• Tidak ada hasil yang ditemukan

pung anak yatim, anak-anak tidak mampu .” 9 (AI

2. Personal Care

h. Prosedur penanganan anak yang keluar dari panti

Terhadap anak yang tidak mau lagi di pan-ti, kebijakan panti adalah mengembalikan anak tersebut ke rumah orang tua atau keluarganya seperti dikatakan oleh kepala panti.50 Namun, kasus anak yang tidak mau lagi di panti biasanya melanda pada anak baru dan karenanya kepu-tusan memulangkan mereka tidak buru-buru diambil karena biasanya kalau sudah sampai dua atau tiga hari mereka akan bisa menye-suaikan diri seperti dikatakan staf, ”Anak-anak kadang-kadang baru-baru masuk saja ndak be-��h���, p����g ��3 h�r�, k��� su��h 3 bu��� �� s��� disuruh pulang aja ndak mau dia.”51 (S)

Menurut anak-anak, yang mengobrol san-tai sambil mengecat genteng, ada beberapa kasus anak yang dikembalikan ke keluarganya, seperti cerita seorang anak,

“Dulu ada anak yang dipulangkan, anak pendiam, tidak mau bergaul, tidak mau beradaptasi gitu, diajak juga ndak mau, katanya ndak betah ingat saja kepada keluarganya, terus orang tuanya dipanggil, dibawa pulang lagi sama orang tuanya”5�

(AI. A1)

Cerita anak yang lain, “Saya pernah diceri-tain sama teman, katanya ada anak yang ngero-kok terus dikeluarin sama Pak Jum.”53 (AI. A5)

Berdasarkan pengetahuan dan pengala-man kepala panti, belum pernah ada anak yang kabur dari panti. Dan menurut staf panti, anak yang kabur itu paling lama dia tidak pulang ke panti selama 2 (dua) hari saja. Selain itu, anak

50 Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/32/1.8.1.

51 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/32/1.8.1.

52 Wawancara, anak, AI. A1, laki-laki, pada Jum’at, 15Wawancara, anak, AI. A1, laki-laki, pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 09.15 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/32/1.8.1 NTB/PA Al-Ikhlas/32/1.8.1.

53 Wawancara, anak, AI. A5, laki-laki, pada Jum’at,Wawancara, anak, AI. A5, laki-laki, pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 09.15 WITA. Ketika sedang mengobrol ini, anak-anak tiba-tiba bubar berlarian sambil berteriak, “Eh Mas Bur, Mas Bur.” Ada seseorang datang ke masjid. Dia bernama Burhanudin. Dia sering ke panti untuk menemui anak-anak. Setiap datanag dia membawa sesuatu untuk anak-anak seperti sabun, odol, baju bekas, makanan, dan sebagainya. Lima belas menit kemudian anak-anak berkumpul kembali sambil membawa sabun dan odol di tangannya.

biasanya pulang lagi ke panti, seperti kata staf panti,

“�er��h ���� ��bur��� ��u p����g � h�r�� Trus kembali lagi. Ya kita panggil aja maksud kita supaya dia jangan mengulangi lagi. Ya hukumnya dengan kata-kata kita berikan sedikit sanksi, kalo dia ulangi lagi kita suruh dia bersihkan WC sama menyapu sepanjang anu [halaman].”54 (S)

2. Personal Care

a. Makanan

Secara kualitas, makanan yang disediakan untuk disantap anak, berdasarkan pengamatan, belum memenuhi standar gizi 4 sehat 5 sem-purna. Hal ini karena anak-anak sangat jarang diberi susu dan buah serta daging, dan tidak ada yang bertugas mengatur dan mengontrol menu. Menurut juru masak, yang biasa juga dipanggil ibu dapur oleh anak-anak, beliau bi-ngung dalam hal mengatur menu. Hal ini karena daftar menu yang lama sudah hilang, sedangkan ibu dapur baru 2 (dua) bulan bertugas menjadi juru masak dan belum terbiasa dengan menu panti. Berikut cerita ibu dapur tentang tugas dan beberapa menu panti,

”Tug�s, m�s�k 3 k��� seh�r�� S�r�p�� puku� setengan tujuh. Menu tahu, tempe, telur. �er��h s��� m���� ��p� p�k Rez� b����g nanti-nanti terus. Jadi saya bingung di pasar. Kalo malam, pelecing kangkung, pindang dll. Kalo ayam paling 1 kali dalam 1 minggu, tapi ndak tentu juga. Daging sapi dan kambing tidak pernah.”55 (JM)

Sedangkan staf mengatakan, “Menu kita buat sendiri, disesuaikan dengan yang ada di pasar, ya berkisar tahu, tempe, ikan asin dll. Kalo susu pernah tiap hari minggu kita kasih sesudah anak-anak olahraga, susunya susu kaleng. Kalo kita lihat makannya anak-anak di sini lebih

54 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/33/1.8.2.

