• Tidak ada hasil yang ditemukan

diharapkan dapat berguna bagi siapa saja terutama pihak pihak yang terkait dengan kegiatan bongkar muat agar dapat dijadikan bahan masukan dalam meningkatkan pelayanannya bagi para pemakai jasa pekerjaan bongkar muat barang.

BAB II

PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT

MENURUT UNDANG UNDANG PELAYARAN NOMOR 17 TAHUN 2008

A. Pihak Pihak Yang

Terkait Dalam Hukum Pengangkutan Barang

Yang dimaksud dengan pihak pihak dalam pengangkutan adalah merupakan para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.14

1. Wiwoho soedjono menjelaskan bahwa dalam pengangkutan dilaut terutama mengenai pengangkutan barang , maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur , yaitu pengirim barang, pihak penerima barang, dan barang itu sendiri.

yang menjadi pihak pihak dalam pengangkutan ada beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli antara lain :

15

2. HMN Purwosutjipto : pihak pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan pengirim. pengangkutan adalah orang yang mengikatkan diri untuk

14

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Prespektif Teori Dan Praktek,Pustaka Bangsa Press, Medan,2005, halaman 11

15

menyelenggarakan pengangkutan barng dan atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujua tertentu dengan selamat. Lawan dari pihak pengangkutan ialah pengirim yaitu pihak pengangkut ialah pengirim yang mengikat diri untuk membayar uang angkutan dimaksudkan juga ia memberikan muatan.16

3. Abulkadir Muhammad : pihak pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga adalah mereka yang langsung terkait memenuhi kewajiabn dan memperoleh hak dalam perjanjaian pengangkutan niaga. Mereka adalah pertama pengangkut yang berkewajiban pokok menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya angkutan. Kedua pengirim yang berkewajiban pokok membayar biaya angkutan dan berhak atas penyelenggaraan pengangkutan barangnnya. Ketiga penumpang yang berkewajiban pokok membayar biaya angkut dan berhak atas penyelenggaraan pengggangkutan.17

Dari pendapat para ahli tersebut diatas, pihak pihak yang terkait dalam pengangkutan barang melalui laut terdiri dari :

1. pihak pengangkut (penyedia jasa angkutan), yakni merupakan pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan.

2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan) yakni merupakan pihak yang berkewajiban untuk membayar tarif angkutan sesuai yang telah disepakati untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan atas barang yang dikirimkannya. 3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan) yakni sama dengan pihak

pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun ada kalanya pihak pengirim barang juga merupakan pihak penerima barang yang diangkut.18

Pihak pihak yang disebutkan diatas merupakan pihak yang harus ada dalam pengangkutan barang melalui laut. Selain pihak pihak tersebut, dalam suatu pengangkutan barang melalui laut terdapat suatu perjanjian pengangkutan.

16 Ibid, halaman 12 17 Ibid, halaman 12 18 Ibid, halaman 12-13

Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.19

Jadi perjanjian pengangkutan dapat dirumuskan sebagai suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan menyeberang laut karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakannya , sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan suatu hal berupa memberikan sesuatu berupa pemberian imbalan(upah).

Dan menurut pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

20

Perjanjian Pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.21

Dari pengertian dari perjanjian pengangkutan tersebut dapat dilihat bahwa perjanjian pengangkutan adalah hukum secara timbal balik antara pengangkut (penyedia jasa angkuatan) dengan penumpang dan /atau pengirim barang (pengguna jasa angkutan) dimana masing masing pihak mempunyai kewajiban dan hak.22

Dengan adanya perjanjian pengangkutan maka akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak pengangkut maupun pihak pengirim barang. Sesuai dengan

19

R. Subekti. Hukum perjanjian. Catatan ke-6. Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, halaman 1

20

Op-cit, halaman 99

21

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, halaman 46

22

hukum perikatan maka masing masing pihak mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi. 23 Kewajiban pengangkut adalah menyelenggarakan pengangkutan dan menjaga keselamatan barang atau orang yang diangkut mulai diterimanya dari pengirim sampai diserahkan kepada penerima.24

1. Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang atau barang terutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan.

Dalam Undang undang No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, mengenai kewajiban pengangkut diatur dalam pasal 38 yaitu;

2. Perjanjian pengangkutan dibuktikan dengan karcis penumpang dan dokumen muatan.

3. Dalam keadaan tertentu, Pemerintah memobilisasi armada niaga nasional.

Berdasarkan penjelasan Pasal 38 Undang undang pelayaran, menyatakan bahwa ketentuan dalam pasal ini agar perusahaan angkutan tidak membedakan perlakuan terhadap pihak pengguna jasa angkutan sepanjang yang telah disepakati dalam perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan juga harus disertai dengan dokumen yaitu konosemen atau bill of lading dan manifest kapal. Yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah seperti bencana alam, atau keadaan yang membahayakan yang telah dinyatakan oleh pemerintah.

