• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PROSES RITUAL TIRAKATAN JUMAT LEGI DAN SELASA

3.3 Pelaksanaan Tirakatan Jumat Legi dan Selasa Kliwon…

3.3.2 Proses Ritual Syukuran

Proses ritual bancakan atau syukuran merupakan ungkapan terima kasih seorang peziarah kepada Sri Aji Jayabaya karena permohonannya telah dikabulkan. Namun tidak sedikit peziarah yang mengadakan proses ritual syukuran ini untuk memantapkan permohonan agar cepat terkabulkan. Ungkapan terima kasih dalam proses ritual syukuran ini diwujudkan dengan acara makan

bersama-sama peziarah lain yang datang di Pamuksan Sri Aji Jayabaya. Proses ritual syukuran Jumat Legi dan Selasa Kliwon tersebut akan dijelaskan lebih mendalam di bawah ini.

3.3.2.1 Tempat Upacara

Pendapa yang digunakan untuk menunggu giliran berdoa di Loka Muksa (dalam proses ritual pribadi) ternyata juga berfungsi sebagai tempat untuk mengadakan proses ritual syukuran. Pendapa pamuksan ini memiliki luas 32 m² dan dilengkapi dua jalan masuk tanpa pintu. Bentuk bangunan pendapa pamuksan ini seperti bentuk pendapa-pendapa di Jawa pada umunya, yaitu beratap seperti halnya rumah dan bertembok keliling hanya setinggi satu meter saja.

3.3.2.2 Saat Upacara

Walaupun proses ritual tirakatan secara umum dimulai pada pukul 18.00, namun kebanyakan peziarah yang mengadakan syukuran akan datang lebih awal atau sekitar pukul 15.00. Menurut pendapat mereka jika proses ritual syukuran diadakan lebih awal, permohonan peziarah dapat disampaikan lebih jelas oleh juru kunci dengan tidak tergesa-gesa. Hal ini berhubungan dengan keterbatasan tenaga juru kunci yang hanya dua orang saja, sedangkan banyaknya peziarah yang mengantri mencapai puluhan orang setelah pukul 18.00. Namun tidak semua peziarah yang mengadakan syukuran berpendapat sama, buktinya ada beberapa orang yang memang memilih malam hari dengan alasan proses ritual syukuran seharusnya dilaksanakan setelah pukul 18.00 atau pada hari Jumat Legi bukannya

Kamis Kliwon. Hal ini dihubungkan dengan pergantian hari dalam penanggalan Jawa yang dimulai pada pukul 18.00.

3.3.2.3 Benda Upacara

Pendapa pamuksan ini dilengkapi dengan dua meja yang memiliki panjang + 3 meter dan lebar + 1 meter. Meja ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji makanan dalam proses ritual syukuran. Beberapa sesaji makanan tersebut meliputi:

Nasi biasa beserta lauk pauknya ini, melambangkan keberuntungan dan permohonan agar semua pihak yang terlihat dalam upacara dapat selamat dan dikaruniai banyak rejeki.

Nasi gurih lengkap dengan lauk pauknya, melambangkan keselamatan dan kesejahteraan Nabi Muhammad SAW sekeluarga dan para sahabatnya.

Nasi kabul atau kuning lengkap dengan lauk pauknya ini melambangkan harta kekayaan, dengan sesaji makanan seperti ini diharapkan akan semakin bertambah banyak kekayaan yang dimiliki peziarah.

Nasi golong (nasi yang dibentuk bulat-bulat) beserta lauk pauknya ini, mengandung makna supaya semua peziarah mempunyai tekad yang bulat (golong), sehingga segala apa yang dicita-citakan akan dapat terlaksana dengan baik.

Tumpeng dan nasi golong beserta lauk pauknya, melambangkan kebulatan tekad atau permintaan peziarah ini ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tumpeng yang berbentuk kerucut memiliki makna tujuan doa yang tertuju pada

Yang Satu, yaitu Tuhan. Nasi golong berbentuk bulat-bulat sebagai lambang dari kebulatan tekad atau permohonan peziarah.

Tumpeng gundul, yaitu tumpeng tanpa nasi golong. Tumpeng gundul

dengan lauk pauknya ini, melambangkan hilangnya keruwetan yang merongrong pikiran peziarah.

Seekor ayam kemanggang25 ini, melambangkan bahwa pelbagai makanan

yang disajikan itu selezat daging ayam.

