BAB III ANALISIS PENGGAMBARAN TOKOH PEREMPUAN
C. Penerapan Metode Hermeneutika Kecurigaan Dalam Menggal
5. Perempuan yang disebutkan tanpa nama secara individu
a) Putri Yefta, Gadis Yang Dikurbankan Ayahnya Demi Nazar.
Kisah Putri Yefta merupakan tragedi Yunani yang pernah juga dialami
oleh Iphigenia, yaitu seorang putri yang dikorbankan oleh ayahnya demi
memuaskan dewa (Frolov, 2013:208). Konsep cerita ini menyerupai konsep cerita
tragedi Yunani kuno yaitu pahlawan yang terjebak dalam kesulitan atau bencana
bukan karena mereka telah melakukan kesalahan namun karena telah ditetapkan
oleh kekuatan yang lebih tinggi yang tidak bisa dikendalikan dan dipahami.
Dalam kisah Alkitab baik Yefta maupun putrinya adalah korban dari iman
mereka (Brenner, 1999:48). Yefta bernazar bahwa akan mempersembahkan
kurban bakaran apapun yang datang untuk menyambut dia sewaktu kembali
dengan selamat dari perang melawan bani Amon (Hak 11:31). Mungkin ketika
bernazar Yefta sedang kehilangan akal sehatnya dan dipenuhi oleh semangat dan
emosi untuk mengalahkan bani Amon. Nazar adalah suatu usaha manusia untuk
menguatkan permintaan atau membujuk Tuhan untuk memberikan apa yang
yang mungkin ada dalam pemikirannya hanyalah menundukkan bani Amon. Yefta
sudah lama hidup dengan bangsa Aram, sehingga nazar yang menjadikan manusia
sebagai kurban bakaran adalah hal yang biasa. Karena orang-orang Aram
mempunyai unsur agama padang gurun dimana manusia harus membujuk Tuhan
agar permintaannya terkabulkan. Di dalam Im 18:21, 20:2-5 melakukan nazar
seperti ini dikutuk. Pada akhirnya Yefta menang telak atas bani Amon dan ia
pulang ke Mizpa dan disambut oleh putri semata wayangnya dengan tari-tarian
sambil memukul rebana (Hak 11:34). Dalam keadaan seperti ini, sosok
kepemimpinan Yefta sedang diuji untuk menimbang dan memutuskan konflik
batin yang ada pada dirinya. Yefta menang perang namun juga sedang
mempersiapkan kematian anak perempuannya. Namun tentu saja tidak ada ayah
sekejam apapun yang merencanakan dengan sengaja kematian putrinya. Menurut
Merie Claire Barth Frommel kisah ini merupakan “ceritacelaka” karena cerita ini
tidak ada keadilan dan pembebasan diantara kedua pihak, dan cenderung
menindas perempuan secara fisik. Mungkin sumpahnya terjebak seperti itu karena
ia tahu bahwa merupakan kebiasaan gadis-gadis untuk keluar menyambut
pemenang (Brenner, 1999:48). Namun, ayah dan anak tidak boleh melanggar
nazarnya. Putri Yefta menerima nazar ayahnya dan mempersilakan ayahnya untuk
menaati nazarnya dengan syarat memberinya waktu selama dua bulan untuk
mengembara ke pegunungan (Hak 11:36-37). Pergi ke pegunungan ditafsirkan
oleh para ahli dengan pergi ke Mahkamah Agama. Putri Yefta pergi ke
Mahkamah Agama untuk mencari tahu jalan keluar agar terlepas dari sumpah
hal ini. Setiap orang tidak ingin dijadikan kurban bakaran layaknya Putri Yefta.
