• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3. Proses Upacara Perkawinan Adat Pada Masyarakat Sunda di Medan

3.3.2. Prosesi Lengkap

Prosesi selanjutnya adalah proses upacara perkawinan masyarakat adat Sunda di Kota Medan adalah sebagai berikut.

1. Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa lilin/ palika yang sudah menyala,

2. Kemudian di belakangnya diikuti oleh calon pengantin peremupan sambil dililit (diais) oleh ibunya.

3. Setelah sampai di tengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin perempuan duduk dikursi yang telah dipersiapkan

4. Untuk menambah khidmatnya suasana biasanya sambil diiring alunan kecapi suling dalam lagu ayun ambing.

5. Proses Ngaras, yaitu permohonan izin calon mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua orangtua pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan. Pelaksaannya sebagai berikut: -Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil

berkata dalam bahasa Sunda:

"Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembarmanah ti salira. Ngahapunteun kana sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu'a ti salira."

"Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja ti Ema sareng ti Bapa mah, pidu'a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan geulis".

6. Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke tempat siraman untuk melaksanakan upacara siraman.

- Pencampuran air siraman dimulai dengan kedua orangtua menuangkan air siraman ke dalam bokor dan mengaduknya untuk upacara siraman.

- Siraman diawali musik kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing oleh perias menuju tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain. Siraman calon pengantin wanita dimulai oleh ibu, kemudian ayah, disusul oleh para sesepuh. Jumlah penyiram ganjil; 7, 9 dan paling banyak 11 orang. Secara terpisah, upacara yang sama dilakukan di rumah calon mempelai pria. Perlengkapan yang diperlukan adalah air bunga setaman (7 macam bunga wangi), dua helai kain sarung, satu helai selendang batik, satu helai handuk, pedupaan, baju kebaya, payung besar, dan lilin.

7. Selanjutnya pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:

- Sesudah membaca doa, ayah calon pengantin langsung menyiramkan air dimulai dari atas kepala hingga ujung kakunya. Setelah itu diteruskan oleh Ibunya sama seperti tadi dan dilanjutkan oleh kerabat yang harus sudah menikah

- Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan malafalkan jangjawokan

cai suci cai hurip cai rahmat cai nikmat hayu diri urang mandi nya mandi jeung para Nabi nya siram jeung para Malaikat kokosok badan rohani

cur mancur cahayaning Allah cur mancur cahayaning ingsun cai suci badan suka

mulih badan sampurna sampurna ku paraniam

Mantra di atas berisikian petuah dan nasihat dari orang tua yang di rangkai dari kata kata kiasan bahasa sunda, serta memiliki makna untuk menjadikan keluarga baru yang saqinah, mawaddah, warrahmah.

8. Potong rambut atau ngerik yaitu calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua orangtua sebagai lambang memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan prosesi ngeningan (dikerik dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu halus pada wajah, kuduk, membentuk amis cau/sinom, membuat godeg, dan kembang turi. Perlengkapan yang dibutuhkan: pisau cukur, sisir, gunting rambut, pinset, air bunga setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain mori/putih. Biasanya sambil dilantunkan jangjawokan yang merupakan nasihat nasihat dalam berumah tangga agar kelak kehidupannya menjadi rukun, damai, dan sejahtera :

Peso putih ninggang kana kulit putih Cep tiis taya rasana

Mangka mumpung mangka melung Maka eunteup kana sieup

Mangka meleng ka awaking, ngeunyeukseureuh

9. Rebutan Parawanten, sambil menunggu calon mempelai dirias, para tamu undangan menikmati acara rebutan hahampangan dan beubeutian juga dilakukan acara pembagian air siraman.

10. Suapan terakhir, pemotongan tumpeng oleh kedua orangtua calon mempelai wanita, dilanjutkan dengan menyuapi sang anak untuk terakhir kali masing- masing sebanyak tiga kali.

11. Tanam rambut, kedua orangtua menanam potongan rambut calon mempelai wanita di tempat yang telah ditentukan.

12. Lalu dilanjutkan dengan Ngeuyeuk Seureuh26, kedua calon mempelai meminta restu pada orangtua masing-masing dengan disaksikan sanak keluarga. Lewat prosesi ini pula orangtua memberikan nasihat lewat lambang benda-benda yang ada dalam prosesi. Lazimnya, dilaksanakan bersamaan dengan prosesi seserahan dan dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk (juru rias).

Pandangan hidup orang Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni

silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikansebagai saling menyayangi, saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat atau ritual terutama acara ngeuyeuk seureuh. Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah peribahasa kawas gula jeung peuet

(bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya hidup yang rukun, saling

26

Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang ngartinya mengolah. Acara ini biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari sebelum akad nikah.

menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan. Tata cara Ngeuyeuk Sereuh

adalah sebagai berikut:

- Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin untuk menikah kepada orangtua mereka. - Pangeuyeuk membawakan kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan

sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol harapan hidup sejahtera bagi sang mempelai.

- Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat untuk saling memupuk kasih sayang.

- Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga yang bersih dan tak ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian di atas kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.

- Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang dipegang oleh calon pengantin wanita.

- Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu

melakukan hal yang sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.

- Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang yang berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.

- Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.

- Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari yang diterangi matahari dan harapan akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.

Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga calon pengantin Pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain membawa mas kawin, biasanya juga membawa peralatan dapur, perabotan kamar tidur, kayu bakar, gentong (gerabah untuk menyimpan beras). Susunan acara upacara akad nikahnya adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan yaitu berupa :

- Penyambutan calon pengantin pria, dalam acara ini biasanya dilaksanan upacara mapag.

Ket. Gambar 3.6Kalung bunga melati dan Keris (Dokumentasi Syafwan Arrazak)

2. Penyerahan calon Pengantin Pria:

- Yang mewakili penyerahan calon pengantin pria biasanya adalah orang yang dituakan dan ahli berpidato

- Yang menerima dari perwakilan wanita juga diwakilkan.

3. Akad nikah biasanya diserahkan pada KUA, pada hari pernikahan, calon pengantin pria beserta para pengiring menuju kediaman calon pengantin wanita, disambut acara Mapag Penganten yang dipimpin oleh penari yang disebut Ki Lengser. Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita dengan mengalungkan rangkaian bunga. Selanjutnya upacara nikah sesuai agama dan dilanjutkan dengan sungkeman dan sawer.

Ket. Gambar 3.7 Ki Lengser yang memimpin penari dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Sunda (Dokumentasi Syafwan Arrazak)

4. Setelah akad nikah, masih dilakukan beberapa upacara, yaitu Saweran27. Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, permen. Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung

27

Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan. Kata sawer berasal dari kata panyaweran , yang dalam bahasa Sunda berarti tempat jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari tempat berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman).

selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin yang menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :

- Beras yang mengandung simbol kemakmuran, maksudnya adalah mudah- mudahan setelah berumah tangga pengantin bisa hidup makmur.

- Uang recehan mengandung simbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan fakir dan miskin.

Ket. Gambar 3.8 Saweran dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda (Dokumentasi Syafwan Arrazak)

- Kembang Gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya hidup berumah tangga.

- Kunyit, sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah tangga bisa meraih kejayaan.

5. Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus bersifat dermawan. Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer adalah sebagai berikut :

KIDUNG SAWER

Pangapunten kasadaya Kanu sami araya

Rehna bade nyawer heula Ngedalkeun eusi werdaya Dangukeun ieu piwulang Tawis nu mikamelang Teu pisan dek kumalancang

Megatan ngahalang-halang Bisina tacan kaharti

Tengetkeun masing rastiti Ucap lampah ati-ati Kudu silih beuli ati Lampah ulah pasalia Singalap hayang waluya Upama pakiya-kiya Ahirna matak pasea

13. Meuleum Harupat (Membakar Harupat) yaitu mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat yang sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi yang di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh jauh, melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.

Ket. Gambar 3.9 Meuleum Harupat dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Adat Sunda (Dokumentasi Syafwan Arrazak)

14. Buka Pintu yaitu diawali mengetuk pintu tiga kali, dimulai dengan diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka dan pengantin masuk menuju pelaminan. Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti berikut ini:

KENTAR BAYUBUD

Istri : Saha eta anu kumawani Taya tata taya bemakrama Ketrak- ketrok kana panto

Suami : Geuning bet jadi kitu Api-api kawas nu pangling Apan ieu teh engkang Hayang geura tepung Tambah teu kuat ku era

Istri : Euleuh karah panutan

15. Nincak Endog (Menginjak Telur) yaitu mempelai pria menginjak telur di baik papan dan elekan (Batang bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di kendi, mengelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua yang melambangkan pengabdian istri kepada suami yang dimulai dari hari itu. 16. Ngaleupas Japati (melepas merpati) yaitu ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman, melambangkan bahwa peran orang tua sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

17. Huap Lingkung (Suapan) yaitu pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua yang dimulai oleh para ibunda yang dilanjutkan oleh kedua ayahanda. Kedua mempelai saling menyuapi, tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi ketan kuning ) diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing masing kemudian satu bulatan di perebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua dan disuapkan kepada pasangan,

melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga, kedua anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu itu sama besarnya. 18 Pabetot Bakakak (menarik ayam bakar) yaitu kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara memberi aba-aba.

Dokumen terkait