Ketan towo mengandung makna pengiriman doa kepada arwah leluhurnya agar selalu dekat dengan Tuhan serta pengampunan atas segala dosa-dosa dan kesalahannya.

Sesaji berupa jambe, badhek,26 dan pisang raja sesisir. Jambe atau kelapa

yang masih kecil ini, melambangkan pertumbuhan anak yang semakin sempurna.

Badhek ini melambangkan perbuatan manusia itu hendaknya sedang-sedang saja, jangan melampaui batas, seperti halnya badhek jika diminum secukupnya akan menjadi jamu namun jika diminum terlalu banyak akan berakibat tidak baik atau bahkan membuat sakit. Dan pisang raja sesisir melambangkan kemuliaan seorang raja. Bila digabungkan antara jambe, badhek, dan pisang raja sesisir ini memiliki arti, bahwa jalan hidup manusia dari kecil hingga dewasa sebaiknya jangan melampaui batas agar perbuatannya dipenuhi kemuliaan seorang raja.

Jenang sengkolo terdiri dari: dua piring jenang merah putih, dua piring jenang merah, dan dua piring jenang putih. Dua piring jenang merah putih ini

25

Ayam kemanggang ini adalah masakan berupa ayam yang di masak dengan cara di panggang secara utuh dan hanya di buang bagian usus dan lambung (jeroan) saja.

26

Badhek merupakan minuman yang berasal dari sari tape singkong atau singkong yang diberi ragi dan mengandung alkohol. Dalam penyajian sesaji makanan ini, badhek akan dibungkus

melambangkan penghormatan pada air penghidupan yang berasal dari kedua orang tua yang melahirkan. Dua piring jenang abang melambangkan suatu harapan agar kedua orang tuanya memaafkan kesalahan anaknya yang mengadakan ritual (tekad hidup, kelangsungan hidup manusia). Dan dua piring jenang putih melambangkan harapan kepada orang tuanya supaya anaknya didoakan dalam melaksanakan proses ritual (kesucian hati, kesucian hidup manusia). Maka dalam jenang sengkolo memiliki makna bahwa manusia hendaknya menghormati orang tuanya dengan meminta maaf dan minta didoakan agar terhindar dari sengkolo atau bencana dalam menjalani hidup.

Buah-buahan melambangkan persembahan untuk dewa-dewi.

Sesaji keleman terdiri dari pendeman dan jajan pasar. Pendeman (pala kependem) atau hasil bumi yang berasal dari dalam tanah ini melambangkan, bahwa manusia itu diumpamakan seperti tanah, maksudnya tanah diinjak-injak, diberi kotoran dan sebagainya tidak pernah marah atau sakit hati, tetapi malahan memberi rizki atau rejeki berupa hasil bumi. Jadi manusia diibaratkan seperti tanah, berbuat baik kepada sesamanya (kejelekan hendaknya dibalas kebaikan). Jajan pasar melambangkan, agar peziarah yang hidupnya dari berdagang akan berhasil dengan sukses. Kecuali itu jajan pasar juga melambangkan, bahwa sesaji yang dipersembahkan sudah lengkap.

Bila sesaji di atas ada yang tidak dapat dipenuhi oleh peziarah yang mengadakan proses ritual syukuran maka cukup ditambahkan dengan artha tindih.

memiliki makna sebagai tumbasan (tukonan) atau sarana untuk membeli kekurangan dari chaos dahar atau sesaji makanan.

Sekarang ini banyak peziarah yang tidak ingin direpotkan dengan berbagai macam masakan tersebut di atas. Banyak peziarah yang memilih mewujudkan sesaji makanan itu berupa hasil produksinya sendiri, seperti: roti, tahu, gethuk

pisang, maupun nasi beserta lauk pauk secukupnya saja. Sebagai pelengkap akan diberikan artha tindih untuk membeli kekurangan dalam sesaji makanan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran bentuk sesaji makanan. Menurut juru kunci pergeseran bentuk sesaji makanan ini tidak semata-mata dikarenakan peziarah tersebut kurang mampu atau tidak ingin direpotkan, sebab ada beberapa bahan baku dari sesaji makanan itu tidak dijual di pasar (Wawancara dengan Bapak. Kamdani, laki-laki, 55 tahun, juru kunci, Desa Menang. Direkam pada hari Kamis, 15 Septempber 2005 oleh Joko Nugroho, di Petilasan Sri Aji Jayabaya Desa Menang).

