HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2.1 Preparasi dan Penentuan Kadar Kalsium Karbonat dalam Serbuk Cangkang Telur
Cangkang telur secara umum terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan kutikula, lapisan spons dan lapisan lamellar. Cangkang telur mewakili 11 % dari bobot total telur yang tersusun atas 94 % kalsium karbonat, 1 % kalsium fosfat, 4 % material organik dan 1 % magnesium karbonat (Rivera at al. 1999). Menurut Rivera et al
(1999), pemanasan cangkang telur pada suhu 450 oC selama 2 jam akan menghilangkan residu magnesium karbonat, protein, serta pengotor lainnya.
Penelitian Sigh dan Mehta (2012), dengan menggunakan Differential Thermal Analysis/Thermogravimetric Analysis (DTA/TGA) untuk mengetahui
dekomposisi termal dari cangkang telur pada suhu 450 o – 625 oC dan suhu 650 o – 1000 oC menunjukkan bahwa pada rentang suhu 450 o – 625 oC akan diperoleh senyawa CaCO3 dengan suhu maksimum 650 oC , sedangkan pada rentang suhu
650 o – 1000 oC senyawa CaCO3 akan terdekomposisi menjadi CaO dengan suhu
maksimum 850 oC. Berdasarkan hal diatas, maka pada penelitian ini serbuk cangkang telur yang diperoleh dipanaskan pada suhu 500 oC selama 2 jam dengan tujuan untuk menghilangkan residu magnesium karbonat dan protein sehingga didapatkan kadar CaCO3 yang lebih tinggi.
Pada penelitian ini, dilakukan uji kualitatif ion karbonat pada serbuk cangkang telur setelah dipanaskan pada suhu 500 oC untuk mempastikan apakah pada cangkang telur tersebut masih terdapat ion karbonat (Lampiran 2). Kemudian dilakukan uji kuantitatif penentuan kadar kalsium karbonat dalam serbuk cangkang telur sebelum dan setelah dipanaskan pada suhu 500 oC dengan metode titrasi asam-basa. Dimana diperoleh kadar kalsium karbonat pada serbuk cangkang telur setelah pemanasan kadarnya lebih tinggi yaitu 95,79 %, dibanding dengan serbuk cangkang telur tanpa pemanasan yang hanya 91,29 % (Tabel 4.1). Hal ini tentunya akan meningkatkan kemampuan adsorpsi dari serbuk cangkang telur dalam mengadsorpsi ion logam seperti ion Hg2+.
Titrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah titrasi balik (asam- basa), hal ini dikarenakan NaOH tidak bereaksi dengan kalsium karbonat dari cangkang telur tetapi bereaksi dengan kelebihan HCl yang digunakan untuk melarutkan kalsium karbonat dari serbuk cangkang telur. Hal ini dapat dijelaskan dengan reaksi berikut:
2HCl(aq) + CaCO3(s) Ca2+(aq) + CO2(g) + H2O(l) + 2Cl-(aq)
kemudian kelebihan HCl yang digunakan dititrasi balik dengan NaOH: HCl(aq) + NaOH(aq) H2O(l) + Na+(aq) + Cl-(aq)
Dimana, volume dari NaOH pada titrasi digunakan untuk menentukan mol dari HCl yang bereaksi dengan CaCO3, kemudian digunakan untuk menentukan kadar
CaCO3 dalam serbuk cangkang telur (Faruruwa, D. M. and Danladi, C. 2013).
4.2.2. Adsorpsi Ion Raksa (Hg2+) dengan Menggunakan Kalsium Karbonat
(CaCO3) dari Serbuk Cangkang Telur
Serbuk cangkang telur yang digunakan untuk mengadsorpsi ion Hg2+ pada penelitian ini adalah serbuk cangkang telur yang telah dipanaskan pada suhu 500oC selama 2 jam. Dimana proses adsorpsi dilakukan dengan beberapa variasi perlakuan.
