• Tidak ada hasil yang ditemukan

Putusan Nomor 812/PID.SUS/2010/PN.BJM Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Pembangunan dan Pengelolaan Pasar Sentra Antasari

B. Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Korporasi yang Diterapkan Sebagai Dasar Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor

1. Putusan Nomor 812/PID.SUS/2010/PN.BJM Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Pembangunan dan Pengelolaan Pasar Sentra Antasari

Banjarmasin

a. Kasus Posisi

Bahwa PT Giri Jaladhi Wana ditunjuk oleh Pemerinah Kota Banjarmasin berdasarkan Surat Keputusan Nomor 008/Prog/1998 tanggal 13 Juli 1998 sebagai mitra kerja dalam pelaksanaan kerja sama kontrak bagi tempat usaha untuk pembangunan Pasar Sentra Antasari, dengan perjanjian kerjasama Nomor 664/I/548/Prog; Nomor 003/GJW/VII/1998 tanggal 14 Juli 1998. Selanjutnya dalam pelaksanaan pembangunan Pasar Sentra Antasari, PT Giri Jaladhi Wana melakukan penyimpangan dengan membangun 6.045 (enam ribu empat puluh lima) unit toko, kios, los, lapak dan warung tanpa persetujuan Pemerintah Kota Banjarmasin dimana seharusnya PT Giri Jaladhi Wana hanya membangun 5.145 (lima ribu seratus empat puluh lima) unit, sehingga terjadi penambahan sejumlah 900 (sembilan ratus) unit. Penambahan 900 (sembilan ratus) unit tersebut dijual oleh PT Giri Jaladhi Wana dengan harga Rp16.691.713.166,00 (enam belas miliar enam ratus sembilan puluh satu juta tujuh ratus tiga belas ribu seratus enam puluh enam rupiah) dan hasil penjualan tersebut tidak disetorkan ke kas daerah Pemerintah Kota Banjarmasin. Selain itu, PT Giri Jaladhi Wana tidak membayarkan kewajiban untuk membayar retribusi dan penggantian uang sewa ke kas daerah Pemerintah Kota Banjarmasin sebesar Rp5.750.000.000,00 (lima miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah). PT Giri Jaladhi Wana yang ditunjuk sebagai pengelola Pasar Sentra Antasari dari

tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 tidak pernah membayar uang pengelolaan Pasar Sentra Antasari dengan memberikan alasan melalui Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana yaitu Stevanus Widagdo kepada Pemerintah Kota Banjarmasin bahwa PT Giri Jaladhi Wana dalam pengelolaan Pasar Sentra Antasari mengalami kerugian, padahal berdasarkan laporan keuangan pengelolaan Pasar Sentra Antasari terkumpul dana sebesar Rp7.650.143.645,00 (tujuh miliar enam ratus lima puluh juta seratus empat puluh tiga ribu enam ratus empat puluh lima rupiah). Padahal sebelum dibangun menjadi pasar modern, Pemerintah Kota Banjarmasin menerima hasil retribusi sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dari pengelolaan Pasar Sentra Antasari. Berdasarkan perhitungan BPKP Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan perbuatan PT Giri Jaladhi Wana tersebut telah merugikan keuangan negara c.q. Pemerintah Kota Banjarmasin sebesar Rp7.332.361.516,00 (tujuh miliar tiga ratus tiga puluh dua juta tiga ratus enam puluh satu ribu lima ratus enam belas rupiah).

Dalam pelaksanaan pembangunan Pasar Sentra Antasari, PT Giri Jaladhi Wana melalui Direktur Utamanya Stevanus Widagdo mengajukan kredit modal kerja kepada PT Bank Mandiri, Tbk., akan tetapi dalam menggunakan fasilitas kredit modal kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., PT Giri Jaladhi Wana melakukan berbagai penyimpangan yang merugikan PT Bank Mandiri sebesar Rp199.536.064.675,65 (seratus sembilan puluh sembilan miliar lima ratus tiga puluh enam juta enam puluh empat ribu enam ratus tujuh puluh lima rupiah enam puluh lima sen).