Sesaji makanan di atas ada yang dibawa dari rumah atau memesan dari masyarakat di sekitar Petilasan Sri Aji Jayabaya. Cara memesan sesaji makanan ini adalah peziarah menyerahkan sejumlah uang untuk membeli bahan makanan yang diperlukan dan mengganti tenaga pemasak sesaji makanan. Bila uang yang diserahkan tidak mencukupi untuk membeli bahan baku maka terdapat beberapa pengurangan dalam penyajian, seperti: berbagai macam nasi di atas akan dijadikan satu, jenang akan disajikan di lepek kecil, dan masih banyak cara lagi. Jadi hampir tidak ada pergeseran dari sesaji makanan jika memesan pada penduduk sekitar, kecuali uang yang diserahkan benar-benar kurang untuk membeli bahan baku.

3.3.2.4 Orang yang Memimpin dan Melakukan Upacara

Peziarah sebelum mengadakan proses ritual syukuran terlebih dahulu melaksanakan proses ritual pribadi di Loka Muksa. Setelah proses ritual pribadi, peziarah dan juru kunci bersama-sama menuju pendapa untuk memulai proses ritual syukuran bersama-sama dengan peziarah lain yang ada di pendapa. Namun banyak juga peziarah yang tidak melakukan proses ritual pribadi dan langsung pada pelaksanaan proses ritual syukuran. Hal ini dikarenakan sebagian besar peziarah yang mengadakan syukuran menganggap bahwa proses ritual pribadi dan syukuran adalah sama saja. Selain oleh karena kepadatang Loka Muksa setelah jam 18.00 oleh pengunjung yang menjadikan peziarah yang mengadakan syukuran malas untuk melakukan proses ritual pribadi terlebih dahulu.

Proses ritual syukuan ini diawali dengan salam pembuka dari juru kunci dan disahut oleh semua peziarah yang mengikuti proses ritual syukuran. Salam pembuka tersebut seperti dalam contoh (rekaman suara Bapak Kamdani, laki-laki, 57 tahun, juru kunci pamuksan, Desa Menang. Direkam pada hari Kamis, 11 Agustus 2005, oleh Joko Nugroho, di Pendapa Pamuksan Sri Aji Jayabaya) di bawah ini.

Juru kunci : “Poro Bapak soho Ibu ingkang wonten ing pendopo agung mriki assalamualaikum warohmatuloh hiwabarokatu”.

Peziarah : “waalaikum warohmatuloh hiwabarokatu”.

Juru kunci : “Matur sembah suwun kagem sederek sedoyo ingkang sampun dateng wonten pendopo agung mriki. Ingkang sepuh nyuwun pandungo ingkang wilujeng, ingkang enem inggih nyuwun pandungo ingkang wilujeng”.

Peziarah : “Inggih”. Terjemahannya:

Juru kunci : “Para Bapak dan Ibu yang ada di pendopo agung ini assalamualaikum warohmatuloh hiwabarokatu”.

Peziarah : “waalaikum warohmatuloh hiwabarokatu”.

Juru kunci : “Terima kasih untuk semua orang yang telah datang di pendopo agung ini. Yang tua minta didoakan agar selamat, yang muda juga minta didoakan agar selamat”. Peziarah : “Iya”.

Setelah salam pembuka dihaturkan, juru kunci akan melanjutkan dengan doa-doa permohonan dari peziarah yang mengadakan syukuran. Doa-doa permohonan ini juga untuk mendoakan sesaji makanan agar pantas untuk dihaturkan kepada Sri Aji Jayabaya. Doa permohonan tersebut seperti dalam contoh (rekaman suara Bapak Kamdani, laki-laki, 57 tahun, juru kunci pamuksan, Desa Menang dan penyebutan nama Bapak Subandi adalah peziarah. Direkam pada hari Kamis, 11 Agustus 2005, oleh Joko Nugroho, di Pendapa Pamuksan Sri Aji Jayabaya) di bawah ini.

Juru kunci: “Mulo ingkang kagungan hajat meniko putro wayah Bapak Subandi putro wayah saking bojonegoro”.

Peziarah: “Inggih”.