23

Ibid, halaman 101

24

HMN, Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 5 Hukum Laut dan Perairan Darat, Djambatan, Jakarta, 1985, halaman 187

Dengan adanya kewajiban terhadap pihak pengangkut, maka akan menimbulkan tanggung jawab.25

Menurut ketentuan tersebut, dapat dilihat tenggang waktu tanggung jawabpengangkut dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai penyerahannya kepada penerima disamping itu pengangkut juga mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan barang selama periode tersebut.

Mengenai pertanggung jawaban pengangkut, dalam Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa “persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang yang harus diangkut, mulai saat diterimanya hingga sat diserahkannya barng tersebut.”

26

Sedangkan menurut The Hamburg Rules, pertanggung jawaban pengangkut adalah pada saat barang barang ada dibawah pengawasannya, yaitu dipelabuhan

Selanjutnya pada ayat 2 Pasal 468 KUHD disebutkan bahwa “ si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian, yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau kerena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkananya barang atau kerusakan tadi , disebabkan oleh suatu melapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkanya, atau cacat dan pada barang tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkan.

Menurut The Huges Rules, pertanggung jawaban pengangkut itu adalah sejak saat barang itu dimuat sampai barang dibongkar. Sehingga dengan demikian pertanggung jawaban pengangkut itu berakhir pada saat barang dibongkar dari kapal.

25

Hasim Purba, op-cit, halaman 102

26

pembongkaran .atau pertanggung jawaban pengangkut adalah pada saat barang ada di bawah pengawasan pengankut pada saat barang barang diserahkan kepada penerima.27

1. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang atau barang yang diangkut.

Dalam Undang Undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran , mengenai tanggung jawab pengangkut terdapat dalam Pasal 40 yaitu:

2. Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati.

Pada Pasal 41 ayat 1 Undang Undang Pelayaran, memuat hal hal yang dapat menimbulkan tanggung jawab bagi pengangkut yaitu:

a. Kematian atau luannnya penumpang yang diangkut. b. Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut.

c. Keterlambatan angkutan penumpang atau barang yang diangkut. d. Kerugian pihak ketiga.

Pada ayat 2 Pasal 41 ini, dijelaskan bahwa pengangkut dapat dibebaskan dari seluruh atau sebagian tanggungjawabnya apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kesalahannya.

Pada pasal 42 Undang Undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran juga memuat tanggungjawab pengangkut sebagai Perusahaan angkutan di perairan wajib

27

memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah umur 5 tahun (balita), orang sakit, dan orang tua lanjut usia dan tidak semua hal tersebut tidak dipungut biaya tambahan.

Selain pengangkut, pengirim dan penerima, terdapat pihak pihak yang merupakan sebagai pihak terkait yang menawarkan jasa dalam usahanya demi kelancaran pengangkutan barang melalui laut, pihak ini disebut dengan usaha jasa terkait.

Berdasarkan Undang Undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran menyatakan bahwa usaha jasa terkait adalah kegiatan usaha yang bersifat memperlancar proses kegiatan di bidang pelayaran.

Pada Pasal 31 disebutkan bahwa usaha jasa terkait dengan angkutan perairan dapat berupa :

a. usaha bongkar muat barang

b. usaha jasa pengurusan transportasi c. usaha angkutan perairan pelabuhan

d. usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut

e. usaha tally mandiri f. usaha depo peti kemas

g. usaha pengelolaan kapal (ship management)

h. usaha perantara jual beli dan/atau sewa kapal (ship broker) i. usaha keagenan awak kapal (ship maning agency)

j. usaha keagenan kapal

Mengenai penjelasan tetang usaha jasa terkait yang disebut dalam Pasal 31 Undang Undang No. 17 tahun 2008 tersebut diatas,antara lain:

a. Usaha Bongkar Muat

Usaha bongkar muat adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan

stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.

Menurut Inpres No. 4 tahun 1985 jo Inpres No.3 tahun 1991, untuk mengurangi biaya bongkar muat barang yang meliputi stevedoring, cargodoring,dan delivery diambil langkah langkah sebagai berikut :

(1) kegiatan bongkar muat dilakukan oleh perusahaan perusahan yang didirikan untuk tujuan tersebut.

