• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peralihan Hak Melalui Hibah Kepada Gereja Yang Peruntukannya Belum

Dalam dokumen Kepastian Hukum Gereja Sebagai Penerima (Halaman 85-92)

BAB IV ANALISIS KEPASTIAN HUKUM GEREJA SEBAGA

4.2. Peralihan Hak Melalui Hibah Kepada Gereja Yang Peruntukannya Belum

Subyek hukum adalah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Disamping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau perkumpulan dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memilki hak-hak dan melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hakim. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan tersebut disebut badan hukum yang berarti orang yang diciptakan oleh hukum.131 Menurut

Sri Soedewi Masjchoen, badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan yaitu berwujud himpunan

131 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Kedelapan (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 216.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

dan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu.132 Menurut Salim HS,

badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan serta hak dan kewajiban.133

Pada asasnya, hak atas tanah diberikan kepada subyek hukum yaitu perorangan dan badan hukum. Hak atas tanah terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, serta Hak Pakai. Hak atas tanah yang tidak dapat dimiliki oleh badan hukum adalah hak milik. Akan tetapi, sebagai pengecualian dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) UUPA, Pemerintah akan menetapkan badan- badan hukum apa saja yang dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah. Akan tetapi pemilikan tanah dengan hak milik oleh badan-badan hukum tersebut disertai dengan syarat mengenai peruntukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 14 ayat (1) UUPA yaitu untuk keperluan-keperluan:

1. Pemerintah sendiri (pembangunan);

2. Peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa;

3. Pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, kesejahteraan, dll; 4. Memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan; dan 5. Memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Khusus untuk keperluan suci dan badan sosial, ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 49 UUPA yaitu:

1. Hak milik atas tanah Badan-Badan Keagamaan dan Sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi.

2. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial;

3. Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.

132 Sri Soedewi Masjchoen dalam Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Cet. Kelima, (Jakarta: Sinar Grafka, 2008), hlm. 26.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

4. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai.

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (2) UUPA, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, badan- badan hukum tersebut adalah:134

1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut sebagai Bank Negara);

2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian Yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958;

3. Badan-badan Keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama; dan

4. Badan-Badan Sosial Yang Ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.

Lebih lanjut ditentukan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi mengenai keperluan keagamaan apa saja yang dapat diberikan dengan hak milik atas tanah. Keputusan-keputusan tersebut berupa:

1. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor 1/Dd- AT/Agr/67 tentang Penunjukan Badan-Badan Gereja Roma Katolik sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik (Untuk Selanjutnya disebut SK 1); dan

2. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor SK.22/HK/1969 tentang Penunjukan Badan Gereja Protestan di Indonesia Bahagian Barat sebagai Badan Hukum yang dapat mempunyai tanah dengan hak milik (Untuk Selanjutnya disebut SK 2).

Didalam SK 1 ditentukan bahwa keperluan keagamaan yang dapat diberikan dengan hak milik atas tanah meliputi pembangunan gereja, pastoran (rumah

134 Indonesia V, Op.Cit., pasal 1.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

pastor), biara, kapel, sekolah agama beserta asramanya dan tempat khalwat, masing-masing beserta halamannya.135 Sedangkan dalam SK 2 ditentukan bahwa

keperluan keagamaan yang dapat diberikan dengan hak milik atas tanah jika meliputi pembangunan gereja, sekolahan agama beserta asramanya dan rumah dominei masing-masing beserta halamannya.136 Jika mengenai keperluan selain

keperluan keagamaan, gereja dianggap sebagai badan hukum biasa. Maka, hak atas tanah yang dapat diberikan adalah hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai sesuai keperluan.137

Sebagai subyek hukum, gereja merupakan badan hukum yang diakui berdasarkan Staatsblad 1927 Nomor 156, 157, 158 dan 532. Khususnya dalam

Staatsblaad 1927 Nomor 156 menyebutkan bahwa Gereja-gereja atau Lembaga-

lembaga gerejani, dan juga bagian-bagiannya yang berdiri sendiri merupakan

badan hukum berdasarkan hukum. Dalam perkembangannya, gereja digolongkan

sebagai organisasi kemasyarakatan.138 Sebagai suatu organisasi kemasyarakatan

gereja diwajibkan untuk memiliki anggaran dasar.139 Berbeda dengan badan

hukum lainnya, gereja merupakan kumpulan umat yang memiliki tujuan untuk beriman kepada Yesus Kristus.140 Sebagai subyek hukum, gereja dapat melakukan

perbuatan hukum salah satunya memperoleh hak atas tanah dengan cara peralihan hak. Peralihan hak atas tanah dapat berupa jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya dan pemindahan hak melalui lelang. Jika melihat kedua kasus yang diambil oleh

