HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.3. Perbedaan Pemeliharaan Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi Kehamilan
Uji Mc Nemar digunakan untuk mengetahui perbedaan pemeliharaan tekanan darah pada penilaian pertama dan kedua. Dampak pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil saat penilaian pertema dan keduapada kelompok intervensi dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Hasil Uji Mc Nemar terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil Penilaian Pertama dan Kedua pada Kelompok Intervensi di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas (n = 12)
Setelah pendidikan kesehatan
p Terpelihara Tidak terpelihara Sebelum pendidikan kesehatan
Terpelihara 6 0
0,50
Tidak terpelihara 2 4
Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pemeliharaan tekanan darah antara penilaian pertama dan kedua pada kelompok intervensi dimana p value (0,50). Data ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pemeliharaan tekanan darah antara penilaian pertema dan kedua pada kelompok intervensi ( p > 0,05).
Perbedaan pemeliharaan tekanan darah penilaian pertama dan kedua pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Hasil Uji Mc Nemar terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil saat Penilaian Pertama dan Kedua pada Kelompok Kontrol di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas (n = 12)
Penilaian Kedua
p Terpelihara Tidak terpelihara Penilaian Pertama
Terpelihara 3 2
0,50
Tidak terpelihara 0 7
Perbedaan pemeliharaan tekanan darah penilaian pertama dan kedua pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pemeliharaan tekanan darah dimana p value (0,50). Data ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pemeliharaan tekanan darah antara penilaian pertema dan kedua pada kelompok kontrol ( p > 0,05).
Kekuatan hubungan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darai ibu hamil terlihat dari nilai Odds Ratio (OR) pada tingkat kepercayaan (Cl) = 95% (0,648<10<154.397), maka didapatkan OR sebesar 10 dengan Asymp. Sig: 0,099, hal ini menunjukkan bahwa terdapat 10 kali lebih besar melakukan pemeliharaan tekanan darah pada responden yang mendapatkan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan dibandingkan dengan responden yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan. Hasil uji statistik dengan Odds Ratio (OR) dapat dilihat pada tebel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Risiko Relatif Dampak Pendidikan Kesehatan terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas
Value Lower Upper Asymp. sig Odds Ratio kelompok
(intervensi/kontrol ) 10 0,648 154.397 0,099
5.2. Pembahasan
5.2.1.Dampak Pendidikan Kesehatan tentang Hipertensi Kehamilan terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil
Penelitian ini mencari dampak pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil. Dari hasil penelitian didapatkan kelompok intervensi yang termasuk dalam kategori terpelihara sebelum pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan sebanyak 6 orang (50%) dan setelah pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan sebanyak 8 orang (66,7%), sedangkan pada kelompok kontrol yang termasuk dalam kategori terpelihara pada penilaian pertama sebanyak 5 orang (41,7%) dan penilaian kedua sebanyak 3 orang (25%). Hasil uji statistik Mc Nemar menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pemeliharaan tekanan darah antar penilaian pertama dan kedua kelompok intervensi dan kontrol dimana nilai (p> 0,05). Berdasarkan Odds Ratio didapatkan nilai estimasi sebesar 10 dengan Asymp. Sig: 0,099 yang menunjukkan bahwa kelompok intervensi 10 kali lebih besar melakukan pemeliharaan tekanan darah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Pemeliharaan tekanan darah dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah (ANC). Menurut Henderson (2006), kunjungan antenatal care adalah kontak ibu
hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi informasi bagi ibu dan petugas kesehatan. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Amplas mayoritas kelompok intervensi berumur 21-35 tahun sebanyak 10 orang (83.3%), dan kelompok kontrol sebanyak 9 orang (75%). Hal ini menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini memiliki usia yang ideal untuk hamil dan mempunyai anak. Usia hamil pertama yang ideal bagi seorang wanita adalah 20 tahun, sebab pada usia tersebut rahim wanita sudah siap menerima kehamilan (Manuaba, 2005). Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan karena ibu merasa berada rentang usia yang masih belum memasuki kehamilan risiko tinggi sehigga tidak perlu melakukan pemeriksaan kehamilan dan pemantauan tekanan darah. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Amiruddin (2005) di Puskesmas Ulaweng Jawa Timur yang menyebutkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan lebih banyak dimanfaatkan oleh kelompok risiko tinggi, salah satunya usia di atas 35 tahun. Status obstetri kelompok intervensi mayoritas multigravida sebanyak (75%), dan kelompok kontrol adalah multigravida sebanyak (66,7%). Pada ibu multigravida menurut Bobak (2004) ada kecenderungan wanita yang sudah pernah melahirkan kurang menganggap penting melakukan pemeriksaan kehamilan. Depkes (2008) juga menyatakan hal yang sama bahwa ibu yang sudah pernah melahirkan mempunyai pengalaman tentang pemeriksaan kehamilan, dari pengalaman yang terdahulu tersebut kembali dilakukan untuk menjaga kesehatan kehamilannya sehingga ibu paritas tinggi lebih cenderung untuk tidak melakukan pemeriksaan kehamilan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Naibaho (2013) yang menyatakan bahwa