(2) dalam masa satu tahun setelah berlakunya Inpres ini bongkar muat barang tidak dilakukan lagi oleh perusahaan pelayaran.

(3) Pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dilakukan dalam tiga giliran kerja (shift) yaitu :

- Gilir kerja I 08.00 - 16.00

- Gilir kerja II 16.00 - 24.00

- Gilir kerja III 24.00 - 08.00

b. Usaha Jasa Pengurusan Trasportasi ( UJPT)

Usaha jasa pengurusan transportasi atau freight forwarding adalah pelaksanaan pengiriman barang, dengan melalui suatu penyelesaian dokumen di pelabuhan bongkar/muat, dengan menggunakan alat angkut dari atau beberapa tempat pengiriman menuju suatu atau beberapa tempat tujuan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan menyatakan dalam Pasal 1ayat 18 bahwa UJPT atau

freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujuakan untuk semua

kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang dan/atau hewan melalui angkutan darat, laut dan/atau udara.

c. Usaha Angkutan Perairan Pelabuhan

Usaha angkutan perairan adalah merupakan kegiatan usaha untuk memindahkan penumpang dan/atau barang dari dermaga ke kapal atau sebaliknya, dan dari kapal ke kapal di perairan pelabuhan.

Kegiatan usaha ini dimaksudkan untuk mendukung kegiatan angkutan laut di pelabuhan pelabuhan yang tidak dapat disandari langsung oleh kapal yang berbobot besar sehingga untuk mendukung kelancaran pemindahan penumpang dan atau barang dari kapal ke dermaga atau sebaliknya diperlukan angkutan di perairan pelabuhan yang biasanya dilakukan dengan mengoperasikan kapal kapal motor berukuran kecil.

d. Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut Atau Peralatan Jasa Terkait Dengan Angkutan Laut

Usaha Penyewaan Peralatan Angkutan Laut atau Peralatan Jasa Terkait dengan Angkutan Laut adalah kegiatan usaha untuk menyediakan dan menyewakan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait dengan angkutan laut dan/atau alat apung untuk pelayanan kapal.

Usaha Tally Mandiri adalah kegiatan usaha jasa menghitung, mengukur, menimbang, dan membuat catatan mengenai muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan/atau pengangkut.

f. Usaha Depo Peti Kemas

Usaha Depo Peti Kemas adalah kegiatan usaha yang meliputi penyimpanan, penumpukan, pembersihan, dan perbaikan peti kemas.

g. Usaha Pengelolaan Kapal (Ship Management)

Usaha Pengelolaan Kapal (ship management) adalah kegiatan jasa pengelolaan kapal di bidang teknis kapal meliputi perawatan, persiapan

docking, penyediaan suku cadang, perbekalan, pengawakan, asuransi, dan

sertifikasi kelaiklautan kapal.

h. Usaha Perantara Jual Beli Dan/Atau Sewa Kapal (Ship Broker)

Usaha Perantara Jual Beli dan/atau Sewa Kapal (ship broker) adalah kegiatan usaha perantara jual beli kapal (sale and purchase) dan/atau sewa menyewa kapal(chartering).

i. Keagenan Awak Kapal (Ship Maning Agency)

Usaha Keagenan Awak Kapal (ship manning agency) adalah usaha jasa keagenan awak kapal yang meliputi rekruitmen dan penempatan di kapal sesuai kualifikasi.

j. Usaha Keagenan Kapal

Usaha Keagenan Kapal adalah kegiatan usaha jasa untuk mengurus kepentingan kapal perusahaan angkutan laut asing dan/atau kapal perusahaan angkutan laut nasional selama berada di Indonesia.

Usaha Perawatan dan Perbaikan Kapal (ship repairing and

maintenance) adalah usaha jasa perawatan dan perbaikan kapal yang

dilaksanakan di kapal dalam kondisimengapung.

B. Dokumen Dokumen Dalam Pengangkutan Barang Melalui Laut

Dokumen angkutan laut merupakan surat surat yang diperlakukan sebagai prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamaan pengangkutan barang dan atau penumpang dilaut.28

1. Manifest kapal

Terdapat dokumen dokumen angkutan laut yang diperlukan dalam pengangkutan barang , antara lain :

Manifest merupakan suatu dokumen penting dalam pengangkutan

barang maupun pengangkutan penumpang dengan kapal laut. Manifest

sendiri adalah suatu dokumen kapal yang menerangkan seluruh jumlah dan jenis jenis barang yang diangkut di dalam kapal tersebut. demikian juga dengan pengangkutan penumpang. Manifest juga memuat daftar daftar nama dan jenis kelamin dari seluruh penumpang yang diangkut dalam kapal tersebut.