Putri Yefta terasa dibelenggu oleh sistem patriarki sehingga ia harus tunduk pada
apa yang ayahnya inginkan. Sistem patriarki itu menuntut perempuan yang belum
menikah untuk tunduk pada ayahnya dan kalau ayahnya sudah tidak ada maka
perempuan harus tunduk pada saudara laki-lakinya kalau sudah menikah maka
perempuan harus tunduk pada suaminya. Penekanan penulis pada sosok putri
Yefta bahwa ia adalah anak tunggal dan tidak mempunyai saudara laki-laki
maupun perempuan lagi (Hak 11:34). Disini ingin menyatakan bahwa putri Yefta
adalah individu yang malang dan jatuh dalam perangkap ayahnya sendiri bukan
karena ayahnya kejam atau tidak berperasaan. Salah satu jawaban filsafat adalah
keadilan keilahian Yunani di luar pemahaman manusia dan tidak bisa memuaskan
orang Bijak (Brenner, 1999:49).
Kisah Yefta memposisikan Yefta dalam beberapa karakter. Awalnya Yefta
adalah anak dari perempuan sundal sehingga dia harus dibuang dalam kehidupan
yang tersingkir dan berteman dengan para perampok hingga akhirnya ia menjadi
pemimpin dari perkumpulan perampok tersebut (Hak 11:2-3). Kemudian pria
gagah ini menjadi panglima yang cerdas dan tenang dalam menentukan strategi
perang. Yefta cepat akrab dengan orang-orang yang dulu pernah membuangnya
tak kalah pentingnya, ia juga percaya pada Allah Israel yang terlihat dalam
perundingannya dengan raja Amon. Pencitraannya turun saat pertemuannya
dengan putrinya sepulang perang dengan membawa kemenangan. Ia lebih
memilih menepati nazarnya daripada mempertahankan nyawa putri tunggalnya.
mengancamnya. Reaksinya sangat emosional dan segera ingin melakukan perang
dengan suku Efraim (Hak 12:4). Ia berperang dengan suku Efraim dengan bengis
dan kembali pada pencitraan awal mula yaitu laki-laki yang telah dibuang dan
berteman dengan para perampok. Dalam kasus putri Yefta, para ekseget telah
membuat penafsiran dan perbandingan bahwa menempatkan putri Yefta sebagai
tumbal atau kurban bakaran adalah sebuah tindakan yang tidak menghormati
prinsip-prinsip dasar Allah Israel. Yefta tidak mengandalkan Allah seperti apa
yang dilakukan Abraham saat mengurbankan anaknya (Kej 22:8). Tindakan
seperti ini merupakan tragedi mengerikan dan memberi pemikiran bahwa Allah
butuh tumbal. Hasilnya, Yefta mendapatkan pencitraan yang sangat bodoh dan
tidak menghormati Allah. Di sisi lain, beberapa ekseget memberi penafsiran
bahwa dosa yang dilakukan Yefta adalah ketidaktahuan. Yefta bukanlah seorang
yang ahli dalam hukum Taurat yang bisa merumuskan nazar dengan tepat yang
melibatkan kematian dan kehidupan.
Putri Yefta merupakan salah satu perempuan muda yang diceritakan
dalam Kitab Hakim–Hakim tanpa nama. Hanya diketahui ayahnya yang bernama Yefta sehingga ia akrab disebut putri Yefta. Sebagai seorang anak, ia menyambut
kedatangan dan kemenangan ayahnya dengan rebana dan tarian. Antusiasme
membawanya untuk segera menemui ayahnya sehingga ia keluar terdahulu
daripada perempuan-perempuan lainnya yang ada di rumahnya dengan bahagia.
