• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ISI LANDASAN TEORI

A. Teori yang Mendukung

8. Permainan Anak

Anak-anak umumnya menyukai bermain. Banyak permainan yang biasa dilakukan oleh anak-anak. Menurut Huizinaga (1990) dalam permainan terdapat 3 ciri yaitu (1) bebas, kebebasan, (2) permainan bukanlah kehidupan yang “biasa”

atau “yang seungguhnya”, dan (3) tertutup, terbatas. Ia “dimainkan” dalam batas- batas waktu dan tempat tertentu. Ia berlangsung dan bermakna dalam dirinya

sendiri. Permainan dimulai dan berakhir pada suatu saat tertentu. Ia “dimainkan sampai selesai”. Selama permainan berlangsung, ada gerak, ada langkah, selingan, giliran, jalinan cerita dan penguraian. Setiap permainan memiliki aturan-aturannya sendiri dan aturan dalam permainan bersifat mengikat secara mutlak.

Bermula dari sebuah permainan yang biasa dimainkan dan terus menerus diturunkan/diajarkan kepada generasi yang lebih muda, lama kelamaan permainan tersebut menjadi membudaya. Berasal dari nilai budaya tersebut lah maka permainan anak zaman dahulu kini memiliki istilah menjadi permainan

tradisional. Permainan tradisional merupakan salah satu hasil budaya masyarakat dari suatu daerah atau wilayah tempat tinggal yang diajarkan secara turun temurun.

Permainan tradisional anak dianggap sebagai satu unsur budaya yang cukup penting dan memberikan warna khas tertentu pada suatu kebudayaan (Ahimsa Putra, 2004). Ada permainan yang menggunakan alat atau perlengkapan dan permainan yang tidak menggunakan alat. Permainan anak, memiliki kedudukan dalam kehidupan sosial budaya masyarakat, terutama berfungsi sebagai hiburan yang mengasyikan diwaktu senggang atau sebagai sarana sosialisasi bagi anak- anak. Umumnya permainan anak dimainkan lebih dari satu anak, hal ini tentu sangat baik untuk belajar membangun kebersamaan. Dari permainan tersebut anak dapat belajar bersosialisasi, memahami orang lain, bermusyawarah, dan mendapat nilai budaya yang berguna dalam kehidupan bermasyarakat (Sujarno, 2013)

Pada permainan anak, terkandung nilai-nilai yang sangat penting bagi perkembangan fisik ataupun jiwa anak-anak. Secara tidak sadar, mereka telah belajar bersosialisasi dengan lingkungan sebagaimana nanti kehidupan di masyarakat setelah dewasa. Permainan tradisional dapat membuat anak mampu bersosialisasi dalam masyarakat dengan baik (Boedhisantoso dalam Sujarno, 2013). Melihat dari teori yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa melalui bermain, anak-anak dapat belajar norma-norma sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat, dan mengenal nilai-nilai budaya. Bermain juga mengajarkan kepada anak tentang pergaulan yang nantinya dapat berguna bagi kehidupan dan kepribadiannya.

a) Permainan Tradisional Jamuran

Permainan jamuran adalah permainan tradisional yang menggunakan alunan

lagu dalam melakukan permainannya. Kata jamuran berasal dari kata “jamur”

yang berarti cendawan dan mendapat akhiran –an (Dharmamulya, 2005: 83).

Jamur adalah tanaman berbentuk bulat, maka permainan jamuran pun memvisualisasikan bentuk jamur yang bulat tersebut ke dalam bentuk lingkaran (Sujarno, 2013: 109).

Peralatan yang digunakan dalam permainan ini hanya sebuah teks lagu. Banyak versi lagu dari permainan jamuran ini, semua tergantung dari tiap daerah. Salah satu versi dari lagu jamuran taersebut adalah sebagai berikut:

Jamuran ya ge ge thok Jamur apa ya ge ge thok

Semprat semprit badhe jamur apa?