135 Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor 1/Dd-AT/Agr/67 tentang Penunjukan Badan-Badan Gereja Roma Katolik Sebagai Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik

136 Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi Nomor SK.22/HK/1969 tentang Penunjukan Badan Gereja Protestan di Indonesia Bahagian Barat Sebagai Badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Tanah Dengan Hak Milik

137Indonesia V, Op.Cit.,penjelasan Pasal 1.

138 Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang dikutip dari Indonesia VI. Op.Cit., Pasal 1.

139 Indonesia VI, Ibid., pasal 7. 140 Randa Puang., Op.Cit., hlm. 5.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

penulis, Gereja Kristen Indonesia merupakan badan hukum yang dibuktikan dengan ada anggaran dasar yang termuat dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris Winanto Wiryomartani, S.H., M.Hum, dengan Nomor 8 pada tanggal 4 November 2003.

Dalam peralihan hak ini, gereja hanya dianggap sebagai badan hukum biasa bukan sebagai badan keagamaaan dikarenakan tanah yang akan dialihkan kepadanya tidak secara langsung dipergunakan untuk keperluan keagamaan. Tanah-tanah tersebut akan diperuntukan sebagai rumah retreat dan hanya untuk dialihkan saja kepada gereja bagi tanah yang dihibahkan.141 Pemberian HGB

kepada gereja sudah tepat karena gereja telah memenuhi persyaratan sebagai pemegang HGB.142 Sedangkan tanah-tanah yang dialihkan tersebut bukan merupakan obyek sengketa, karena pada saat pengecekan sertipikat tanahnya tidak dinyatakan demikian dan telah sesuai dengan daftar yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Sehingga ketentuan materiil peralihan hak baik mengenai subyek dan obyeknya telah terpenuhi.

Mengenai ketentuan formilnya, sebelum pembuatan akta peralihan hak atas tanah, PPAT harus melakukan pengecekan sertipikat ke kantor pertanahan setempat apakah telah sesuai dengan daftar-daftar yang ada di kantor pertanahan setempat.143 Jika hal tersebut sudah dilakukan, terhadap peralihan hak atas tanah

harus dipenuhi terlebih dahulu kewajiban pajak antara kedua belah pihak yaitu pemberi hak dan penerima. Dalam hal ini terdiri dari Pajak Penghasilan bagi pemberi hak144 dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.145

Berbeda halnya dengan hibah, tidak ada pengenaan pajak baik Pajak Penghasilan bagi pemberi hibah ataupun Bea Perolehan Hak Atas Tanah bagi

141 Hasil Wawancara dengan Bapak Deddy Arruanpitu, Sekretaris Umum Gereja Kristen Indonesia Kebayoran Baru, pada tanggal 20 Oktober 2015 Pukul 12.30 WIB.

142 Indonesia III. Op.Cit., pasal 36.

143 Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia I, Op.Cit., pasal 97 ayat (1).

144 Indonesia X. Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan. LN No. 77 Tahun 1994 TLN No. 3580, Pasal 1.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

penerima hibah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan146 dan Pasal 3

ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan.147 Jika melihat kedua kasus yang diambil penulis, maka kedua hal

tersebut telah dilakukan para pihak baik PPAT, penjual dan pembeli ataupun pemberi dan penerima hibah.

Dalam pelaksanaan pembuatan akta sebagaimana diatur dalam Pasal 38 PP No. 24 Tahun 1997, dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. Dalam hal hibah, telah dibuat akta hibah yang dibuat dihadapan PPAT Artati Sri Redjeki, S.H dengan Nomor 22/2010 pada tanggal 13 November 2010 dengan dihadiri para pihak dan saksi-saksi. Sedangkan dalam hal jual beli dibuat dengan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT Rini Yulianti, S.H dengan nomor 37/2009 pada tanggal 28 Juli 2009 dengan dihadiri para pihak dan saksi-saksi. Sehingga mengenai pelaksanaan pembuatan akta telah terpenuhi bagi kedua kasus yang diambil oleh penulis.