Sebelum kapal (berlayar) dari pelabuhan asal, manifest harus sudah selesai dan telah memuat data data yang sebenarnya tentang jumlah dan jenis barang maupun jumlah dan jenis kelamin penumpang yang berangkat.

2. Bill of lading (konosemen)

28

Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Pengangkutan Di Laut, Fakultas Hukum USU, Medan,2011, Halaman 67

Sebagai bukti adanya perjanjian pengangkutan laut ada sebuah dokumen angkutan yang dikenal dengan Bill of lading atau konosemen dapat disebut juga sebagai surat muatan. Surat muat atau bill of lading merupakan tanda terima barang-barang yang diberikan oleh pengangkut kepada pengirim barang.29

29

Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut 2, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1997, Halaman 39

Dalam pasal 504 KUHD disebutkan bahwa” si pengirim boleh meminta supaya dengan mencabut kembali tanda penerimaan yang kiranya telah diberikan oleh si pengangkut, oleh si pengangkut ini diberikan suatu konosemen tentang barang yang diterimanya untuk angkutan”

Menurut pasal tersebut, si pengirim barang dapat meminta kepada pengangkut untuk mengeluarkan konosemen dan untuk keperluan itu si pengirim harus memberikan segala keterangan secara lengkap mengenai barang yang akan dikirimkan.

Berdasarkan pasal 506 KUHD dinyatakan bahwa “bill of lading

(konosemen) adalah suatu surat bertanggal, dimana si pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang barang tersebut untuk diangkutnya kesuatu tempat, tujuan tertentu dan menyerahakannya disitu kepada seseorang tertentu begitu pula menerangkan dengan syarat syarat apakah barang barang itu akan diserahkan.”

Sebagai dokumen induk dalam pengangkutan laut, bill of lading atau konosemen mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

Suatu bill of lading menunjukan jumlah barang barang yang berada diatas kapal, jenis dan berat suatu ukuran barang barang yang diangkut. Jika barang barang yang sudah dimuat diatas kapal, maka dikeluarkanlah bill of lading.

Bagi pengangkut, bill of lading adalah merupakan bukti tanda penerimaan dari pengirim barang keesuatu tempat tujuan dan selanjutnya menyerahkan barang barang tersebut kepada penerima. b. sebagai bukti pemilikan atas barang

Bill of lading tidak hanya merupakan bukti dari penerimaan barang barang akan tetapi juga sebagai bukti kepemilikan barang. Dalam pasal 510 KUHD menyatakan bahwa “setiap pemegang konosemen berhak menuntut penyerahan barang yang tersebut didalamnya ditempat tujuan, kecuali jika konomen itu diperolehnya berlawanan dengan hukum.”

Berdasarkan pasal tersebut, bahwa orang yang memegang bill of lading merupakan pemilik barang yang tercantum dalam bill of lading, akibatnya, pemilikan atas suatu bill of lading ditentukan oleh petunjuk kepada siapa bill of lading tersebut diterbitkan.

Menurut United Nations Convertion on the Carrige of Goods by Sea, 1978, “ bill of lading merupakan dokumen yang membuktikan adanya penyerahan barang barang kepada orang tertentu yang ditunjuk, atau kepada pengganti atau kepada pembawanya.”

Setelah barang barang dimuat di atas kapal, kemudian pengangkut menerbitkan bill of lading yang juga merupakan bukti bagi kepentingan si pengirim dan pengangkut tentang adanya perjanjian pengangkutan antara mereka. Dalam United Nations Convertion on the Carriage of Goods by Sea tahun 1978, bill of lading adalah dokumen yang membuktikan adanya kontrak pengangkutan laut

(contract of carriage by sea). Selanjutnya dalam pasal 468 KUHD

disebutkan bahwa “persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan keselamatan barang barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut.” Bil of lading atau konosemen , biasanya dikeluarkan dalam set lengkap yang lazimnya terdiri dari rangkap 3(full set B/L) yang penggunaannya adalah sebagai berikut :

1. satu lembar untuk shipper/ pengirim

2. dua lembar untuk consignee/ penerima barang30

Pada orisinil bill of lading berlaku hukum “one for all and all for one” yang berarti bila salah satu dari lembar lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan delivery order (D.O) maka lembar lembar yang lain dengan sendirinya menjadi batal.31