55 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/34/2.1.1

halaman

mewah lah makannya daripada dia di rumahnya. Keinginan kita sih memberi yang paling baik, tapi kan kita ambil akhirnya yang sederhana, tidak terlalu mewah.”56 (S)

Anak-anak menjelaskan tentang kegiatan makan mereka yaitu mereka makan sehari 3 kali sehari dengan jadwal dan menu sebagai berikut,

Pagi: Jam 06.00 dengan menu nasi, sayur dan kadang-kadang dengan tempe atau tahu.

Siang: Jam 13.00 dengan menu nasi, sayur, tahu atau tempe atau ikan asin. Malam: Jam 19.30 dengan menu nasi, sayur,

tahu atau tempe atau ikan asin. Mereka mengatakan bahwa di antara menu makan mereka tidak pernah ada lauk daging atau ikan atau ayam, seringnya tahu, tempe, dan ikan asin, serta tidak pernah ada susu. Menu disusun sendiri oleh ‘ibu dapur’ (sebutan anak-anak untuk juru masak) dan anak-anak-anak-anak tidak pernah terlibat dalam penyusunan menu.

Adapun alokasi biaya untuk makan per anak per hari sulit untuk dikalkulasi, karena pa-tokan pembiayaan makan anak bukan berdasar-kan berapa rupiah per anak. Adapun sumber pembiayaannya adalah dari beberapa sumber seperti dana subsidi BBM, Yayasan Dharmais dan sumbangan tidak mengikat lainnya. Berikut penjelasan staf, “Ada bantuan dari subsidi BBM �500 per ���k� ��� ����k cukup� �e�ge�u�r�� k���

perh�r� ber�s ����3 k���� L�uk 50�000 seh�r� u�

-�uk semu� ���k, k����g 40�000.”57 (S)

Sedang-kan ibu dapur mengataSedang-kan, “Sekali ke pasar

��k�s�h u��g 50 r�bu, k����g 40 r�bu, ��p� ser��g

-��� 40 r�bu� -����u ��k�s�h 50 r�bu b�ru s-��� be�� ayam, kalo ndak ya tempe tahu.”58 (JM)

Secara umum staf memahami kebutuhan makan anak sesuai dengan perkembangannya, namun sulit untuk membeda-bedakan menu makan anak, jadi menu disamakan untuk semua

56 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/34/2.1.1

57 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/35/2.1.2

58 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/35/2.1.2

umur. Staf mengatakan ibu dapur mengetahui kebutuhan makan anak sesuai usianya, “Tahu ���� Y��g p����g kec�� ���k �� s��� k�� �0 ��hu�, kita tidak masakan khusus karena biasanya nafsu makan usia segitu sudah sama saja dengan yang besar.”59 (S) Ini berbeda dengan yang dikatakan ibu dapur yang mengatakan bahwa yang dima-saknya sama saja untuk semua umur.60

Adapun peralatan, tempat, dan proses penyiapan dan penghindangan makanan relatif bersih, meskipun mungkin belum sepenuhnya memenuhi syarat higienis. Hal ini dikarenakan air mengalir dengan lancar dan kualitasnya sangat baik di dapur sehingga sangat mudah membersihkan baik sayuran, makanan, dan peralatan makan dan masak di dapur.

