• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PROGRAM

SIKLUS PENDAMPING TINGKAT KOTA / KABUPATEN

D.   PEMANTAUAN  DAN  EVALUASI

3.5. PENYELENGGARAAN AUDIT DAN PEMANTAUAN

Selain pantauan partisipatif yang dilakukan sendiri oleh para pelaku di semua tingkatan, akan dilakukan pula audit dan pemantauan oleh pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam proses pendampingan.

3.5.1. Jenis audit dalam pelaksanaan PNPM MP.

a) Audit oleh Instansi Pemerintah untuk Seluruh Pelaku

Sebagaimana semua proyek/program pemerintah lainnya, maka PNPM MP juga akan diaudit oleh BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan). Artinya bahwa pemerintah (proyek PNPM MP) mempercayakan pelaksanaan audit kepada BPKP. Audit dilakukan sekali setiap tahun terhadap KSM, BKM/LKM/UP, PJOK, para konsultan pelaksana, serta kantor-kantor bank pemerintah yang ditunjuk sebagai penyalur dana. Lembaga-lembaga pemeriksa akan mengkoordinasikan kegiatan ini untuk menghindari duplikasi antar mereka.

Bagi instansi pemerintah pelaksana PNPM MP, konsultan pelaksana, dan bank, titik berat pemeriksaan adalah pada ada atau tidaknya penyimpangan, sedangkan bagi KSM dan BKM/LKM/UP, lebih pada pendidikan dan pembelajaran masyarakat tentang penatabukuan yang sehat.

Audit BPKP terhadap BKM/LKM selama masa proyek PNPM MP lebih dititikberatkan pada aspek substantif. Sedangkan audit BPKP terhadap UP-UP (UPL, UPS dan UPK) difokuskan pada audit kegiatan, administrasi pembukuan, dan keuangan, yang dikelola oleh masing-masing UP.

Laporan pemeriksaan BPKP harus selesai pada setiap akhir bulan Maret bagi pengeluaran yang terjadi pada tahun fiskal sebelumnya. BKM/LKM/UP, KSM, para konsultan pelaksana, dan bank yang ditunjuk harus mendokumentasikan catatan-catatan kegiatannya selama tiga tahun dan menyerahkannya kepada auditor independen bila diminta.

b) Audit Independen untuk Pelaksana Kegiatan PNPM MP

Masyarakat perlu menyadari pentingnya penilaian pihak luar untuk membuktikan telah dijalankannya prinsip transparansi dan akuntabilitas. Untuk itu, setiap tahun semua lembaga yang langsung terkait sebagai pelaksana lapangan PNPM MP, BKM/LKM, dan Para-pihak terkait harus mengauditkan diri kepada auditor independen. Biaya audit wajib dialokasikan oleh BKM/LKM sendiri sebagai bagian biaya operasional pelaksanaan (BOP).

Audit oleh auditor independen terhadap BKM/LKM selama masa proyek PNPM MP lebih dititikberatkan pada aspek penyerapan dan penyaluran dana BLM tahap 1 hingga tahap 2. Sedangkan audit terhadap UP-UP (UPL, UPS dan UPK) difokuskan pada audit administrasi pembukuan dan keuangan, yang dikelola oleh masing-masing UP.

Ketentuan pokok mengenai audit independen adalah sebagai berikut:

1) BKM/LKM melalui musyawarah anggota menyewa auditor independen untuk melakukan audit di lembaga masing dan pihak mitra kerja masing-masing, baik untuk aspek keuangan maupun untuk aspek manajemen.

2) Auditor independen harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: • Akuntan Publik yang terdaftar di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

• bukan warga kelurahan/desa di mana BKM/LKM yang akan diaudit berada;

• bersedia mengikuti briefing atau pengarahan dari OC/KMW tentang model kelembagaan “BKM/LKM”, sistem pembukuan PNPM MP, dan

cakupan audit (biaya pengarahan ditanggung oleh auditor);

• lulus pengujian yang dilakukan oleh OC/KMW (pengujian hanya dilakukan atas: kesediaan mengikuti pengarahan dan melakukan audit sesuai isi pengarahan, calon auditor benar-benar bukan warga kelurahan/desa di mana BKM/LKM yang akan diaudit berada, dan berijasah minimal S-1 akuntansi).

Audit independen harus dilakukan setiap tahun selambat-lambatnya satu bulan setelah tutup tahun buku.

3) Hasil audit diumumkan oleh BKM/LKM dan para pihak terkait kepada masyarakat baik dengan cara ditempelkan di papan pengumuman, penyebarlausan salinan hasil audit kepada masyarakat dan dimasukkan ke dalam laporan tahunan dan laporan pertanggungjawaban BKM/LKM.

