• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuadran I Strategi agresif

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Areal untuk Ekstensifikasi Tambak Garam

5.1.2 Potensi Ekstensifikasi Tambak Garam

Setelah diketahui tingkat kesesuaian lahan, maka dalam proses identifikasi potensi ekstensifikasi untuk tambak garam rakyat ini harus dipilah antara tutupan lahan berupa tambak garam eksisting dan tutupan lahan non-tambak garam. Tutupan lahan berupa tambak garam eksisting teridentifikasi seluas 6 145.28 ha. Luasan areal ini lebih kecil dibandingkan dengan areal tambak garam pada peta tutupan lahan yang diketahui memiliki luas 6 191.76 ha (Tabel 11). Hal ini karena terdapat tambak garam eksisting yang berada pada areal sempadan pantai, yaitu 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, yang dinyatakan memiliki kelas tidak sesuai (N) sebagai akibat regulasi pengelolaan kawasan lindung.

Pada tutupan lahan non-tambak garam yang memiliki kesesuaian untuk pengusahaan tambak ini selanjutnya perlu mempertimbangkan berbagai regulasi terkait agar lokasi tersebut berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Berbagai regulasi tersebut antara lain berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung serta pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer yang dalam penelitian ini hanya meliputi jalan arteri primer, kolektor primer, dan lokal primer.

Dalam kaitan pengelolaan kawasan lindung, regulasi yang dipertimbangkan yaitu Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Keputusan Presiden tentang Pengelolaan Kawasan Lindung beserta Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melindungi kawasan pantai berhutan bakau sebagai kawasan suaka alam dan melindungi sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Keputusan Presiden tentang Pengelolaan Kawasan Lindung beserta Peraturan Pemerintah tentang Sungai melindungi kawasan sekitar mata air sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air dan sempadan sungai. Sungai di sekitar tambak garam dan di sekitar potensi ekstensifikasi tambak garam di lokasi penelitian merupakan sungai tidak bertanggul yang berada di luar kawasan perkotaan sehingga sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50

meter di kiri kanan sungai kecil. Selain regulasi ini juga mempertimbangkan Rencana Kawasan Lindung dalam RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2011-2031.

Dalam kaitan pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan, regulasi yang dipertimbangkan yakni Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Undang-undang tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan di samping kanan kiri ruang milik jalan. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan yang berfungsi untuk pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Dalam penelitian ini konsep ruang pengawasan jalan dan ruang milik jalan mengacu pada Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang yaitu ditetapkan selebar 41 m untuk jalan arteri primer, 25 meter untuk jalan kolektor primer, dan 22 meter untuk jalan lokal primer (Bappeda Sampang 2011b).

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi tambak garam yang masuk dalam kawasan lindung seluas 387.66 ha dan masuk dalam ruang milik jalan serta ruang pengawasan jalan seluas 17.61 ha (Lampiran 2). Areal yang masuk dalam kawasan lindung tidak dimasukkan sebagai lahan potensi untuk ekstensifikasi tambak garam untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Begitu pula areal yang masuk ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan juga tidak dimasukkan dalam lahan potensi ekstensifikasi tambak garam untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan. Perlunya pertimbangan regulasi pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan ini karena aktivitas pertambakan dipandang dapat menurunkan kekuatan konstruksi jalan.

Setelah mempertimbangkan kesesuaian lahan dan regulasi terkait maka diketahui potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan untuk tambak garam diketahui seluas 2 398.55 ha (Tabel 13). Sebagian besar lahan potensi tersebut masuk ke dalam kelas S2 yaitu seluas 1 940.79 ha. Lahan dengan kelas S1 hanya teridentifikasi seluas 26.27 ha, selebihnya kelas S3 diketahui seluas 431.49 ha. Lahan eksisting yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam tersebut didominasi tutupan lahan berupa sawah yaitu seluas 2 142.45 ha (89.32%). Selanjutnya menyusul tutupan lahan berupa tambak budidaya 152.38 ha (6.35%), ladang/tegalan 54.91 ha (2.29%), rawa 42.36 ha (1.77%), semak belukar 5.72 ha (0.24%), dan kebun campuran 0.74 ha (0.03%).

Areal yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam ini pada dasarnya bisa direalisasikan untuk dikelola oleh petani garam rakyat maupun oleh PT. Garam, tergantung status kepemilikan lahan. Jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik rakyat maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh rakyat. Apabila lahan yang teridentifikasi potensi merupakan lahan milik PT. Garam maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh PT. Garam. Namun jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik pemerintah maka pengelolaannya bisa dilakukan oleh rakyat atau PT. Garam. Dalam hal ini, keputusan untuk pengembangan tambak garam dan kebijakan mengenai pihak yang akan mengelolanya dikembalikan kepada pemilik lahan.

Gambar 12 Potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam Tabel 13 Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan tambak garam

Tutupan lahan (eksisting) Potensi ekstensifikasi (ha) Persentase (%) S1 S2 S3 Jumlah Tambak garam - - - - 0.00 Tambak budidaya - - 152.38 152.38 6.35 Sawah - 1 905.69 236.76 2 142.45 89.32 Ladang/tegalan 26.27 28.64 - 54.91 2.29 Kebun campuran - 0.74 - 0.74 0.03 Semak belukar - 5.72 - 5.72 0.24 Rawa - - 42.36 42.36 1.77 Jumlah 26.27 1 940.79 431.49 2 398.55 100.00

Data panen garam kabupaten sampang tahun 2011 menunjukkan total produksi dari lokasi penelitian sebesar 282.760 ton dengan produktivitas tambak garam optimal mencapai 133 ton/ha/musim (DKPP Sampang 2011). Upaya ekstensifikasi lahan tambak garam bisa meningkatkan produksi garam sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya. Jika diasumsikan lahan potensi ekstensifikasi dengan kelas S1 bisa memproduksi garam dengan produktivitas 80% dari produktivitas optimal (106 ton/ha/musim), kelas S2 memiliki produktivitas 60% (80 ton/ha/musim), dan kelas S3 memiliki produktivitas 40% (53 ton/ha/musim) maka dapat diestimasi potensi tambahan produksi garam dari pesisir selatan

Kabupaten Sampang. Dengan memperhatikan luasan areal lahan potensi ekstensifikasi pada tiap-tiap kelas kesesuaiannya maka potensi tambahan produksi garam setiap musimnya yaitu dari lahan kelas S1 sebesar 2 792 ton, dari lahan kelas S2 sebesar 154 720 ton dan dari lahan kelas S3 sebesar 22 932 ton. Dengan demikian, jika seluruh lahan potensi ekstensifikasi direalisasikan maka potensi penambahan produksi garam secara keseluruhan yaitu sebanayak 180 445 ton/musim.

Dalam kaitan swasembada garam nasional, jika memperhatikan kekurangan garam konsumsi beberapa tahun terakhir secara nasional yaitu sebesar 200 ribu ton/tahun sebagaimana disebutkan KKP (2009, 2010a, 2011) maka tidak cukup teratasi kalau hanya mengandalkan upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang. Perlu upaya ekstensifikasi dari lokasi lainnya, disamping tetap mengupayakan langkah optimalisasi produksi garam. Namun demikian, upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini memiliki potensi untuk bisa menutupi 90% kekurangan garam konsumsi nasional.