Meskipun yang memasak adalah juru masak, namun menurut pengurus anak-anak terbiasa terlibat dalam penyiapan makanan minimal menyiapkan makanan untuk mereka sendiri. Bahkan ketika juru masak sedang pu-lang kampung dalam beberapa hari, sebagian anak yang besar berinisiatif memasak untuk semua temannya. Kepala Panti mengatakan, “Ya. Anak-anak ini kalo ibu dapur ndak ada mereka memberlakukan jadwal masak sendiri.”61 (KP) Staf juga membenarkan,

”Ya mereka ikut bantu sedikit-sedikit, tapi kalo ibu sedang ndak ada ya mereka masak sendiri. Biasanya yang besar. Ini kita latih mereka supaya mandiri dan yang besar tumbuh rasa sayang kepada yang kecil. Saya ndak perlu nyuruh. Kalo ibu dapurnya pulang seperti sekarang ini, tanpa disuruh dia bisa masak. Saya juga dulu begitu, saya bisa masak, kita gantian masak. Itu anak-anak mereka sendiri bikin jadwal, inisiatif sendiri, masak pagi siapa, masak sore siapa. Setelah ada ibu dapur ya mereka sekadar membantu mengupas-ngupas, anak tidak dibuat manja.”6� (S)

59 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/36/2.1.3

60 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/36/2.1.3

61 Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/38/2.1.5

62 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/38/2.1.5

halaman

0

Hal ini agak berbeda dengan penuturan anak-anak. Mereka mengaku tidak terlibat dalam penyiapan makanan, semuanya disiap-kan oleh ibu dapur. Setelah anak madisiap-kan piring bekasnya pun tidak dicuci melainkan disimpan di tempat cucian, kalau sudah selesai makan semuanya baru si ibu dapur mencucinya. Ketika ditanya kepada ibu dapur mengapa demikian, dia menjawab, “Anak-anak ndak bersih, biarin. Terus kasihan mereka sudah besar-besar takut malu mencuci piring.”63 (JM) Mungkin ini dalam kondisi normal, dan ibu dapur memang sosok ibu yang pengertian, sabar, dan sayang kepada anak-anak. Adapun kondisi anak-anak yang harus memasak sendiri ketika ibu dapur pu-lang kampung dalam beberapa hari karena ada urusan keluarganya itu benar adanya, asesor menyaksikan sendiri bagaimana beberapa anak yang besar memasak untuk semua anak di panti. Di di kaca jendela rumah ibu dapur, di samping dapur, masih tertempel jadwal piket masak anak-anak saat masa-masa belum me-nemukan ibu dapur yang sekarang, pasca ber-hentinya ibu dapur yang lama. Jadwal itu hanya kembali berlaku ketika tidak ada ibu dapur. Ini menandakan anak-anak memang dilibatkan dalam proses penyiapan makanan dalam rang-ka memandirirang-kan mererang-ka.

Anak terbiasa makan secara bersama-sama. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh kepala panti dan staf serta yang dilihat oleh asesor sendiri. Karena saat ini tidak tersedia ruang makan yang cukup untuk menampung anak-anak makan bersama, maka anak-anak bi-asa mengambil jatah makanannya di dapur lalu dia membawa piring berisi makanan tersebut ke tempat-tempat yang mereka pandang cuk-up nyaman untuk makan. Ada yang membawa-nya ke kamar, ke pinggir kolam, di bawah po-hon, di teras rumah ibu dapur, di kursi depan pintu dapur dan di dapurnya sendiri. Demikian juga yang dikatakan staf, “Sama-sama, di daerah dapur. Akan tetapi boleh juga dibawa ke kamar.”64 (S)

Menurut anak-anak, mereka biasa makan

63 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/38/2.1.5

64 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/39/2.1.6

dengan bebas, bisa di mana saja, tidak ada ru-angan khusus untuk makan. Tidak ada orang dewasa yang menemani mereka makan. Anak-anak mengambil nasi secara bebas, kemudian minta lauknya ke ibu dapur. Setelah piring diisi, anak keluar dapur dan memilih tempat sesuai dengan yang mereka suka, hanya mereka tidak jauh di depan dapur. Di antara mereka ada yang duduk di saung, di bangku depan dapur, atau jongkok di depan dapur karena tidak ke-bagian bangku untuk duduk, atau ada juga yang membawanya makan di pinggir kolam. Mereka nampak menikmati makanan yang disantapnya. Ada di antara mereka yang menambah nasi-nya, karena memang persediaannya mencu-kupi. Akan tetapi di antara mereka tidak ada yang berani menambah lauknya, mereka takut anak lain tidak kebagian jatah, ini lah bentuk solidaritas anak di panti Al-Ikhlas.

