang mengadakan konvensi. Negara yang sering mengadakan konvensi akan mendirikan bangunan-bangunan yang menunjang diadakannya pariwisata konvensi.

2.1.6 PRODUK WISATA

Pada umumnya yang dimaksud dengan produk adalah sesuatu yang dihasilkan melalui proses produksi. Jadi produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang terkait, yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan perusahaan, jasa masyarakat dan jasa alam.

a. Jasa yang disediakan perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan, pelayanan makan minum, jasa tour, dan sebagainya.

b. Jasa yang disediakan masyarakat dan pemerintah antara lain berbagai prasarana utilitas umum, kemudahan, keramahtamahan, adat-istiadat, seni budaya, dan sebagainya.

c. Jasa yang disediakan alam antara lain pemandangan alam, pegunungan, pantai, gua alam, taman laut, dan sebagainya (Suwantoro, 1997: 48)

Pada dasarnya ada tiga golongan pokok produk wisata yaitu:

a. Objek wisata yang terdapat pada daerah-daerah tujuan wisata.

b. Fasilitas yang diperlukan di tempat tujuan tersebut, seperti akomodasi, catering, hiburan, dan rekreasi.

c. Transportasi (Yoeti, 1996: 13)

Jadi pada hakikatnya defenisi produk wisata adalah keseluruhan bentuk pelayanan yang dinikmati wisatawan semenjak ia meninggalkan tempat kediamannya,selama di daerah tempat wisata, hingga ia kembali ke tempat semula ( Yoeti, 2006: 55).

Ciri-ciri produk wisata adalah sebagai berikut:

a. Tidak dapat dipindahkan, karena dalam penjualannya tidak mungkin pelayanan itu sendiri dibawa kepada konsumen, sebaliknya konsumen (wisatawan) yang harus datang ke tempat produk dihasilkan.

b. Pada umumnya peranan perantara tidak dibutuhkan. c. Hasil atau produk tidak dapat ditimbun.

d. Hasil atau produk tidak mempunyai standar atau ukuran objektif. e. Permintaan terhadap hasil atau produk wisata tidak tetap.

f. Hasil atau produk wisata banyak tergantung dari tenaga manusia (Yoeti, 1996: 18).

2.1.7 SARANA DAN PRASARANA PARIWISATA

Sarana dan prasarana pariwisata yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana/prasarana diartikan sebagai proses tanpa hambatan dari pengadaan dan peningkatan hotel, restoran, tempat hiburan dan sebagainya serta prasarana jalan dan tranportasi yang lancar dan terjangkau oleh wisatawan.

 Prasarana Pariwisata

Prasarana (infrastuctures) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, pelayanan kesehatan , terminal/ pelabuhan, dan lain sebagainya .(Suwantoro ,2004:21)

 Sarana Pariwisata

Sarana kepariwisataan (tourism infrastructure) adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar prasarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam . Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.(Suwantoro ,2004:22)

Sarana pokok kepariwisataan, yang dimaksud dengan sarana pokok kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata, termasuk ke dalam kelompok ini adalah: perusahaan-perusahaan angkutan wisata, hotel dan jenis akomodasi lainnya, bar dan restoran, serta rumah makan lainnya, sarana olahraga. (Lothar A.Kreck dalam Yoeti, 1996:197)

2.1.8 INDUSTRI PARIWISATA

Industri Pariwisata Pembangunan dibidang kepariwisataan merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan negara, jika bidang atau sektor kepariwisataan akan disejajarkan kedudukannya dengan sektor-sektor lain dalam meningkatkan pendapatan negara, maka kepariwisataan pantas kalau diangkat menjadi sebuah indutri, sehingga disebut industri pariwisata (Sujali, 1989:7).

Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata. (UU No.1O Tahun 2009 tentang Kepariwisataan)

Aspek-aspek yang tercakup dalam industri pariwisata menurut Kusmayadi dan Endar Sugiarto, (2000: 6-8) antara lain:

a) Restoran, di bidang restoran dapat diarahkan pada kualitas makanan, baik dari jenis makanan maupun teknik pelayanannya.

b) Penginapan, yang terdiri atas hotel, resor, wisma-wisma.

c) Pelayananan perjalanan, meliputi biro perjalanan, paket perjalanan, perusahaan incentive traveldan reception service.

d) Transportasi, dapat berupa sarana dan prasarana angkutan wisatawan seperti mobil, bus, pesawat, kereta api, kapal dan sepeda.

e) Pengembangan daerah tujuan wisata, dapat berupa kelayakan kawasan wisata. f) Fasilitas rekreasi, dapat berupa pemanfaatan taman-taman.

2.1.9 PARIWISATA DAN KEMISKINAN

Berkaitan langsung dengan upaya pengentasan kemiskinan, sektor pariwisata memiliki peran yang sangat penting. Industri pariwisata dapat mengurangi tingkat kemiskinan karena karakteristiknya yang khas sebagai berikut:

1. Konsumennya datang ke tempat tujuan sehingga membuka peluang bagi penduduk lokal untukmemasarkan berbagai komoditi dan pelayanan;

2. Membuka peluang bagi upaya untuk mendiversifikasikan ekonomi lokal yang dapat menyentuh kawasan-kawasan marginal;

3. Membuka peluang bagi usaha-usaha ekonomi padat karya yang berskala kecil dan menengah yangterjangkau oleh kaum miskin; dan,

4. Tidak hanya tergantung pada modal, akan tetapi juga tergantung pada modal budaya (cultural capital) dan modal alam (natural capital) yang seringkali merupakan asset yang dimiliki oleh kaum miskin. (Basuki Antariksa,2011)

2.1.10 DAMPAK NEGATIF KEPARIWISATAAN

Dalam kegiatan di sektor pariwisata, sejumlah dampak negatif dapat muncul. Dampak-dampak negatif tersebut harus dapat diantisipasi sejak dini agar tidak menimbulkan kerugian yang bersifat jangkapanjang bagi suatu destinasi pariwisata.

Pertama, ketika suatu wilayah tertentu berkembang menjadi destinasi pariwisata, maka permintaan akan produk lokal dan tanah di wilayah tersebut akan meningkat, sehingga harga akan terus meningkat. Sebagai contoh, jika pakaian tradisional di suatu daerah sangat diminati oleh wisatawan, maka peningkatan harga secara berkelanjutan akan menyebabkan penduduk setempat tidak lagi mampu membeli pakaian tradisional mereka sendiri dan mungkin harus beralih untuk memakai pakaian dengan kain yang harganya jauh lebih murah tetapi merupakan produk impor.

Kedua, di dalam hasil penelitian the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) disebutkan bahwa sebagian keuntungan yang dihasilkan dari sektor pariwisata internasional akan kembali ke negara asal wisatawan. Kebocoran devisa (leakage) dapat terjadi antara lainkarena: makanan dan minuman dan peralatan yang digunakan hotel/sarana akomodasi yang harus diimpor; gaji yang dibayarkan kepada tenaga kerja asing; keuntungan yang diperoleh perusahaan asing di bidang kepariwisataan; dan sebagainya. Hasil penelitian United Nations Environmental Program (UNEP) pada tahun 2001 menunjukkan bahwa leakage dari kegiatan di sektor pariwisata mencapai angka 70% di Thailand dan 80% di wilayah Kepulauan Karibia.

Jika diilustrasikan, hal tersebut berarti bahwa misalnya dari US$ 100 yang dibelanjakan oleh wisatawan, maka hanya US$ 30 yang menjadi keuntungan Thailand dan US$ 20 untuk wilayah Karibia. Sementara itu, menurut World Bank, tingkat leakage paling rendah untuk negara sedang berkembang adalah sebesar 40% di India.