Juru kunci: “Hajatipun Bapak Subandi dinten Kemis Kliwon/Jemuah Legi27 meniko wilujengan caos kormat sekul suci ulam sari sak uborampenipun meniko dipun caosaken dumateng gusti dalem Sri Aji Jayabaya. Kabeh sak putri sak putro wayah sumonggo kalian kerabatipun nyuwon pandungo dumateng ing pamenang mriki”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Kolo meniko Bapak Subandi panyuwonipun sampun kinabulan boten wonten rubedo menopo-menopo. Kagem sak keluargamenipun Bapak Subandi sak perlu betho sekul suci ulam sari sak uborampenipun sedoyo dipun caosaken dumateng gusti prabu Sri Aji Jayabaya”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Nggih binten woten kelepatan, kekirangan menopo ke mawon, Bapak Subandi nyuwun pangapuntenipun dumateng asmonipun kanjeng Sri Aji Jayabaya”. Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih mugi-mugi panyuwunanipun lan anggenanipun wilujengan Bapak Subandi meniko dipun sekseni poro bapak soho ibu keaturan rawuh dumateng pendopo agung mriki”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih sekul suci ulam sari sak uborampenipun meniko inggih caos kormat, ingkang dipun kormati gusti kajeng Muhammad rassul asalo sak garwo putro sekabat sekawan abubakar, usman, umar lan gusti baginda Ali”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Pramilo dipun ngaweruhi inggih Bapak Subandi sak keluarganipun dipun wangsulan pandungo ingkang wilujeng”.

Peziarah: “Inggih”

27

Doa syukuran ini dilaksanakan pada sore hari pukul 15.30, maka juru kunci menyebut hari Kemis (Kamis) Kliwon/Jemuah (Jumat) Legi. Karena pada pukul 15.30 masih terhitung hari Kamis Kliwon menurut penanggalan Jawa padahal doa syukuran ini ditujukan untuk proses ritual tirakatan Jumat Legi, maka juru kunci menyebutkan kedua hari tersebut secara bersamaan. Tujuannya adalah menunjukan jika sekarang masih hari Kamis Kliwon dan proses ritual syukuran

Juru kunci: “Mugi-mugi sedoyo panyuwunipun Bapak Subandi dinten Kemis Kliwon/Jemuah Legi, mugi-mugi gusti saget nginabulaken”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Bapak Subandi meniko anggenanipun kagungan kewajiban rintenan sak garwo putro Bapak Subandi pinarengono selamet, wilujeng, tentrem, lan ayem sedantenipun”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Dumateng lelampahanipun sampun boten wonten rubedo menopo-menopo. Bapak subandi sak garwo putronipun manggiho raharjo inggih ngantos sak lami-laminipun”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih sederek sedoyo, poro bapak soho ibu kinaturan rawuh wonten pendopo agung mriki”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih pisang ayu, suruh ayu, badhek setetes, kelopo enom meniko inggih caos kormat ingkang dikormati mbok Siti Fatimah sami panutanipun Ibu Subandi. Kabeh dipun kaweruhi, Ibu Subandi inggih nyuwun tambahi pangestu”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih Ibu Subandi meniko anggenanipun momong putro wayah lan anggenanipun disambi nyambut damel pinarengono gampang gampil. Bapak Subandi lan Ibu Subandi anggenanipun pados sandang wonten bumi bojonegoro sak wilayahipun pinarengono gangsar inggih pinarengono rejeki ingkang agung”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Pinarengono kathah berkah dipun sandang kinten Bapak Subandi sak garwo putro wayahipun inggih ngantos sak lami-laminipun.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih mugi-mugi shalawatipun poro bapak soho ibu kinaturan rawuh dumateng pendopo agung mriki”