Berdasarkan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan PT Giri Jaladhi Wana dalam hal pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari serta dalam penggunaan fasilitas kredit modal kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., atas perbuatan-perbuatannya tersebut PT Giri Jaladhi Wana ditetapkan sebagai Terdakwa. Penetapan PT Giri Jaladhi Wana sebagai terdakwa

berawal dari putusan berkekuatan hukum tetap empat terdakwa sebelumnya yaitu Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana, Direktur PT Giri Jaladhi Wana, mantan Walikota Banjarmasin dan Kepala Dinas Pasar Kota Banjarmasin. Penanganan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pembangunan dan pengelolaan Pasar Sentra Antasari ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Banjarmasin untuk disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin.

b. Dakwaan Penuntut Umum

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara subsidaritas yaitu:

Dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Jo. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Setiap orang termasuk korporasi; 2) Dengan melawan hukum;

3) Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;dan 5) Perbuatan dilakukan secara berlanjut.

Dakwaan Subsidair melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Unsur-unsurnya sebagai berikut:

1) Setiap orang termasuk korporasi;

2) Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

3) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya;

4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;dan 5) Perbuatan dilakukan secara berlanjut.

c. Tuntutan Penuntut Umum

1) Menyatakan PT Giri Jaladhi Wana telah terbukti bersalah melakukan beberapa perbuatan yang berhubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan yang berlanjut yang melanggar Pasal 2 Jo. Pasal 18 Jo. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana Dakwaan Primair;

2) Menjatuhkan pidana terhadap PT Giri Jaladhi Wana dengan pidana denda sebesar Rp1.300.000.000,00 (satu miliar tiga ratus juta rupiah);

3) Menjatuhkan pidana tambahan penutupan sementara PT Giri Jaladhi Wana selama 6 (enam) bulan.

d. Pertimbangan Majelis Hakim

Pertimbangan Majelis Hakim mengenai Dakwaan Primair: 1) Unsur setiap orang termasuk korporasi

a) Bahwa pengertian “setiap orang” sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah orang perorangan termasuk korporasi, yang dimaksud korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum;

b) Bahwa sebagaimana Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu dalam hal tindak pidana

korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya;

c) Bahwa Penuntut Umum telah menghadapkan Stevanus Widagdo Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana yang bertindak mewakili PT Giri Jaladhi Wana, dan setelah pemeriksaan di tingkat penyidikan dan pra penuntutan selanjutnya PT Giri Jaladhi Wana dihadapkan dipersidangan sebagai terdakwa, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti surat.

d) Bahwa terdakwa PT Giri Jaladhi Wana merupakan badan hukum, maka terdakwa dapat dikategorikan sebagai korporasi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

e) Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut unsur pertama “setiap orang” telah terpenuhi.

2) Unsur secara melawan hukum

a) Bahwa sebagaimana pendapat jonkers, dalam perundang-undangan unsur melawan hukum disebut dengan bermacam-macam istilah, biasanya disebut dengan “melawan hukum” atau dengan tanpa hak, dengan tanpa izin, dengan melampaui kekuasaannya, tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam undang-undang;

b) Bahwa dalam ilmu hukum dikenal dua macam sifat melawan hukum, yaitu sifat melawan hukum materiel dan sifat melawan hukum formil. Sifat melawan hukum materiel artinya tidak hanya melawan hukum yang tertulis saja, tetapi juga hukum yang tidak tertulis, sedangkan sifat melawan hukum formil adalah unsur dari hukum positif yang tertulis saja yang dengan tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana;

c) Bahwa sifat melawan hukum menurut penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diartikan sebagai sifat melawan hukum dalam arti formil maupun materiil. Namun berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006, penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sifat melawan hukum materiel dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sehingga Majelis Hakim membatasi pembahasan pengertian melawan hukum hanya mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil;

d) Bahwa menurut ajaran sifat melawan hukum formil, suatu perbuatan bersifat melawan hukum apabila perbuatan itu diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan undang-undang;

e) Bahwa sebagaimana keterangan ahli Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H. tidak semua tindak pidana yang dilakukan oleh personel korporasi dapat dipertanggungjawabkan kepada korporasi, kecuali bahwa apabila perbuatan tersebut dilakukan atau diperintahkan oleh directing mind dari korporasi atau dengan kata lain bahwa untuk dapat korporasi bertanggung jawab atas perbuatan pengurusnya harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

(1) Tindak pidana tersebut dilakukan atau diperintahkan oleh personil korporasi maupun didalam struktur organisasi memiliki posisi sebagai directing mind dari korporasi;