Perserta dalam permainan ini tidak ditentukan, namun biasanya berjumlah antara 4-12 orang. Batasan usia untuk permainan jamuran juga tidak mengikat, namun idealnya berusia 6-12 tahun (Sujarno, 2013: 111). Permainan jamuran mempunyai aturan dasar dalam jalannya permainan, jalannya permainan terbagi dalam beberapa tahapan sebagai berikut: (1) permainan dimulai dari seorang anak mengajak teman-temannya untuk bermain jamuran, anak selanjutnya melakukan hompimpah. Hompimpah dilakukan lebih dari dua orang, apabila peserta tinggal 2 maka dilakukan pingsut untuk menentukan anak yang menjadi pemain “jadi”, (2) semua anak yang menang berjalan bergandengan tangan mengelilingi pemain jadi sambil menyanyikan lagu jamuran, (3) bersamaan dengan berakhirnya

menyanyikan lagu jamuran berhenti pula langkah anak-anak dalam mengelilingi pemain jadi. Kemudian pemain “jadi” segera memberikan jawaban yang diajukan semua pemain diakhir kalimat lagu jamuran, (4) setelah mendengar jawaban dari pemain jadi, semua peserta (kecuali pemain jadi) segera membubarkan diri memenuhi jawaban pemain jadi namun masih dalam arena permainan tersebut, (5) apabila ada satu anak yang tidak memenuhi jawaban yang diiginkan oleh pemain jadi maka pemain tersebut menggantikan pemain jadi (Sujarno, 2013).

Permainan jamuran memiliki fungsi sebagai sarana sosialisasi antar teman, sehingga permainan tersebut sangat cocok dan sesuai untuk anak usia 6-12 tahun sebagai sarana untuk memunculkan rasa percaya diri mereka di depan teman- temannya.

b) Permainan Do Mi Ka Do

Permainan Do Mi Ka Do merupakan permainan yang menggunakan aktivitas tangan dan diiringi dengan nyanyian. Permainan ini umumnya dimainkan di dalam ruangan dan tidak memerlukan ruang yang luas. Jumlah pemain dalam permainan Do Mi Ka Do biasanya berjumlah 5-10 orang anak. Iringan lagu pada permainan tersebut adalah sebagai berikut:

Do mi ka do, mi ka do Es ka es ka do, bea beo

Cis! Cis! One! Two! Three!

Four! Five! Six! Seven! Eight! Nine! Ten!

Cara memainkan permainan ini adalah, semua pemain membentuk lingkaran. Telapak tangan kanan diatas telapak tangan kiri temannya. Permainan

dimulai dengan telapak tangan kanan menepuk telapak tangan kanan teman di sebelahnya, kemudian sambung menyambung sesuai dengan iringan lagu. Orang yang telapak tangannya terkena tepuk saat iringan lagu berakhir, maka ia harus keluar dari lingkaran. Permainan dilanjutkan hingga tersisa dua orang. Dua orang tersebut harus bersaing untuk mempertahankan agar tangannya tidak terkena tepuk. Jika ada salah satu yang terkena tepuk, maka orang terakhir yang tersisa itulah yang menjadi pemenangnya.

c) Permainan Lompat Karet

Permainan tradisional lompat karet merupakan salah satu dari sekian banyak permainan tradisional yang ramah lingkungan. Selain tidak membutuhkan peralatan yang rumit, permainan lompat karet juga tidak membutuhkan biaya yang mahal. Permainan lompat karet bersifat kelompok, artinya permainan ini tidak dapat dilakukan sendiri, paling tidak dibutuhkan tiga orang peserta (Sujarno, 2013). Fungsi permainan lompat karet adalah secara tidak sadar anak sebenarnya sedang melakukan olahraga. Selain sebagai sarana olahraga, permainan lompat karet juga berfungsi sebagai sarana sosialisasi. Alat yang dipergunakan dalam permainan adalah berupa beberapa buah karet yang dipersambungkan/dijalin sedemikian rupa seperti rantai dan panjangnya kira-kira 5 meter.

Menurut Husna (2009) cara memainkan permainan lompat karet adalah dua orang masing-masing disisi kanan dan kiri memegangi tali karet. Pemain yang lain harus meloncatinya. Tinggi karet mulai dari semata kaki, kemudian naik selutut, lalu sepaha, kemudian sepinggang. Pada ketinggian tersebut, setiap pemain harus mampu meloncatinya tanpa menyentuh tali karet. Selanjutnya

adalah setinggi dada, dagu, telinga, ubun-ubun. Pada ketinggian tersebut pemain diperbolehkan melompat dengan menyentuh karet. Bila terdapat pemain yang tidak mampu melompat karet dengan benar, maka ia akan bertukar posisi menjadi pemegang ujung tali karet.

Dokumen terkait