4.2.2.1Penentuan pH Optimum Adsorpsi
Salah satu parameter kontrol yang sangat penting dalam proses adsorpsi ion logam adalah derajat keasaman atau pH larutan. Hal ini dikarenakan air limbah dari berbagai proses industri memiliki pH yang berbeda. Pada penelitian ini, pH yang digunakan pada proses adsorpsi adalah pH 4-9. Konsentrasi ion Hg2+ yang digunakan 5 mg/L sebanyak 100 mL, dengan berat adsorben 0,50 g dan waktu pengadukan 2 jam (Bagan 3.3.4.1). Dimana data penentuan pH adsorpsi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Berdasarkan data tersebut dan data pada Lampiran 3.B maka persentase adsorpsi pada berbagai pH dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.2 Persen (%) adsorpsi pada berbagai pH larutan.
Menurut Kalyani et al. (2009), efek dari pH terhadap kemampuan adsorpsi
kalsium karbonat dapat dijelaskan dengan mekanisme ion-exchange, dimana sifat grup karbonat dalam cangkang telur memainkan perannya sangat penting dalam proses kation-exchange. Pada pH rendah, adsorpsi ion logam terhambat oleh persaingan yang terjadi antara ion hidrogen dan ion logam untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben. Sedangkan pada pH yang lebih tinggi, grup karbonat pada cangkang telur akan keluar, meningkatkan muatan negatif pada permukaan adsorben, menarik kation logam dan membiarkannya teradsorpsi pada permukaan adsorben.
Berdasarkan gambar 4.2, dapat kita lihat bahwa pada pH 4 penyerapan ion Hg2+ dalam larutan sudah cukup baik yaitu 91,86 %, tetapi terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya pH larutan. Dimana penyerapan terbaik terdapat pada pH 8 dengan persentase penyerapan 97,31 %. Tetapi pada pH 9 persentase adsorpsi berkurang menjadi 96,17 % hal ini dikarenakan pH kalsium karbonat dalam air adalah 8,27 sehingga adanya kelebihan ion hidroksida dalam larutan akan menyebabkan sedikit gangguan pada ion logam untuk teradsorpsi pada permukaan kalsium karbonat.
4.2.2.2Penentuan Waktu Pengadukan Optimum
Penentuan waktu pengadukan dalam proses adsorpsi sangat penting untuk dilakukan, karena dengan mengetahui waktu pengadukan optimum akan mempersingkat proses adsorpsi dengan hasil penyerapan yang baik. Pada penelitian ini, variasi waktu yang digunakan pada proses adsorpsi adalah 30-180 menit. Konsentrasi ion Hg2+ yang digunakan 5 mg/L sebanyak 100 mL, dengan pH larutan 8, dan berat adsorben 0,50 g (Bagan 3.3.4.2). Dimana data penentuan waktu pengadukan optimum dapat dilihat pada Tabel 4.6. Berdasarkan data tersebut dan data pada Lampiran 3.C maka persentase adsorpsi pada berbagai waktu pengadukan dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.3 Persen (%) adsorpsi pada berbagai waktu pengadukan.
Proses adasorpsi berlangsung dengan cepat pada awal kontak antara permukaan adsorben dengan sejumlah adsorbat. Hal ini dikarenakan ketersediaan permukaan aktif pada permukaan adsorben yang masih banyak. Penyerapan yang cepat biasanya dikarenakan oleh proses difusi yang terjadi antara adsorbat dengan permukaan adsorben (Bhaumik et al. 2011). Selanjutnya proses adsorpsi
berlangsung dengan konstan sampai permukaan adsorben jenuh dan tidak dapat menyerap adsorbat lagi.
Berdasarkan Gambar 4.3, kita ketahui bahwa waktu pengadukan selama 30 menit dapat menyerap ion Hg2+ sebesar 90,00 %, dan mencapai optimum pada waktu 120 menit dengan penyerapan 97,02 %. Sedangkan pada waktu pengadukan 150 dan 180 menit didapatkan kenaikan penyerapan yang tidak signifikan. Hal ini dikarenakan permukaan aktif pada adsorben sudah cukup jenuh sehingga tidak memungkinkan untuk menyerap adsorbat lebih banyak.