Ayahnya sangat kaget juga sedih hingga tidak bisa menahan emosinya untuk
segera menemui putrinya. Ayahnya mungkin juga marah pada kondisi seperti itu
sadar akan nazarnya. Kemudian ayahnya mengoyakkan bajunya dan berkata
bahwa hatinya hancur (Hak 11:35). Dalam kebahagiaannya, ia mungkin bingung
mengapa sambutannya malah membuat hati ayahnya hancur. Dalam
kebahagiaannya itu juga, ternyata ada ancaman kematian baginya. Ia harus
mematuhi sumpah ayahnya dan mengurbankan dirinya tanpa ada penyelamat bagi
hidupnya. Dalam kesedihannya, ia meminta kepada ayahnya untuk memberikan
waktu selama dua bulan untuk menangisi kegadisannya. Bisa dikatakan putri
Yefta adalah sosok anak yang sangat patuh, ia tidak membiarkan ayahnya
melanggar nazarnya sendiri. Putri Yefta tidak meminta ayahnya untuk mengganti
kurban bakaran pada obyek lainnya atau menawarkan rencana alternatif bagi
ayahnya agar nyawanya selamat. Dalam kasus ini, putri Yefta adalah sosok anak
idaman bagi orang tua. Ia tidak mempermalukan ayahnya yang saat itu sebagai
pemimpin yang sangat terkenal dan kuat. Bahkan syarat yang ia minta
menambahkan nilai positif pada dirinya karena ia ingin menghabiskan waktunya
dengan bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia ingin membagikan perasaannya,
kekuatan doa serta pengalaman iman pada teman-temannya serta mempersiapkan
diri untuk menyerahkan hidupnya sebagai seorang gadis. Dan ratapan anak-anak
perempuan Israel selama empat hari dalam setahun untuk mengenang
pengorbanan putri Yefta (Hak 11:40) bukanlah suatu adat kesukuan (Frolov,
2013:215).
Tafsiran mengenai putri Yefta pergi ke tempat penatua-penatua berkumpul
bertujuan untuk mencari solusi atas nazar ayahnya dan membuktikan bahwa
putri Yefta di tempat tersebut adalah mencurahkan kesedihan dan air matanya
untuk masa mudanya. Ia juga sempat berbicara dengan Allah dan ibunya. Dalam
pembicaraannya dengan Allah, ia merasa mendapat kekuatan dan dorongan untuk
menepati nazar ayahnya karena kematiannya akan menjadi berharga di hadapan
Allah. Perasaaan emosionalnya membuatnya menangis dalam kasih sayang
teman-temannya. Anak perempuan akan menangisi kegadisannya karena dia tidak
akan bisa menikah dengan siapa pun. Menangis dapat membantu mengurangi dan
meringankan rasa sakit. Setelah waktu yang diberikan habis, ia kembali pada
ayahnya.
Cerita dalam Alkitab tidak pernah melukiskan bahwa Allah tidak
menuntut tumbal manusia. Misalnya kutipan tentang persembahan Ishak oleh
Abraham, dan puncaknya dalam Yer 19:5 “Mereka telah mendirikan bukit-bukit pengorbanan bagi Baal untuk membakar anak-anak mereka sebagai kurban
bakaran kepada Baal, suatu hal yang tidak pernah Kuperintahkan atau Kukatakan
dan yang tidak pernah timbul dalam hati-Ku.” Dari kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa kurban bakaran menggunakan manusia adalah tindakan terkutuk
bagi Allah. Merujuk dari kutipan-kutipan tersebut, maka muncullah beberapa
tafsiran yang berbeda bahwa pada akhirnya putri Yefta memang menjadi kurban
bakaran bagi Baal. Di lain pihak, putri Yefta tidak kembali pada ayahnya setelah
diizinkan pergi dua bulan menggembara ke pegunungan karena ia menghabiskan
waktunya untuk melayani Allah dalam pengasingan secara total dan tidak
b) Ibu Simson, Ibu Teladan Merawat Anak.