Ketiga, kegiatan di sektor pariwisata dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang serius. Sebagai contoh, sekitar 87% emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh sektor transportasi. Walaupun belum diketahui seberapa besar kontribusi sektor transportasi udara di tingkat global terhadap volume emisi tersebut, diperkirakan jumlahnya paling besar. Sebagai contoh, di Eropa, pada tahun 2000, jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor transportasi udara telah mencapai angka 75% dari nilai total emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh seluruh jenis sarana transportasi yang digunakan (L.E. Preston dalam Basuki Antariksa, 2011). Persoalan ini bersifat dilematis karena sektor transportasi udara memberikan sumbangan terbesar terhadap pergerakan wisatawan dari negara maju ke destinasi pariwisata di negara sedang berkembang (C.L.Jenkins dan B.M. Henry dalam Basuki Antariksa, 2011).

Keempat, politisasi sektor pariwisata juga dapat terjadi dalam hal-hal tertentu. Pada umumnya pemerintah di negara maju memiliki posisi tawar (bargaining position) yang sangat tinggi dibandingkan negara sedang berkembang dalam hal penetapan kebijakan lalu lintas warga negaranya ke luar negeri. Sebagai

contoh, travel warning/advisory tidak hanya diberlakukan karena alasan-alasan konvensional (bencana alam, persoalan kesehatan dan keamanan), tetapi juga untuk mengakomodasi protes yang dilakukan oleh publik dan bahkan untuk keperluan embargo ekonomi. Dengan demikian, kebijakan tersebut secara terselubung mengandung kepentingan: “…to control where citizens visit and where their money is spent” (D.J. Timothy dan G.P. Nyaupane dalam Basuki Antariksa, 2011b: 5).

Di samping itu, pariwisata dapat menciptakan ketergantungan negara sedang berkembang yang semakin dalam terhadap negara maju. Martin Mowforth dan Ian Munt (1998) mengatakan bahwa: “…it is people from the First World who make up the significant bulk of international tourists and it is they who have the resources to make relatively expensive journeys for pleasure,a clear example of inequality”.

Kelima, sektor pariwisata dapat menimbulkan benturan ditinjau dari aspek sosial budaya. Sebagai contoh, M.L. Narasaiah (2004) menyatakan bahwa:

“…the environment and natural beauty may be harmed by infrastructure and hotel buildings; the intrusion of large numbers of foreigners with little knowledge and respect for the local culture and tradition may cause social tensions; there may be an upsurge of prostitution and sex-related diseases; and the local economy may be disrupted because labor is siphoned off from farming of the tourism sector,…” (M.L. Narasaiah 2004 dalam Basuki Antariksa 2011)

2.2 SOSIAL EKONOMI

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologis manusia sering disebut makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa bantuan dari orang lain disekitarnya (Salim, 2002:454). Sementara pengertian ekonomi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah, segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti perdagangan, keuangan dan perindustrian. Jadi, dapat dikatakan bahwa ekonomi berkaitan dengan proses pemenuhan keperluan hidup sehari-hari (Salim, 2002:379).

Kondisi sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status (Sumardi, 2001: 21). Kondisi sosial ekonomi menurut M. Sastropradja (2000) adalah keadaan atau kedudukan seseorang dalam masyarakat sekelilingnya. Manaso Malo (2001) juga memberikan batasan tentang kondisi sosial ekonomi yaitu, Merupakan suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam sosial masyarakat. Pemberian posisi disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.

Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 21) keadaan sosial ekonomi adalah suatu kedudukan yang secara rasional dan menetapkan seseorang pada posisi tertentu dalam masyarakat, pemberian posisi itu disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh si pembawa status.

Aspek sosial ekonomi Desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat Desa. Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat

baru terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup untuk menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan usaha-usahanya (Mubyanto, 2001).

2.3 KERANGKA PEMIKIRAN

Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia, salah satunya adalah membuka lapangan kerja, khususnya bagi masyarakat setempat. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi dan bukan untuk mencari nafkah. Jadi, tujuan utama perjalanan itu adalah berhubungan dengan pertamasyaan. Di samping itu, dari pengertian itu juga diketahui bahwa orang yang melakukan perjalanan akan melakukan aktivitas wisata dan memerlukan berbagai barang dan jasa sejak mereka pergi dari tempat asalnya sampai di tempat tujuan dan kembali lagi ke tempat asalnya.

Pariwisata sebagai manifestasi dari modernisasi yang dapat memberikan pengaruh positif

Dokumen terkait