Sebelum pendaftaran peralihan ke Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, penerima hak harus mengajukan permohonan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT). Izin Peruntukan Dan Penggunaan Tanah adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.148 Dalam

kasus jual beli yang diambil oleh penulis, pertama kali gereja memasukan

146 Indonesia VIII. Op.Cit., pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 2.

147 Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh: f. orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah. Hal tersebut dikutip dalam Indonesia IX, Op.Cit., pasal 3 ayat (1) huruf f.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

persyaratan-persyaratan untuk mengajukan permohonan IPPT kepada Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor yang terdiri dari:149

1. Formulir Permohonan;

2. Surat Kuasa dan fotokopi KTP penerima kuasa dalam hal ini dikuasakan kepada Pegawai PPAT;

3. Identitas Pemohon yang terdiri dari Akta Pengesahan dan NPWP Pemohon;

4. Peta lokasi yang ditandatangani oleh pemohon;

5. Foto copy surat tanah yang dilegalisir oleh pejabat berwenang; 6. Foto copy SPPT dan STTS PBB tahun terakhir yaitu tahun 2009;

7. Akta Otentik yang menerangkan hubungan hukum antara pemohon dengan obyek tanah dalam hal ini akta jual beli;

8. Proposal dalam hal ini akan dimanfaatkan untuk rumah retreat;

9. Surat persetujuan warga minimal 10 orang dan fotocopy KTP warga yang diketahui RT,RW, Lurah/Kepala Desa dan Camat setempat

Mengenai prosedur penerbitan IPPT, pada masa itu sama halnya dengan prosedur penerbitan izin lokasi. Hal tersebut dikarenakan belum ada peraturan daerah atau peraturan bupati yang mengatur khusus mengenai IPPT. Pemberian izin tersebut dilakukan setelah diadakan rapat koordinasi yaitu dari pihak Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor dan Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Rapat koordinasi tersebut disertai dengan konsultasi masyarakat sekitar. Konsultasi tersebut meliputi penyebaran informasi mengenai rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang akan dilaksanakan dan ruang lingkup dampaknya serta pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial dan lingkungan yang diperlukan.150

149 Hasil Wawancara dengan Bapak Deddy Arruanpitu, Sekretaris Umum Gereja Kristen Indonesia Kebayoran Baru, pada tanggal 20 Oktober 2015 Pukul 12.30 WIB.

150 Hasil Wawancara dengan Bapak Asep Hermawan, Kepala Sub Bidang Penerbitan Bidang Pemanfaatan Ruang Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, pada tanggal 16 November 2015 Pukul 11.00 WIB.

Kepastian Hukum…, Mutiara Hafidzah, FH UI, 2016.

UNIVERSITAS INDONESIA

Berbeda halnya dengan kasus hibah kepada gereja, dalam hal ini gereja tidak diwajibkan melampirkan proposal (uraian rencana pemanfaatan tanah), karena peralihan melalui hibah ini bertujuan agar tanahnya tidak beralih kepada ahli waris penghibah jika penghibah meninggal dunia.151 Dalam hal ini, belum

ditentukan peruntukannya tetapi kedepannya tidak akan dijadikan sebagai rumah ibadah. Dalam prosesnya, IPPT tersebut tidak dapat diterbitkan. Sehingga, peralihan hibah tersebut tidak dapat didaftarkan karena dokumen yang diperlukan tidak lengkap dalam hal ini adalah IPPT.152 Penolakan pendaftaran peralihan

hibah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor didasarkan pada ketentuan pasal 45 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

Jika dikaitkan dengan subyek penerima hibah yaitu gereja, pada abad pertengahan awal pemberian tanah-tanah gerejawi seolah-olah menunjukan adanya kenaikan keadilan pribadi atau keadilan seigneurial dan kekuasaan. Hal tersebut disebabkan karena pada masa tersebut, gereja merupakan representasi dari masyarakat khususnya umat kristiani. Jika dikaitkan dengan keadaan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam, masyarakat penganut agama Kristen atau Katolik merupakan kaum minoritas, sehingga dalam kasus hibah ini terdapat sentimen terhadap gereja dikarenakan gereja merupakan representasi umat kristiani.

4.3. Kepastian Hukum Gereja Sebagai Penerima Hibah Hak Atas Tanah

Dalam dokumen Kepastian Hukum Gereja Sebagai Penerima (Halaman 85-92)

Dokumen terkait