Cerita Simson dalam bab 13 menyebutkan peran ibunya namun tidak
disebutkan namanya dengan jelas. Ibu Simson adalah perempuan pertama yang
dikenalkan dalam kisah tersebut (Hak 13:3). Kemudian disusul beberapa sosok
perempuan lainnya misalnya gadis Filistin yang dicintai Simson (Hak 14:1) dan
Delila (Hak 16:4). Ibu Simson dikenalkan sebagai seorang istri dari Manoah yang
mandul (Hak 13:2). Akan tetapi, Ibu Simson yang menerima kabar pertama kali
dari malaikat tanpa suaminya (Hak 13:3). Dan untuk kali keduanya Ibu Simson
meminta malaikat untuk memberikan kabar itu di depan suaminya juga (Hak
13:10). Kitab Hakim-hakim menyatakan bahwa Manoah berasal dari Zora,
keturunan suku Dan (Hak 13:2). Zora disebutkan bagian kota dari suku Yehuda
dan Dan (Yos 15:33. 19:41) (Bergant, 2002:263). Hidup perkawinan antara
Manoah dan istrinya tidak diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim, namun dalam
penafsirannya diyakini ada pertengkaran diantara mereka yang saling
menyalahkan atas belum adanya keturunan (Murphy, 2002:2). Istri Manoah layak
melihat malaikat untuk pertama kalinya karena ia dituduh mandul padahal yang
sebenarnya mandul adalah Manoah (Murphy, 2002:3). Peran malaikat dalam hal
ini adalah sebagai pendamai bahwa istrinya yang dikenal mandul layak untuk
ditemui malaikat bukan Manoah yang dinyatakan benar dan tidak bersalah atas
ketiadaan keturunan (Murphy, 2002:2). Peristiwa ini membawa angin segar bagi
kaum feminis karena perempuan tidak selalu salah apabila mandul atau tidak
mempunyai keturunan. Di pihak lain, ketiadaan keturunan dalam perkawinan
memiliki 60 anak dan mengadakan 120 pesta pernikahan untuk anak-anaknya
(Hak 12:9) sama sekali tidak mengundang Manoah dengan alasan Manoah tidak
akan kembali mengundang Hakim Ebzan karena mereka tidak akan memiliki anak
(Gunn, 2005:190-192). Ebzan beralasan bahwa bagaimana keledai tandus ini akan
membayar saya? Pasangan ini tidak memiliki anak, dan mereka tidak akan pernah
mampu untuk mengundang saya dalam perjamuan mereka (Gunn, 2005:192).
Namun pada akhirnya istri Manoah melahirkan satu anak dan menjadi hakim
besar bagi Israel sedangkan semua anak-anak hakim Ebzan meninggal (Gunn,
2005:193). Kemandulan istri Manoah membuatnya menjadi deretan perempuan
mandul terkenal dalam Perjanjian Lama yaitu Sara, Ribka, Lea, Rahel, Istri
Manoah dan Hana.
Penampakan malaikat terhadap ibu Simson mendapatkan banyak
penafsiran. Sesudah penampakan yang pertama, ia menceritakannya kepada
Manoah bahwa ia melihat abdi Allah yang rupanya sebagai rupa malaikat Allah
yang amat menakutkan (Hak 13:6). Dalam adegan ini, ibu Simson awalnya takut
karena malaikat tersebut menakutkan. Menurut tafsir, reaksi ibu Simson ini
merupakan suatu krisis iman karena dibandingkan dengan Abraham yang juga
didatangi malaikat ia mengenali sosok tersebut sebagai malaikat dan tidak terlalu
takut seperti ibu Simson (Murphy, 2002:4). Malaikat lebih memilih datang kepada
istri Manoah daripada kepada Manoah karena menurut para rabi saat itu hal ini
berkaitan dengan karakter Manoah yang bebal dan tidak tahu Kitab Suci
sedangkan istrinya adalah orang benar (Murphy, 2002:5). Hal ini juga nampak
mereka akan mati karena telah melihat Allah (Hak 13:22) namun jawaban dari
istrinya mencerminkan jawaban yang cerdas dan mampu membuat tenang
suaminya (Hak 13:23).