Satu hal yang cukup memprihatinkan ialah persediaan piring di dapur hanya ada 15 buah. Jelas ini tidak mencukupi untuk seluruh anak. Maka untuk menutupi kebutuhan anak, maka ibu dapur meminjam piring beling ke isteri pengasuh sebanyak 15 buah lagi. Untuk ini juga masih belum mencukupi karena jumlah anak 45 orang akan tetapi ini terbantu dengan kon-disi yang kebetulan ada anak yang makannya tidak bersamaan karena sekolah sore. Sebe-lum meminjam piring tersebut, menurut penu-turan anak-anak, mereka antri mendekati anak yang sedang makan untuk kemudian piringnya dipakai bergantian.

Ibu dapur lah yang kadang memperhati-kan mamemperhati-kanan untuk anak-anak yang berada dalam situasi tertentu, seperti sakit atau alergi. Namun perhatian itu hanya bisa ia berikan sekedarnya saja karena sayangnya tidak ada bi-aya khusus untuk itu jadi anak makan seadanya saja, kalau ada pantangan makan anak pilih makanan yang dia boleh makan dalam menu hari itu juga. Anak yang kecil juga kadang ber-masalah dalam hal nafsu makannya. Kadang ia tidak mau makan karena mungkin kurang sele-ra. Dalam kondisi ini ibu dapur tidak bisa ber-buat apa-apa. Berikut penuturan ibu dapur,

”Tidak khusus, hanya saja kalo dia ndak boleh teri seperti anak yang patah tangannya itu, ya dia makan tahu tempenya saja, terinya buat yang lain. Ada juga sih

halaman

anak yang suka ndak mau makan, si Adi (5 SD) ��� ���m (6 SD), suk� berp����g mukanya kalo disuruh makan, kalo dia lagi ndak suka ya dia ndak makan, ya saya ndak buatin khusus apa yang dia suka sih. Akhirnya dia beli mi saja di luar.65 (JM)

Menurut koordinator anak asuh, pengas-uh yunior yang baru saja diperbantukan untuk mendampingi anak-anak di asrama, anak-anak yang sakit sangat diperhatikan oleh ibu dapur dalam hal perhatiannya. Ia mengatakan, ” Anak-anak kalau sakit di sini dimanja sekali oleh ibu dapur, dibawakan air minum hangat, dibawakan makanannya, meski makanannya sama dengan untuk yang tidak sakit.”66 (KA) Tidak adanya makanan khusus untuk anak yang sakit me-mang diakui anak-anak, meskipun mereka ja-rang sekali ada yang sakit. Mereka mengatakan tidak ada makanan khusus yang disediakan untuk anak-anak yang sakit. Belum pernah ada kasus yang sakit di panti. Ada pernah yang sakit di bawa ke rumah sakit dan dirawat, tapi pu-lang dari rumah sakit dia makan makanan yang ada.67

Air minum matang tidak tersedia di panti. Ibu dapur tidak biasa memasakkan air untuk anak-anak. Mereka terbiasa minum langsung dari kran air di belakang dapur. Kebiasaan ini memang sudah turun temurun dan menjadi kebiasaan masyarakat NTB pada umumnya apalagi mereka yang tinggal di daerah sumber air yang baik seperti di Narmada, Lombok Barat ini. Ketika ditanyakan dari mana sumber air minum untuk anak-anak, staf menjawab, “Air minumnya ya dari PDAM itu langsung bisa diminum karena di Narmada ini terkenal dengan sumber air dan kualitas airnya bagus.”68 (S) Ke-pada ibu dapur, saat pertama ditanya apakah air dimasak atau tidak si ibu mengangguk ragu, mungkin ada perasaan takut atau sungkan

65 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/40/2.1.7

66 Wawancara dengan kordinator anak asuh padaWawancara dengan kordinator anak asuh pada Sabtu, 16 September 2006 pukul 16.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/40/2.1.7

67 Wawancara dengan anak-anak pada Sabtu, 16Wawancara dengan anak-anak pada Sabtu, 16 September 2006 pukul 11.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/40/2.1.7

68 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/41/2.1.8

menjawab sesungguhnya tidak ada air masak. Namun ketika ditanya di hari-hari berikutnya mengapa tidak disediakan air minum matang, ibu dapur menjawab, “Ndak ada tempatnya un-tuk masak, dan ndak ada cangkir buat anak-anak minum.”69 (JM) Ternyata itulah masalahnya, se-hingga asesor berinisiatif untuk memberikan panci besar untuk memasak air, dua lusin gelas, dan satu lusin tambahan piring.

