• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional 1 Persamaan Bank Syariah dan Konvensional

II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Perbandingan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional 1 Persamaan Bank Syariah dan Konvensional

Wibowo dan Widodo (2005) menyebutkan, persamaan antara bank syariah dengan bank konvensional terletak pada salah satu tujuannya dalam mencari keuntungan dan pelayanan masyarakat dalam lalulintas uang. Persamaan lainnya adalah dalam persaingan antarbank. Tanpa memandang bank syariah atau bank konvensional, masyarakat cenderung memilih bank dengan pelayanan yang paling baik. Pada akhirnya, bank yang terbaik dalam memberikan layanan yang akan memenangkan persaingan. Apalagi kalau melihat kondisi pasar perbankan di Indonesia, bahwa 80 persen nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh 15 ribu bank-bank besar, sedangkan 20 persen pasar nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh lebih banyak lagi bank-bank kecil.

2.3.2 Perbedaan Bank Syariah dan Konvensional

Perbedaan antara sistem pembiayaan syariah dan konvensional terletak pada landasan operasional, peran dan fungsi bank, distribusi risiko usaha dan sistem pengawasan seperti dinyatakan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional

No Uraian Bank Konvensional Bank Syariah 1 Landasan operasional • Prinsip materialisme

• Komoditi yang diperdagangkan

• Instrumen imbalan terhadap pemilik uang ditetapkan di muka menggunakan bunga

• Prinsip syariah

• Uang hanya sebagai alat tukar

• Dilarang menggunakan sistem bunga

• Memakai cara bagi hasil dari keuntungan jasa atau transaksi riil

2 Peran dan Fungsi Bank • Sebagai penghimpun dana masyarakat dan meminjamkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit dengan imbalan bunga

• Sebagai penyedia jasa pembayaran

• Menerapkan hubungan debitur kreditur antara bank dengan nasabah

• Sebagai penerima dana titipan nasabah

• Sebagai manajer investasi

• Sebagai penyedia jasa pembayaran selama tidak bertentangan dengan syariah

• Sebagai pengelola dana kebajikan

• Menerapkan hubungan kemitraan

3 Resiko usaha • Resiko bank tidak ada kaitannya dengan resiko debitur atau sebaliknya.

• Antara pendapatan bunga dengan beban bunga dimungkinkan terjadi selisih negatif

• Dihadapi bersama antara bank dan nasabah

• Tidak mengenal negatif spread (selisih negatif)

4 Sistem pengawasan • Tidak adanya nilai-nilai religius yang mendasari operasional sehingga aspek moralitas seringkali dilanggar

Ada dewan Pengawas Syariah, sehingga operasional bank syariah tidak menyimpang dari syariah.

Sumber: Hosen (2006)

Perbedaan paling mendasar terletak pada distribusi resiko usaha. Pada sistem pembiayaan konvensional (berbasis bunga), balas jasa modal ditentukan berdasarkan persentase tertentu dan risiko sepenuhnya ditanggung oleh salah satu pihak. Untuk hal nasabah sebagai deposan, risiko sepenuhnya berada pada pihak bank dan sebaliknya apabila nasabah sebagai peminjam, risiko sepenuhnya berada di tangan peminjam. Sementara pada sistem syariah ditetapkan sistem bagi hasil

dimana jasa dan modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada akad. Prinsip utama dari akad ini adalah keadilan antara pemberi modal dan pemakai modal. Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.

2.3.3 Sistem Bagi Hasil vs Sistem Bunga

Di dalam sistem perbankan konvensional banyak unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam, unsur yang paling sering diperbincangkan adalah penerapan sistem bunga kepada para nasabahnya, baik yang menabung maupun yang meminjam uang. Bunga bank dari transaksi dalam hukum Islam adalah haram, karena termasuk dalam kategori riba, dalam sistem bunga terdapat pihak yang menderita kerugian, namun di pihak lain mendapat keuntungan atas kerugian tersebut.

Sebagai alternatif sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), ketika pemilik modal (surplus spending unit) bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit) untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menguntungkan, keuntungan dibagi berdua, dan apabila kegiatan usaha menderita kerugian, kerugian ditanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi. Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan berbagai variasinya.

Pada perekonomian konvensional, sistem riba, flat money, comodity money, fractional reserve system dalam perbankan, dan pembolehan spekulasi menyebabkan penciptaan uang (kartal dan giral) dan tersedotnya uang di sektor moneter untuk mencari keuntungan tanpa resiko. Akibatnya, uang atau investasi yang seharusnya tersalur ke sektor riil untuk tujuan produktif sebagian besar lari ke sektor moneter dan menghambat pertumbuhan bahkan menyusutkan sektor riil dan penciptaan uang tanpa nilai tambah akan menimbulkan inflasi. Pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang menjadi tujuan akan terhambat. Untuk melihat perbedaan antara sistem bunga dan bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi hasil

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan.

2. Besarnya persentase didasarkan pada jumlah dana/modal yang dipinjamkan 3. Bunga dapat mengambang/variabel, dan

besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi

4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi.

5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda.

6. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama

1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pad jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah

selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.

4. Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh pihak bank dan debitur. 5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai

dengan peningkatan keuntungan

6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: Ascarya (2007)

Menurut Wibowo dan Widodo (2005), perbedaan bagi hasil dengan metode bunga dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Upaya preventif menghadapi kredit bermasalah

a. Pada metode bagi hasil, saat nasabah mengalami kerugian, hal ini merupakan indikasi bahwa nasabah mengalami inefesiensi usaha sehingga bank dapat menyarankan dengan segera upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi melalui restrukturisasi biaya.

b. Pada metode bunga, Pada saat debitor mengalami kerugian, bank kurang transfaran untuk melihat indikasi inefisiensi usaha karena kenaikan biaya dapat bersumber dari naiknya biaya bunga atau biaya lainnya. Bank baru mengetahui masalah yang dihadapi oleh debitur saat debitur telah terlambat menunggak pembayaran. Bila debitur gagal panen/usaha, maka akan timbul pembiayaan bermasalah yang dapat berakhir dengan penyitaan

2) Moral hazard

a. Pada metode bagi hasil, Bank dapat langsung mengetahui masalah yang dihadapi oleh mudharib dalam pemasaran (omset penjualan maupun gejolak harga penjualan). Bila nasabah mengalami kegagalan

usaha/panen, maka akan dibayar pada masa panen berikutnya sampai lunas.

b. Pada metode bunga, debitur tidak ada motivasi untuk berbohong karena beban bunganya tetap sama apakah ia berbohong atau tidak. Bank hanya memberikan sanksi bagi yang menunggak tanpa memberikan insentif setiap kali pembayaran angsuran

3) Resiko kerugian usaha

a. Metode bagi hasil, sejak awal yaitu pada saat realisasi pendapatan lebih kecil dari proyeksinya, penanganan masalah nasabah yaitu tidak tercapainya proyeksi pendapatan cenderung sebagai tindakan mempertahankan imbalan bagi hasil bank, dan menyelamatkan aset bank serta sekaligus menjaga kelangsungan usaha nasabah

b. Metode bunga, seluruh kerugaian adalah tanggungjawab debitur. Bank cenderung pasif mengantisipasi sejak awal kemungkinan terjadinya kerugian nasabah. Bank baru aktif melakukan remedial setelah timbul masalah. Resiko kerugian bank diperkecil dengan usaha remedial. Penanganan kredit bermasalah cenderung sebagai tindakan penyelamatan aset. Remedial bank cenderung sulit mendapatkan kerjasama dari debitur untuk menyelesaikan utangnya.