Pertemuan mereka dengan malaikat membawa kehidupan baru, istri
Manoah yang dinyatakan mandul ternyata hamil dan harus menjalani syarat yang
telah diberikan malaikat. Tak hanya sampai disitu, setelah ia melahirkan ia harus
merawat Simson dengan baik karena merupakan pilihan Allah dan tidak sekalipun
mencukur rambut Simson (Hak 13:5). Dalam kehidupannya merawat Simson, ia
taat menjaga janji malaikat. Ketika Simson menjadi dewasa, ia meminta
orangtuanya untuk melamar perempuan Filistin yang ia cintai (Hak 14:5-7).
Kedua orangtua Simson berupaya untuk mencegah Simson menikahi orang
Filistin. Alasan keduanya karena Simson adalah pilihan Allah dan ketika ibunya
hamil dilarang untuk minum anggur. Sedangkan Simson bertemu dengan wanita
Filistin di Timna, tempat kebun anggur berada, sehingga mereka berpikir bahwa
mungkin ada hubungannya dengan anggur maka akan dilarang juga oleh Allah
(Gunn, 2005:195). Meski pada akhirnya Simson mengabaikan saran orangtuanya.
Peran Ibu Simson sangatlah memberi teladan bagi pembaca. Sebagai
seorang perempuan yang dinyatakan mandul dan membawa rasa malu yang besar,
ia tetap dipercaya Allah untuk melahirkan pemimpin Israel dengan syarat yang
akan ia jalani selama hidupnya merawat anaknya sejak dari rahim hingga ia
meninggal. Selama ia hidup sebagai ibu Simson ia selalu taat dan menjaga janji
dari Allah itu untuk menjadikan anaknya pilihan Allah. Sebagai Ibu, ia juga tidak
untuk menjadikannya sebagai istri, meski ibu dan ayahnya melarang, ia
mengabaikannya. Setelah Simson menikah, maka berakhir juga cerita tentang
ibunya dalam Kitab Hakim-hakim. Simson telah mendapatkan perempuan lain
untuk kehidupannya yang akan datang.
c) Perempuan Sebagai Pelaksana Kutuk
Abimelekh yang mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin bangsa
Israel melakukan kejahatan agar ambisinya terwujud dengan membunuh tujuh
puluh saudaranya (Hak 9:5). Ia memerintah selama tiga tahun setelah Allah
membangkitkan semangat jahat pada orang Sikhem sehingga terjadilah perang
untuk merebut kota-kota (Hak 9:22). Pada saat tiba di Tebes, tempat penduduk
Sikhem melarikan diri, Abimelekh mengepung Tebes (Hak 9:50). Namun naas
baginya, ia tertimpa sebuah batu kilangan oleh seorang perempuan (Hak 9:53).
Kemudian Abimelekh meminta bujangnya untuk membunuh Abimelekh dengan
pedangnya karena dia sekarat dan tidak mau diketahui bahwa yang telah
membunuhnya adalah seorang perempuan (Hak 9:54). Karena pada saat itu
dikalahkan oleh seorang perempuan adalah sebuah aib (Brenner, 1999:263).
Dalam penutup kisah Abimelekh dikatakan bahwa “Demikianlah kutuk Yotam bin Yerubaal mengenai mereka” (Hak 9:57b).
Tokoh perempuan dalam cerita Abimelekh sangat penting perannya karena
ia berhasil membunuh Abimelekh. Sayangnya, tidak disertai dengan nama yang
jelas. Hal ini membuktikan bahwa penulis Hakim-hakim juga sepakat dengan
tidak diberi nama jelas pada perempuan tersebut. Kitab Hakim-hakim dalam cerita
ini belum membela pahlawan perempuan yang berhasil membunuh pemimpin
jahat bagi mereka.