Adapun menurut anak-anak, air minum tersedia sepanjang waktu dan mudah diakses. Ternyata yang dimaksud adalah air kran itu sendiri. Namun panti hanya memiliki 3 cangkir plastik yang disediakan untuk anak-anak. Sela-ma ini anak-anak minum langsung dari kran air ledeng. Setelah makan anak-anak menyimpan piring di tempat cucian piring, kemudian mem-buka kran air mem-bukan untuk mencuci piring me-lainkan untuk minum. Mereka meminumnya secara langsung tanpa dimasak dan tanpa tem-pat minum.

b. Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang dapat diakses anak adalah PUSKESMAS terdekat yang sudah bekerjasama dengan panti. Anak-anak yang sakit tinggal datang ke sana dengan membawa buku berobat yang sudah dibubuhi tandata-ngan salah seorang pengasuh. Dokter yang bertugas di PUSKESMAS akan segera menge-tahui bahwa anak tersebut adalah anak panti sehingga anak tidak dipungut bayaran. Berikut pernyataan Kepala Panti, ”Dokter umum di pus-kesmas yang sudah bekerja sama dengan kita.”70 (KP) Demikian juga penuturan staf,

“Kalo kesehatan kita kerjasama dengan puskesmas. Jadi ada buku berobat. Jadi pengurus tandatangan di buku itu sudah bisa. Itu gratis. Dokter di puskesmas seberang yang sudah ada hubungan kerja sama dengan kita. Anak tinggal bawa buku yang dinamai buku berobat yang dibuatkan khusus oleh pengurus, ditandatangani pengurus, siapa saja yang

69 Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15Wawancara dengan juru masak pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/41/2.1.8

70 Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15Wawancara dengan kepala panti pada Jum’at, 15 September 2006 pukul 13.00 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/42/2.2.1

halaman

ada, nanti dokternya menulis penyakit dan tindakannya di buku tersebut. Jadi dari buku tersebut dapat dilihat siapa saja yang telah berobat, berapa sering, apa saja sakit yang dideritanya.”7� (S)

Namun, di kalangan anak-anak, mereka ja-rang pergi ke PUSKESMAS kalau sakitnya mer-eka pandang tidak terlalu parah. Kalau ada anak yang sakit, anak beli obat sendiri ke warung, kalau tidak punya uang minta ke Pak Kholidi salah seorang guru ngaji yang tinggal di ling-kungan panti. Begitu tutur salah seorang anak. Tidak ada pengecekan kesehatan secara rutin dari saat pertama anak masuk panti sampai sekarang. Staf mengatakan, “Tidak, hanya kita

perh���k�� s�j� sec�r� ��h�r��h k����s� �s�k���.”72

(S) Begitu pula halnya dengan imunisasi. Tidak pernah ada pemberian imunisasi untuk anak panti. Panti hanya mengandalkan dari program kesehatan di sekolah.

Tidak ada catatan kesehatan bagi setiap anak, yang ada hanya buku berobat yang dido-kumentasikan dalam satu buku yang di dalam-nya terdapat kolom-kolom untuk diisi oleh dokter yaitu tentang nama anak, umur, riwayat sakit, riwayat pengobatan, dan terapi yang di-berikan. Di samping itu ada pula kolom untuk tanda tangan pengasuh sebagai tanda menge-tahui bahwa anak itu direkomendasikan untuk berobat. Staf menjelaskan,

“Ada, di buku berobat tadi. Yang mencatat adalah dokter yang memeriksa anak. Yang tercakup di buku berobat adalah, nama anak, umur, tanda tangan pengurus, penyakit yang diderita, diagnosis dokter, obat yang diberikan. Buku berobat itu dipegang oleh anak-anak.”73 (S)

Adapun jenis penyakit yang pada umum-nya dialami oleh anak adalah peumum-nyakit kulit,

di-are, dan lu. Meskipun tidak juga begitu sering

terjadi. Kondisi tersebut tergantung cuaca dan wabah. Adapun penyakit kulit mungkin salah

71 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/42/2.2.1

72 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field Record: NTB/PA Al-Ikhlas/43/2.2.2

73 Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-Wawancara dengan staf pada Jum’at, 15 Septem-ber 2006 pukul 10.30 WITA s.d selesai, No. Field

Dokumen terkait