30

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan Di Laut Prespektif Teori Dan Praktek,Pustaka Bangsa Press, Medan,2005, halaman149

31

Ibid, halaman 149

Dilihat dari dapat atau tidak diperalihkan konosemen dengan cara endosemen, maka konosemen atau bill of lading dapat dibedakan menjadi dua jenis , yaitu :

1. konoseme atas nama atau recta bill of lading

2. konosemen order

Pada konosemen atas nama (op naam) nama penerima barang harus dicantumkan secara jelas didalam konosemen dalam bagian kolom yang disediakan untuk itu. ini berarti bahwa barang yang disebut dalam konosemen tersebut hanya boleh diterima oleh mereka yang namanya disebutkan dalam konosemen.

Pada konosemen dengan klausa order dikenal beberapa bentuk: a. penempatan klausa order saja

b. order of shipper

c. order of bank 32

32

Ibid, halaman 151

dalam praktek pelayaran niaga dikenal dua macam bill of lading, yaitu:

a. received for shipment bill of lading

received for shipment bill of lading dilakukan untuk barang yang akan dimuat ke atas kapal atau disebut juga dengan konosemen to

be shipped. Dalam hal ini, barang barang dari pengirim belum

dimuat datas kapal. Pada jenis konosemen ini ,pengangkut telah menerima barang barang dari pengirim untuk diangkut dengan kapal tertentu dan waktu tertentu , namun belum terjadi pengapalan barang barang.

shipped on board bill of lading sering disebut juga konosemen

to shipped. Konosemen ini di keluarkan apabila barang barang

telah dimuat di kapal tertentu.

Melihat dari keadaan barang yang dimuat di atas kapal, terdapat dua jenis konosemen/bill of lading, yaitu :

1. Clean Bill of Lading

Barang yang dimuat dalam kapal dianggap dalam keadaan baik. 2. Unclean Bill of Lading

Barang yang dimuat, pengepakannya tidak sempurna dalam proses cargo handling sehingga terdapat catatan-catatan , celaan-celaan.33

33

Soegijatna Tjakranegara, Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, Penerbit Rineka Cipta, 1995, Halaman 176

c. certificate of insurance

certificate of inisurance atau disebut juga insurance polis merupakan polis asuransi untuk melindungi barang barang yang dikirim melalui laut terhadap resiko laut yang mungkin terjadi akan tetapi tidak dikehendaki. d. commercial invoice

commercial invoice atau faktur perdagangan yaitu merupakan

dokumen utama yang dimuat dari formulir eksportir, akan tetapi isinnya tidak boleh menyimpang dari peraturan peraturan Negara Eksportir. Formulir ini berisikan jumlah, jenis, kualitas dan harga barang disertai pula dengan syarat syarat penjualan.

certificate of origine adalah surat keterangan asal barang yang merupakan dokumen yang menyebutkan asal dari barang yang diangkut. Tujuan utuama dari dokumen ini adalah untuk mendapatkan hak untuk kelonggaran bea bagi suatu produk di negara importer atau mungkin juga untuk membuktikan bahwa produk tersebut diproduksi oleh Negara eksportir.

Selain itu, certificate of origine ini juga diperlukan dalam instansi pabean (bea dan cukai) dinegara pengimpor untuk memudahkan pelaksanaan tugasnya memberikan pelayanan pebean dan pemungutan bea masuk. Dokumen ini juga diperlukan dalam keperluan statistic. Dokumen ini harus memuat tentang uraian uraian lengkap mengenai barang yang di ekspor.

f. weight and meansurement list

weight and mensurement list merupakan daftar berat dan ukuran

barang. Daftar ini harus ditulis agar tidak menimbulkan salah pengertian dan penafsiran pada barang. Maka dari itu daftar berat dan daftar ukuran biasanya dibuat oleh perusahaan pelayaran.

g. packing list

packing list umunya digunakan untuk barang barang ekspor yang

dipakai dalam peti peti atau karton karton yang menyebutkan isi masing masing peti atau karton. Dokumen ini dibuat oleh eksportir yang menerangkan uarian dari barang barang yang dipak, dibungkus atau diikat dalampeti atau sebagainya dan untuk memudahkan pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat bea cukai.34

34

Roselyne Hutabarat. Transaksi Ekspor Impor Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1989, Halaman 111

Packing list walapun tidak selalu diperlukan, namun bagi pengangkut penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kondisi pengepakan barang yang diangkut.

h. certificate of analysis (inspection)

certificate ini diperlukan untuk produk produk yang sulit diketahui

Dokumen terkait