4.2.2.3 Penentuan Berat Optimum Adsorben
Penentuan berat optimum adsorben pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan adsorben sebanyak 0,25-1,25 g. Tujuan dari penentuan berat optimum adsorben adalah untuk mengetahui jumlah minimum adsorben yang digunakan untuk proses adsorpsi, sehingga jumlah penggunaan adsorben lebih efisien dan lebih hemat biaya. Pada penelitian ini, konsentrasi ion Hg2+ yang digunakan 5 mg/L sebanyak 100 mL, dengan pH larutan 8, dan waktu kontak 150 menit (Bagan 3.3.4.3). Dimana data penentuan berat optimum adsorben dapat dilihat pada Tabel 4.7. Berdasarkan data tersebut dan data pada Lampiran 3.D maka persentase adsorpsi pada berbagai berat adsorben dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Ketika serbuk cangkang telur dicampurkan dengan larutan, sedikit dari garam kalsium mungkin akan terlarut dan melepaskan ion Ca2+, HCO3-, CO32- dan
ion OH-, seperti reaksi berikut:
CaCO3 + H2O Ca2+ + HCO3- + OH- + CO32-
Ion-ion ini terdapat dalam keadaan dasar (setimbang) dan membentuk muatan negatif pada permukaan partikel adsorben. Sehingga ketika jumlah berat adsorben diperbesar maka muatan negatif pada permukaan adsorben semakin besar dan adsorpsi juga akan meningkat (Zulfikar et al.(2012)). Semakin banyak
berat adsorben yang ditambahkan semakin tinggi % adsorpsi, tetapi pada jumlah tertentu penyerapan berjalan lambat dan bisa dianggap sama.
Berdasarkan Gambar 4.4, kita ketahui bahwa pada berat 0,25 g adsorben diperoleh penyerapan 83,96 % dan sangat meningkat pada berat adsorben 0,50 g, yaitu sebesar 97,43 %. Tetapi pada berat adsorben 0,75; 1; dan 1,25 g, kenaikan persentase peneyerapan tidak signifikan. Hal ini dikarenakan pada berat 0,50 g adsorben, ketersediaan permukaan aktif pada adsorben sebanding dengan banyaknya adsorbat yang akan terserap pada permukaan adsorben dalam larutan.
4.2.2.4Interaksi Serbuk Cangkang Telur dengan Ion Raksa (Hg2+)
Cangkang telur hampir secara keseluruhan mengandung kalsium karbonat. Menurut Godelitsas et al. (2003), kalsium karbonat berinteraksi kuat dengan
beberapa ion logam divalent (M2+), penghilangan ion logam dalam larutan dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti presipitasi/kopresipitasi, adsorpsi, dan absorpsi/difusi fase padat. Proses penyerapan biasanya terjadi secara bersamaan dengan pelarutan pada permukaan kalsium karbonat.
Penelitian yang dilakukan oleh Godelitsas et al.(2003), yang menganalisa
interaksi antara larutan Hg2+ dengan kalsium karbonat secara Mikroskopi (AFM, SEM-EDS) dan Spektroskopi (XPS, FT-IR) menunjukkan bahwa penyerapan
Hg2+ (adsorpsi dan mungkin juga absorpsi) pada permukaan kalsium karbonat terjadi dengan cara pertumbuhan kristal pada lubang pori atau permukaan aktif kalsium karbonat, sedangkan anion hanya menunjukkan pengaruh yang kecil pada penyerapan. Selain terserap, ion Hg2+ dalam larutan juga menghambat proses pelarutan pada permukaan kalsium karbonat. Jenis kristal yang tumbuh pada permukaan kalsium karbonat adalah kristal ortorhombik (type monotrydite) Hg(II) Oksida terhidrasi (HgO.nH2O) sebagai akibat dari penyerapan ion Hg2+
dalam larutan. Sementara itu, kemungkinan terbentuknya Hg(II) karbonat (HgCO3
atau HgCO3.H2O) seperti interaksi kalsium karbonat dengan logam divalent
lainnya dalam hal ini tidak ditemukan. Menurut Khodakopsky and Shikina (1981), HgCO3.H2O sangat tidak stabil dalam kondisi tekanan atmosfer normal dan secara
BAB 5