d) Ibu Yefta, Perempuan Yang Ditemui Simson Sebagai Perempuan Sundal dan Ibu Abimelekh sebagai Gundik Gideon
Perempuan sundal yang disebutkan pertama kali adalah ibu Yefta (Hak
11:1), disusul oleh perempuan sundal yang dihampiri oleh Simson setelah ia
menyandang status duda (Hak 16:1). Perempuan sundal sudah terdapat dalam
sejarah mula-mula. Dalam beberapa kitab, perempuan sundal dideskripsikan
sebagai perempuan yang menggunakan pakaian yang sangat berbeda dan
mencolok (Yeh 16:16). Disebut juga sebagai perempuan yang melepaskan hawa
nafsunya dengan setiap orang (Yeh 16:25). Kadang juga disebut sebagai orang
asing dan mendapat gelar sebagai penyembahan berhala (Yes 1:21). Perempuan
sundal yang pertama adalah ibu Yefta. Ayah Yefta adalah Gilead yang
mempunyai istri sangat banyak, salah satunya adalah ibu Yefta yang tidak
disebutkan namanya sebagai perempuan sundal (Hak 11:1). Gilead memiliki
hubungan yang singkat dengannya. Ketika Gilead meninggal, anak dari Gilead
yang sah mengusir Yefta dari rumah (Hak 11:2). Dalam peristiwa tersebut
memungkinkan bahwa ibu Yefta sudah dahulu diusir atau tidak dibawa ke rumah
karena Alkitab tidak menceritakannya. Dari kisah ini, dapat disimpulkan bahwa
sosok perempuan sundal sangat dibenci oleh seluruh anggota keluarga. Bahkan
anak yang dilahirkannya meski memiliki hubungan darah dengan ayah, namun
kehidupan yang keras bagi anaknya untuk hidup berdampingan dengan
saudaranya yang memiliki status sah dalam keluarga.
Perempuan sundal yang kedua disebutkan adalah saat peristiwa Simson
bertemu dengan perempuan sundal berlokasi di Gaza (Hak 16:1), salah satu kota
orang Filistin di pantai selatan Palestina (Brenner, 1999:265). Pertemuannya
hanya dikisahkan begitu saja dan dilanjutkan dengan kisah heroik Simson yang
mencabut pintu gerbang kota yang amat kuat. Citra Simson yang amat kuat tidak
terkalahkan oleh hati yang luka karena perempuan. Setelah ia menyandang status
duda dan bertemu dengan perempuan sundal, memungkinkan keyakinan Simson
untuk menumbuhkan kembali rasa cinta pada perempuan. Bisa jadi pertemuannya
dengan perempuan sundal menambahkan kekuatan Simson untuk merobohkan
pintu gerbang kota.
Perempuan ketiga bukan sebagai perempuan sundal namun sebagai gundik
yang melahirkan Abimelekh (Hak 8:31). Ia adalah ibu Abimelekh, gundik
Gideon. Abimelekh bukanlah seorang hakim, ia merebut kekuasaan raja menurut
keinginannya sendiri (Indra Sanjaya, 2011:12). Seorang gundik adalah istri yang
sah, tetapi kelas dua (Bergant, 2002:260). Meskipun demikian, diceritakan bahwa
Gideonlah yang memberikan nama pada anak gundiknya itu. Hal ini berarti
diantara Gideon, Abimelekh, dan gundiknya memiliki hubungan yang lebih baik
daripada gundik lainnya (Frolov, 2013:169). Dalam Hak 9:18, ibu Abimelekh
disebutkan sebagai budak perempuan yang memberikan kesan rendahnya peran
e) Istri Pertama Simson
Perempuan selanjutnya yang diceritakan secara individu tanpa nama
adalah istri pertama Simson yang akhirnya menjadi mantan istrinya. Dia adalah
perempuan Filistin yang sangat Simson cintai (Hak 14:7) bahkan Simson banyak
melakukan tindakan yang membahayakan bagi diri Simson (Hak 14:8). Orang tua
Simson tidak suka karena ia bukan perempuan Israel, seorang istri asing
dipandang berbahaya untuk keamanan (Bergant, 2002:263). Bagaimanapun, di
mata Simson perempuan Filistin merupakan perempuan yang menarik (Frolov,
2013:255). Kisah perkawinan Simson tidak diceritakan dengan jelas, hanya teka-
teki yang lebih menonjolkan perjuangan istrinya untuk menaati perintah orang-
orang sebangsanya yang mengakibatkan kerugian di pihak Simson (Hak 14:15-
18). Kisah perceraian Simson dengan orang Filistin dimulai ketika Simson
membuat teka-teki kepada ketiga puluh temannya. Hadiah bagi yang menang
adalah pakaian kebesaran. Diperkirakan pada saat itu Simson tidak memiliki
pakaian pesta untuk pesta pernikahannya sendiri. Teka-teki Simson tidak mungkin
diterka jika orang tidak tahu hidup pribadi sang pahlawan (Bergant, 2002:264).