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih ketan towo meniko caos kormat Bopo Adam, Bopo Kuoso/Angkoso, lan Ibu Bumi. Mulo dipun paringi caos kormat kagem Bopo Adam, Bopo Angkoso, lan Ibu Pertiwi inggih disuwuni pandungo ingkang wilujeng”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Tumpeng meniko ngaweruhi kiblat papat limo pancer ingkang mamori, utawi sederekipun papat kalima pancer. Mulo dicaosi kakormatan inggih Bapak Subandi sak putro wayah sami nyambut damel sampun mboten wonten rubedo menopo-menopo ngantos laminipun”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Ngaweruhi guru danyang cikal bakal dusun menang mriki kalian ngaweruhi guru danyang cikal bakal ingkang bakali bumine Bojonegoro kiblat sekawan gangsal dipun minggahi. Mulo dicaosi kakormatan inggih disuwuni pandungo ingkang wilujeng. Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Ngrantos dipun ngaweruhi mugi-mugi ingkang sanjang tuo menopo ingkang dados panyuwune Bapak Subandi ingkang sampun kinabulan inggih ngantos sak lami-laminipun.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih sebapipun poro bapak soho ibu kulo aturi rawuh ing pendopo mriki, inggih ngaweruhi dinten Kemis Kliwon/Jemuah Legi Bapak Subandi wilujengan caos dahar sekul suci ulam sari sak uborampenipun dipun caosaken dumateng adep sanjung gusti kanjeng sinuhun Sri Aji Jayabaya kakung soho putri sak putro wayah puniko Bapak Subandi inggih nyuwun wangsulan pandungo ingkang wilujeng”.

Juru kunci: “Janten Arum ngaweruhi kaki waluyo jati, nyai ngawulo jati, kadine madhep nyaine karep. Siji teguh, loro kuat, telu papat eling slamet28. Mugi gusti Allah tansah kinabulono menopo dipun suwun Bapak Subandi sak keluarganipun enggalo kinabulan”. Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih Bapak Subandi meniko anggenanipun nyambut damel usaha menopo kemawon pinarengono lancar, pinarengono sukses ngantos sak suksesipun. Anggenanipun usaha Bapak Subandi pinarengono katah rejekinipun”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci : “Inggih Bapak Subandi sak keluarganipun pinaringono katah kesehatanipun ngantos sak lami-laminipun. Inggih mugi-mugi shalawatipun/doa-doa poro bapak soho ibu kinaturan rawuh sedanten dumateng pendopo agung mriki”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Inggih ngaweruhi anggenanipun urusan griyo, pinarengono slamet wilujeng sak ubenge griyo, pinaringono slamet wilujeng sak njawinipun griyo. Tebihno saking menopo kemawon inggih sambi kolo Bapak Subandi anggenanipun nggriyo manggiho raharjo ngantos sak lami-laminipun”.

Peziarah: “Inggih”

Juru kunci: “Sak aturan maleh Bapak Subandi ingkang wilujengan caos dahar sekul suci ulam sari meniko, bok bileh wonten kalepatan caos dahar menopo ke mawon, Bapak Subandi nyuwun pangapunten dumateng asmonipun gusti dalem kanjeng sinuhun Sri Aji Jayabaya. Soho putri sak putro wayah anggenanipun wonten kalepatan menopo kemawon nyuwun pangapunten”.

Peziarah: “Inggih” Terjemahannya:

Juru kunci: “Adapun yang memiliki permintaan atau ujup adalah Bapak Subandi yang berasal dari Bojonegoro”

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Ujup dari Bapak Subandi pada hari Kamis Kliwon atau Jumat Legi itu mengadakan syukuran sesaji makanan nasi gurih dengan lauk pauk dan perlengkapannya itu diunjukkan kepada Sang Prabu Sri Aji Jayabaya. Seluruh anak cucu dan kerabatnya minta didoakan di Pamenang29.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Pada saat ini permintaan Bapak Subandi telah terkabulkan dan tidak ada halangan yang berarti. Bagi seluruh keluarganya, Bapak Subandi memiliki keperluan membawa nasi gurih dengan lauk pauk dan perlengkapannya disajikan kepada Sang Prabu Sri Aji Jayabaya”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Apa bila ada kesalahan, kekurangan apa saja, Bapak Subandi minta maaf sebesar-besarnya kepada nama Sang Prabu Sri Aji Jayabaya.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Semoga permintaan di dalam mengadakan syukuran Bapak Subandi yang disaksikan oleh para bapak dan ibu yang datang di pendapa agung ini.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Nasi gurih dengan lauk pauk dan perlengkapannya ini disajikan kepada Nabi Muhammad SAW dan kerabatnya Abubakar, Usman, Umar dan Yang Terhormat Baginda Ali.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Diberi sesaji ini agar Bapak subandi dan keluarga mendapatkan jawaban doa penuh berkah.

Peziarah: “Iya”

28 Kalimat ini sebenarnya berbunyi siji teguh, loro kuat, telu eling, lan papat slamet, tetapi dalam doa ini dipersingkat menjadi siji teguh, loro kuat, telu papat eling slamet.