3.5.2. Monitoring Independen oleh Tim Khusus

Pemerintah atau perwakilan Bank Dunia dapat membentuk tim khusus di luar yang telah ada untuk melakukan monitoring independen atas pelaksanaan PNPM MP, terutama untuk memeriksa apakah proses pelembagaan di masyarakat dan proses pendampingan yang dilakukan instansi pemerintah pelaksana PNPM MP dan para konsultan pelaksana telah dilakukan sebagaimana mestinya. Tim khusus ini dapat dibentuk sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan terlebih dahulu baik keberadaan maupun jadwal pemeriksaannya kepada para pelaku.

3.5.3. Kelompok Pemantau Independen PNPM MP

Disamping audit resmi tersebut, harus dibangun mekanisme pengendalian sosial (social control). Untuk itu, masyarakat kelurahan/desa yang peduli pada PNPM MP dan memiliki komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dapat membentuk Kelompok pemantau independen PNPM MP atau sejenisnya.

Inisiatif masyarakat untuk mengawasi pelaksanaan PNPM MP harus diakomodasi oleh BKM/ LKM dengan memberikan kemudahan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan mereka. Meskipun demikian, Kelompok pemantau independen tetap tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan sanksi ataupun kebijakan terhadap BKM/LKM. Kelompok pemantau independen dapat menyampaikan informasi temuannya kepada rembug-rembug warga kelurahan/desa atau instansi yang berwenang menangani hal tersebut, atau kepada unit pengaduan masyarakat (UPM) yang ada.

terutama audit manajemen dan audit pendanaan, OC/KMW perlu terlebih dahulu mengadakan verifikasi manajemen dan pembukuan kepada semua BKM/LKM, di wilayah kerja masing-masing. Verifikasi dilakukan oleh tenaga ahli OC/KMW untuk mengecek kesiapan BKM/LKM dalam menerima audit independen.

3.6. SANKSI

3.6.1. Pengertian

Sanksi adalah pemberlakuan hukuman terhadap pelanggaran ketentuan dan/atau aturan yang telah ditetapkan dalam Pedoman PNPM maupun aturan yang ditetapkan masyarakat, sebagaimana tercantum pada AD/ART BKM/LKM.

3.6.2. Penetapan dan Penerapan Sanksi

Penerapan sanksi merupakan konsekuensi logis dari penegakan prinsip akuntabilitas yang bertujuan untuk menghukum yang salah dan menyebarkan kebajikan dengan menumbuhkan rasa tanggungjawab dari berbagai pihak terkait dalam melaksanakan PNPM MP. Sehingga warga masyarakat miskin yang seharusnya merasakan manfaat program tidak dirugikan dan program dapat berjalan dengan baik serta berkelanjutan.

a) Penetapan dan penerapan sanksi oleh Pemerintah

Pemerintah dapat menetapkan dan menerapkan sanksi dalam bentuk :

• Sanksi hukum yang dapat dikenakan pada perangkat pemerintah, konsultan, pengurus BKM/LKM/UP dan warga masyarakat, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, terhadap upaya dan/atau penyalahgunaan dana, tindak korupsi, penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu; serta

• Sanksi pembatalan/pencabutan dana, yaitu suatu bentuk sanksi dengan dibatalkan/tidak dialokasikannya dana BLM pada tahap atau tahun berikutnya. Ketentuan mengenai pembatalan dana dimaksud dapat dibaca pada ketentuan umum penggunaan dana BLM.

b) Penerapan sanksi oleh masyarakat

Sanksi yang diterapkan masyarakat dapat bersifat formal, artinya merupakan keputusan/ hasil rembug warga atau bersifat non-formal dalam bentuk sanksi social. .

Rembug Warga Kelurahan/desa

Rembug warga merupakan mekanisme yang lazim digunakan dalam menetapkan sanksi dan penerapannya. Dalam hal masyarakat melihat terjadi penyimpangan prinsip serta nilai universal oleh anggota BKM/LKM dan/atau terdapat keputusan BKM/LKM yang ditolak oleh sebagian besar warga, dan/atau BKM/LKM dianggap tidak lagi mencerminkan kriteria sebagai pimpinan kolektif organisasi masyarakat warga, maka masyarakat kelurahan/desa berhak untuk membubarkan sebagian atau keseluruhan anggota BKM/LKM serta memilih penggantinya melalui mekanisme Rembug Warga Kelurahan/desa. Mekanisme rembug warga kelurahan/desa diawali dengan rembug warga tingkat RT/RW, rembug warga tingkat dusun dan akhirnya rembug warga tingkat kelurahan/desa.

Melalui rembug warga ini dapat ditetapkan sanksi sosial dan atau sanksi hukum yaitu dengan menyerahkan oknum yang melakukan penyimpangan ke pihak yang berwajib.

Musyawarah kelompok

Selain mekanisme rembug warga, yang relatif melibatkan banyak orang, sering kali juga dilakukan musyawarah kelompok untuk membahas persoalan di tingkat kelompok. Sanksi yang ditetapkan dan diterapkan pada umumnya adalah bersifat sanksi sosial misalnya pengucilan dari kelompok, dsb .