Kemudian teman-temannya membujuk istri Simson untuk merayu Simson agar
memberitahukan jawaban kepadanya dan meneruskan kepada mereka. Aksi
rayuan sang istripun berhasil, dan sang istri pun memberitahukan kepada teman-
teman Simson. Saat tiba hari memberikan jawaban, teka-teki Simson berhasil
ditebak oleh teman-temannya. Akibatnya, Simson harus membunuh tiga puluh
orang untuk mendapatkan pakaian kebesaran yang telah dijanjikannya (Hak
memberikan istrinya kepada pengiringnya yang juga temannya (Hak 14:20). Dan
mereka pun bercerai. Meskipun Simson marah, ia tetap kembali ke rumah
ayahnya dan tidur dengan istrinya (Hak 14:19b-15:1) (Frolov, 2013:267).
Keluarga istrinya tidak mempunyai rasa kecewa sekalipun, setelah Simson
melampiaskan kekecewaannya, mungkin karena mereka tidak terikat perkawinan
yang sah (Frolov, 2013:257).
Saat amarahnya mereda, ia berkunjung ke rumah mertuanya untuk
menemui mantan istrinya dengan membawa hadiah (Hak 15:1). Ternyata
kedatangannya ditolak oleh ayah mertuanya dan mantan istrinya telah diberikan
kepada pembantu Simson yang terbaik (Hak 15:1b-2a). Karena besar sakit
hatinya, Simson melampiaskan secara berlebihan bahkan perkelahiannya dengan
ratusan anjing hutan sukar dibayangkan (Bergant, 2002:265). Aksinya berlanjut
hingga membakar ladang gandum orang lain (hak 15:5). Akibatnya, mantan istri
Simson dan ayahnya dibakar massa (Hak 15:6).
Mantan istri yang jelas diceritakan dalam Kitab Hakim-hakim adalah
mantan istri Simson. Dari cerita Simson dengan mantan istrinya yang berakhir
dengan kematian mantan istrinya beserta ayahnya secara tragis. Posisi perempuan
sangat berbahaya bagi seorang pahlawan, seperti penilaian awal orangtua Simson.
Awalnya perempuan itu sangat menarik bagi sang pahlawan, hingga sang
pahlawan tahu bahwa ia telah ditipu oleh kecantikan sang perempuan namun sang
pahlawan tetap mempertahankan perempuan tersebut meski sudah memberikan
sang perempuan kepada orang lain hingga sang perempuan mati di tangan orang
kecantikan untuk menjatuhkan sang pahlawan. Sangat disayangkan, tindakan sang
pahlawan yang berlebihan dan berakhir dengan pembunuhan yang tragis hanya
karena dihina oleh sebuah keluarga.
f) Adik Ipar Simson
Perempuan yang dimaksud adalah perempuan yang ditawarkan kepada
Simson untuk dinikahi sebagai pengganti mantan istrinya (Hak 15:2). Sebagai
mertua yang mengetahui bahwa Simson adalah pahlawan dan telah dikenal
banyak orang sebagai sosok yang kuat, ia tidak merelakan mengakhiri hubungan
baiknya. Maka ia menawarkan anak perempuan lainnya untuk dinikahi Simson
sebagai pengganti istrinya agar keluarganya tetap selamat lepas dari pembalasan