29

Juru kunci: “Semoga segala permintaan Pak Subandi pada hari Kamis Kliwon atau Jumat Legi, dengan kehendakNya dapat mengabulkannya.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Bapak Subandi punya kewajiban mengadakan syukuran agar seluruh keluarga Bapak Subandi diberikan keselamatan, berkah, ketentraman, dan nyaman kesemuanya”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Pada saat perjalanannya sudah tidak ada godaan apa saja. Bapak subandi dan keluarganya dipenuhi kesejahteraan hingga selama-lamanya”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Untuk itulah para bapak dan ibu diharapkan kedatangannya di pendapa agung ini”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Adapun pisang raja, daun suruh, badhek satu tetes, kelapa muda itu sesaji yang disajikan Ibu Siti Fatimah30 yang menjadi panutan Ibu Subandi. Semua diberitahu dan Ibu Subandi minta diberikan berkah”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Ibu Subandi di dalam mengasuh keluarga dan sambil bekerja diberikan kemudahan. Pak Subandi dan Ibu Subandi di dalam mencari nafkah di Kota Bojonegoro dan sekitarnya diberikan kelancaran dengan berkah melimpah”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Berikanlah banyak berkah yang diperoleh Bapak Subandi dan seluruh keluarganya hingga selama-lamanya.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Semoga para bapak dan ibu yang diharapkan datang mendoakannya di pendapa agung ini”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Ketan tak berasa ini merupakan sesaji kepada Bapa Adam, Bapa Angkasa, dan Ibu Pertiwi. Oleh karenanya diberikan sesaji kepada Bapa Adam, Bapa Angkasa, dan Ibu Pertiwi semoga memberikan doa penuh berkah”.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Tumpeng ini memberi pengertian pada kiblat papat limo pancer (empat kiblat lima menjadi pusat)31 atau juga sederekipun papat kalima pancer (saudaranya empat yang ke lima menjadi pusat)32. Maka diberikan sesaji agar Bapak Subandi dan seluruh keluarga dalam bekerja tidak mendapatkan halangan apa saja sampai selamanya”. Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Memberitahu kepada Guru yang mengawali Desa Menang ini dan memberitahukan Guru awal yang mengawali Kota Bojonegoro di atas empat dan lima kehidupan. Maka diberi sesaji juga dimintakan doa penuh berkah”.

30

Ibu Siti Fatimah ini memilik dua makna, yaitu Siti Fatimah nama dari ibu nabi Isa dan tanah. Jadi dalam doa ini memiliki arti bahwa semestinya ibu Subandi mampu mencontoh kehidupan Siti Fatimah (ibu nabi Isa) dan tanah yang selalu memberikan kesuburan bagi setiap tanaman.

31

Kiblat papat limo pancer memiliki arti bahwa untuk mencapai sesuatu tujuan itu harus melalui empat cara atau jalan. Empat kiblat ini diasosiasikan dengan empat mazhab dalam agama Islam yaitu mazhab Safei, Maliki, Hanafi, dan Hambali. Keempat mazhab ini merupakan jalan yang dapat ditempuh oleh seorang muslim agar sampai pada kehidupan yang menyenangkan di akherat (limo pancer). Tujuan dari kehidupan manusia adalah mencapai kelanggengan atau keabadian hidup di surga.

32

Sederekipun papat kalima pancer ini memiliki makna bahwa kelahiran setiap insan ciptaan Tuhan selalu disertai empat unsur saudara,yaitu: (1) Kakang kawah, warna putih yang bertugas melindungi seluruh jasad manusia. (2) Adi ari-ari, warna kuning dan bertugas melindungi langkah-langkah hidup. (3) Arinta rah, warna merah, bertugas mengarahkan kelakuan baik. (4) Arinta puser, warna hitam dan bertugas melindungi suara. Dan yang ke lima adalah diri manusia

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Berharap semoga yang dituakan ini agar segala permintaan Pak Subandi yang sudah terkabulkan dapat bertahan hingga selama-lamanya.

Peziarah: “Iya”

Juru kunci: “Maka itu para bapak dan ibu, saya harapkan kedatangannya di pendapa ini, agar syukuran Bapak Subandi pada hari Kamis Kliwon atau Jumat Legi dengan