• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

D. Kerangka Berpikir

1. Perbedaan persepsi terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara

A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian yang dilakukan siswa terhadap rangsangan dari luar, yakni pelaksanaan Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk terhadap suatu objek. Demikian juga dengan siswa, pasti juga memiliki persepsi positif atau negatif terhadap pelaksanaan Ujian Nasional. Sebagian dari siswa memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai suatu cara untuk menumbuhkan motivasi belajar, sebaliknya ada juga sebagian siswa yang justru memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai beban studi yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.

Pembentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa apa yang ada dalam diri individu yang mempersepsi, sedangkan faktor eksternal berupa rangsang atau stimulus dari dunia luar. Kedua faktor tersebut, yakni faktor internal dan eksternal saling berinteraksi dalam individu untuk mengadakan persepsi (Walgito, 1991 : 54).

Persepsi siswa terhadap pelaksanaan Ujian Nasional juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentukan persepsi di atas. Akan tetapi, perbedaan persepsi siswa terhadap pelaksanaan Ujian Nasional tersebut diduga salah satunya dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorian kualitas sekolah, biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengkategorian tersebut meliputi sekolah terakreditasi A, sekolah terakreditasi B, dan sekolah terakreditasi C.

Sekolah terakreditasi A merupakan kelompok sekolah yang memiliki kinerja dan kelayakan sekolah yang sesuai dengan tujuan dari akreditasi sekolah, serta didukung dengan kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat baik. Sekolah terakreditasi B merupakan kelompok sekolah yang memiliki kinerja dan kelayakan sekolah yang dinilai baik atau lebih baik daripada kelompok sekolah terakreditasi C, akan tetapi berada di bawah kelompok sekolah terakreditasi A. Sekolah terakreditasi C merupakan kelompok sekolah yang memiliki kinerja dan kelayakan sekolah yang dinilai cukup atau kurang baik dibandingkan dengan sekolah terakreditasi A dan sekolah terakreditasi B.

Bagi sekolah yang memiliki kualitas baik, yakni sekolah terakreditasi A, pelaksanaan Ujian Nasional bukan suatu masalah yang besar. Sebaliknya bagi sekolah yang kurang berkualitas, yakni sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C, pelaksanaan Ujian Nasional dipandang sebagai suatu

beban berat yang harus dipikul. Dengan demikian, ada dugaan bahwa siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C. Sementara siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi C.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memiliki kualitas paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C, sehingga akan lebih mudah dalam mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan Ujian Nasional.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah hipotesis penelitian sebagai berikut :

1

Ha = Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

2. Perbedaan persepsi terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian yang dilakukan guru terhadap rangsangan dari luar, yakni pelaksanaan Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk terhadap suatu objek. Sama halnya dengan siswa, guru juga memiliki persepsi positif atau negatif terhadap pelaksanaan Ujian Nasional. Sebagian guru memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan menghasilkan lulusan yang berkuliatas, sebaliknya ada juga sebagian guru yang justru memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai suatu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang menyimpang dari hakekat evaluasi.

Pembentukan persepsi guru terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Akan tetapi, perbedaan persepsi guru terhadap pelaksanaan Ujian Nasional tersebut diduga salah satunya juga dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorian kualitas sekolah, biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sekolah yang memiliki kualitas sangat baik tercermin dari kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang paling baik. Oleh karena itu, bagi sekolah yang berkualitas sangat baik, pelaksanaan Ujian Nasional bukan suatu masalah yang besar. Sebaliknya bagi sekolah yang kurang berkualitas, pelaksanaan Ujian Nasional dipandang sebagai suatu beban berat yang harus dipikul. Dalam penelitian ini, sekolah yang berkualitas sangat baik dikelompokan dalam sekolah terakreditasi A, sedangkan sekolah yang berkualitas baik dikelompokan dalam sekolah terakreditasi B, dan sekolah yang cukup berkualitas dikelompokan dalam sekolah terakreditasi C.

Dengan demikian, ada dugaan bahwa guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C. Sementara guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi C.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A akan lebih mudah dalam mempersiapkan siswanya menghadapi Ujian Nasional karena disamping didukung dengan kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah

yang sangat memadai, siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A adalah siswa yang memang memiliki kualitas yang paling baik dibandingkan dengan siswa yang belajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah hipotesis penelitian sebagai berikut :

2

Ha = Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara guru yang mengajar pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

3. Perbedaan persepsi terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

Persepsi merupakan proses pemahaman, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian yang dilakukan orang tua terhadap rangsangan dari luar, yakni pelaksanaan Ujian Nasional.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek dapat berupa persepsi positif dan persepsi negatif. Persepsi positif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang baik terhadap suatu objek, sedangkan persepsi negatif berarti pandangan atau pendapat seseorang yang buruk terhadap suatu objek. Sama halnya dengan siswa dan guru, orang tua pasti juga memiliki persepsi positif atau negatif terhadap pelaksanaan Ujian Nasional. Sebagian dari orang tua

memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai motivasi untuk lebih memperhatikan anak-anaknya terutama dalam kegiatan belajar, sebaliknya ada juga sebagian orang tua yang justru memandang pelaksanaan Ujian Nasional sebagai beban yang cukup berat karena sebagai penentu kelulusan.

Pembentukan persepsi orang tua terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Akan tetapi, perbedaan persepsi orang tua terhadap pelaksanaan Ujian Nasional tersebut diduga salah satunya juga dipengaruhi oleh kualitas sekolah. Pengkategorian kualitas sekolah, biasanya dilakukan dengan melihat kinerja sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan kelayakan sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sekolah yang memiliki kualitas sangat baik tercermin dari kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang paling baik. Oleh karena itu, bagi sekolah yang berkualitas sangat baik, pelaksanaan Ujian Nasional bukan suatu masalah yang besar. Sebaliknya bagi sekolah yang kurang berkualitas, pelaksanaan Ujian Nasional dipandang sebagai suatu beban berat yang harus dipikul. Dalam penelitian ini, sekolah yang berkualitas sangat baik dikelompokan dalam sekolah terakreditasi A, sedangkan sekolah yang berkualitas baik dikelompokan dalam sekolah terakreditasi B, dan sekolah yang cukup berkualitas dikelompokan dalam sekolah terakreditasi C.

Dengan demikian, ada dugaan bahwa orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A pasti akan

memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B dan sekolah terakreditasi C. Sementara orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi B juga pasti akan memiliki persepsi yang lebih baik (positif) terhadap pelaksanaan Ujian Nasional dibandingkan dengan orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi C.

Dugaan tersebut berdasarkan pemikiran bahwa orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A akan lebih tenang dalam menanggapi UN karena sekolah tersebut didukung dengan kurikulum, administrasi, organisasi, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat, dan lingkungan sekolah yang sangat memadai.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik sebuah hipotesis penelitian sebagai berikut :

3

Ha = Ada perbedaan persepsi yang signifikan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional antara orang tua yang menyekolahkan anaknya pada SMA dengan kategori sekolah terakreditasi A, terakreditasi B, dan terakreditasi C.

Dokumen terkait