responden yang melakukan pemeriksaan kehamilan < 4 kali kunjungan adalah multigravida. Mayoritas responden berpendidikan SMA sebanyak (75 %) pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan, dan sebanyak (38.3%) pada kelompok yang tidak diberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan. Status pendidikan seseorang akan mepengaruhi seseorang dalam menggunakan pelayanan kesehatan (Neilsen, 2001). Hal tersebut sejalan dengan penelitian Simanjuntak (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu terhadap kunjungan pemeriksaan kesehatan. Demikian juga hasil penelitian Wardhani dan Lusiana (2007) yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada rendahnya pengetahuan ibu yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ritonga (2013) di Desa Tanjung Rejo yang menyatakan bahwa ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan berpendidikan rendah 22 orang sebanyak (95,7%). Pekerjaan juga dapat memberikan distribusi terhadap perilaku ibu dalam melakukan pemeliharaan tekanan darah selama hamil. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini lebih dari setengah responden bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak (75 %) pada kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan yang berdampak pada penghasilan keluarga. Status sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi pemeliharaan tekanan darah berupa kunjungan ke klinik atau pemeriksaan kehamilan. Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya alokasi dana bagi ibu hamil untuk memperoleh layanan kesehatan (Wiludjeng, 2002 dalam Suprapto, 2005). Oleh karena itu kelompok yang miskin mempunyai resiko yang
lebih besar untuk mengalami risiko tinggi kehamilan dibandingkan dengan kelompok yang mampu (Royston & Amstrong, 1994 dalam Hutapea, 2007).
Pemeliharaan tekanan darah juga dapat dilakukan denngan cara mengubah gaya hidup seperti diet. Makanan sehat adalah hal yang penting terutama saat hamil. Kebutuhan kalsium yang tinggi, untuk pembentukan tulang dan organ lain janin. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium bumil akan dikuras untuk memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot, kekurangan kalsium akan menimbulkan kontraksi pada otot pembuluh darah dimana terjadi vasokontriksi yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah (Manuaba, 2001). Faktor tidak langsung yang mempegaruhi nutrisi ibu selama hamil adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif, dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan nutrisi ibu baik maka diharapkan status nutrisi ibu juga baik. Hampir setengah dari responden dalam penelitian berpendidikan SMA (41,7%) pada kelompok intervensi dan (38,3%) pada kelompok kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiani (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status nutrisi ibu hamil. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2010) yang menyatakan bahwa pendidikan baik belum tentu memiliki status gizi yang baik. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak hanya dapat diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi bisa juga diperoleh dari pendidikan informal, contohnya pendidikan informal dapat diperoleh dari perkumpulan ibu-ibu, posyandu, atau mengikuti penyuluhan yang berhubungan dengan perbaikan gizi.
Selain dari pendidikan informal, pendidikan dapat pula didapatkan dari media lain, seperti majalah, koran, televisi, radio, dan sebagainya, sehingga dapat menambah pengetahuan ibu hamil.
Pada masa kehamilan, sehat merupakan dambaan setiap wanita yang sedang hamil. Selain makanan, olah raga merupakan salah satu cara untuk memperoleh keadaan sehat tersebut. Namun, masih banyak wanita hamil yang takut untuk berolah raga, mereka khawatir olah raga bisa menyebabkan gangguan pada kehamilan. Pada umumnya, olah raga aman dilakukan saat hamil. Beberapa olah raga yang dianjurkan atau diperbolehkan pada masa kehamilan yaitu aerobik, jalan jalan, berenang, senam air, menari, bersepeda statis, dan yoga. Setiap wanita hamil mempunyai karakteristik yang berbeda beda sehingga olah raga yang dipilih harus disesuaikan dengan keadaan si ibu hamil (Yudik, 2009). U.S. Department of Health and Human Services (2008), menganjurkan kepada wanita hamil melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang (moderate-intensity physical activity) sangat bermanfaat karena melakukan aktivitas fisik ini akan meningkatkan kesehatan kardiorespiratori dan mengurangi terjadinya komplikasi seperti hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia).
Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden berpendidikan SMA (41,7%) pada kelompok intervensi sedangkan pada kelompok kontrol lebih dari setengah responden berpendidikan SMA (38,3%). Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pengetahuan, semakin tinggi dan semakin formal tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin besar pula kegiatan yang bersifat intelek yang
menyebabkan rendahnya minat ibu hamil untuk melakukan senam hamil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nur Aini dan Kartika Sari di BPS Ar Rahman Semarang (2010) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu hamil terhadap kepatuhan ibu dalam pelaksanaan senam hamil.