(2) Tindak pidana tersebut dilakukan dalam rangka maksud dan tujuan korporasi;

(3) Tindak pidana dilakukan oleh pelaku atau atas perintah pemberi perintah dalam rangka tugasnya dalam korporasi;

(4) Tindak pidana tersebut dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi korporasi;

(5) Pelaku dan pemberi perintah tidak memiliki alasan pembenar atau alasan pemaaf untuk dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana. f) Bahwa sebagaimana telah diatur dalam Pasal 20 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa: “tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama”;

g) Bahwa sesuai anggaran dasar PT Giri Jaladhi Wana bergerak di bidang usaha : perdagangan, industri, agrobisnis, pengadaan barang, jasa, transportasi, pembangunan dan desain interior;

h) Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, telah terbukti benar, seluruh rangkaian perbuatan terdakwa berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor-003/GJW/VII/1998 tentang Kontrak Bagi Tempat Usaha Dalam Rangka Pembangunan Pasar Sentra Antasari Kota Banjarmasin dan surat Walikota Banjarmasin Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 31 Mei 2004 tentang Penunjukan Pengelolaan Sementara Pasar Sentra Antasari kepada terdakwa; i) Bahwa dalam penandatanganan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja

Walikota Banjarmasin Nomor 500/259/Ekobang/2004, terdakwa diwakili oleh Stevanus Widagdo Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana dan Drs. Tjiptomo selaku Direktur PT Giri Jaladhi Wana, keduanya adalah directing mind pada PT Giri Jaladhi Wana;

j) Bahwa dalam memperoleh dana Kredit Modal Kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., yang diajukan terdakwa, dalam hal ini terdakwa diwakili oleh Stevanus Widagdo selaku Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana dan Drs. Tjiptomo selaku Direktur PT Giri Jaladhi Wana, berdasarkan kedudukannya keduanya adalah directing mind pada PT Giri Jaladhi Wana;

k) Bahwa benar atas kejadian tersebut Stevanus Widagdo selaku Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana telah dijatuhi pidana berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 936k/Pid.Sus/2009 tanggal 25 Mei 2009;

l) Bahwa dari rangkaian fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, telah terbukti benar adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana sebagai berikut:

(1) Perbuatan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana tanpa persetujuan DPRD Kota Banjarmasin membangun 6.045 (enam ribu empat puluh lima) unit terdiri dari toko, kios , los, lapak dan warung, sehingga terjadi penambahan 900 (sembilan ratus) unit yang kemudian dijual dengan harga Rp16.691.713.166,00 (enam belas miliar enamratus sembilan puluh satu juta tujuh ratus tiga belas ribu seratus enam puluh enam rupiah) dan hasil penjualan tidak disetorkan ke kas daerah Kota Banjarmasin, hal tersebut bertentangan dengan:

(a) Perda No. 9/1980 tentang Pasar Dalam Daerah Kotamadya Banjarmasin;dan

(b) Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor 003/GJW/VII/1998 dan Pasal 3 Addendum.

(2) Terdakwa PT Giri Jaladhi Wana mempunyai kewajiban membayar kepada Pemerintah Kota Banjarmasin, berupa:

(a) Retribusi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

(b) Penggantian uang sewa Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);dan

(c) Pelunasan Kredit Inpres Pasar Sentra Antasari Rp3.750.000.000,00 (tiga miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Jumlah keseluruhan yang harus dibayar adalah Rp6.750.000.000,00 (enam miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah), yang terdakwa bayarkan hanya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sehingga terdapat kekurangan Rp5.750.000.000,00 (lima miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) yang seharusnya disetor ke kas Pemerintah Kota Banjarmasin, namun terdakwa PT Giri Jaladhi Wana sengaja tidak membayar uang tersebut, terdakwa PT Giri Jaladhi Wana melalui Stevanus Widagdo memberikan keterangan yang tidak benar dengan menyatakan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin seolah-olah pembangunan Pasar Sentra Antasari belum selesai, padahal sesuai keterangan Ir. Wahid Udin, MBA. Projek Manajer Pembangunan Pasar Sentra Antasari, per September 2004 pembangunan Pasar Sentra Antasari telah selesai dan per Oktober 2004 mempunyai surplus Rp64.579.000.000,00 (enam puluh empat miliar lima ratus tujuh

puluh sembilan juta rupiah) dari hasil penjualan kios, toko dan los serta warung, hal tersebut bertentangan dengan:

(a) Pasal 1 huruf f Permendagri Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Pihak Ketiga;

(b) Pasal 1 huruf g Perda Nomor 8 Tahun 1992 tentang Penyertaan Modal Daerah Pihak Ketiga;dan

(c) Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor 003/GJW/VII/1998 serta Addendumnya.

m) Perbuatan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana sejak ditunjuk mengelola Pasar Sentra Antasari berdasarkan Surat Walikota Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 30 Mei 2004 sampai dengan Desember 2007 sengaja tidak membayar uang pengelolaan Pasar Sentra Antasari ke kas daerah Kota Banjarmasin dan Stevanus Widagdo selaku Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana memberikan keterangan tidak benar dengan mengatakan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin bahwa PT Giri Jaladhi Wana dalam melakukan pengelolaan Pasar Sentra Antasari merugi, padahal sesuai laporan keuangan pengelolaan Pasar Sentra Antasari periode 2004 sampai dengan Desember 2007 terkumpul dana sebesar Rp7.650.143.654,00 (tujuh miliar enam ratus lima puluh juta seratus empat puluh tiga ribu enam ratus lima puluh empat rupiah), hal tersebut bertentangan dengan:

(1) Pasal 13 Perda Nomor 5 Tahun 2000 tentang Retribusi Parkir; (2) Pasal 10 ayat (2) Perda Nomor 2 Tahun 1993 tentang

Kebersihan;dan

(3) Pasal 15 ayat (2) Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor 003/GJW/VII/1998.

n) Perbuatan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana dalam penggunaan Kredit Modal Kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., telah melakukan penyimpangan-penyimpangan berupa:

(1) Berdasarkan Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/001/KMK-CO/2001 tanggal 19 Desember 2001 akta notaris Nomor 69, untuk penambahan pendanaan pembangunan Pasar Sentra Antasari sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah), terdapat kekurangan pembayaran oleh terdakwa PT Giri Jaladhi Wana sebesar Rp23.550.000.000,00 (dua puluh tiga miliar lima ratus lima puluh juta rupiah) dan utang bunga Rp3.452.000.000,00 (tiga miliar empat ratus lima puluh dua juta rupiah). Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 2 Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/001/KMK-CO/2001;

(2) Berdasarkan Addendum I Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/001/KMK-CO/2001 tanggal 9 Oktober 2002 akta notaris Nomor 24 diberikan kredit tambahan sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), terdakwa PT Giri Jaladhi Wana hanya membayar sebesar Rp5.720.000.000,00 (lima miliar tujuh ratus dua puluh juta rupiah);

(3) Terdakwa PT Giri Jaladhi Wana tidak menyetorkan hasil penjualan ke rekening escrow I, sebagai berikut:

a) Surat Nomor 9.Hb.BLM.CMB/013/2003 tanggal 9 Januari 2003 penjualan Rp1.168.000.000,00 (satu miliar seratus enam puluh delapan juta rupiah), yang tidak disetorkan sebesar Rp704.000.000,00 (tujuh ratus empat juta rupiah); b) Surat Nomor 9.Hb.BLM.CMB/104/2003 tanggal 11 Januari

2003 penjualan Rp8.770.000.000,00 (delapan miliar tujuh ratus tujuh puluh juta rupiah), yang tidak disetorkan sebesar

Rp8.129.000.000,00 (delapan miliar seratus dua puluh sembilan juta rupiah);dan

c) Surat Nnomor 9.Hb.BLM.CMB/178/2003 tanggal 11 Maret 2003 penjualan Rp1.173.000.000,00 (satu miliar seratus tujuh puluh tiga juta rupiah), yang tidak disetorkan sebesar Rp284.000.000,00 (dua ratus delapan puluh empat juta rupiah).

Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 2 Addendum Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/011/KMK-CO/2001 dan Pasal 4 ayat (1) huruf a Akta Nomor 16 tanggal 27 Mei 2002 perihal Perjanjian Kerja Sama antara PT Bank Mandiri, Tbk., dengan PT Giri Jaladhi Wana.

(4) Berdasarkan Addendum II Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/001/KMK-CO/2001 tanggal 8 Januari 2004 akta notaris Nomor 5, dilakukan penjadwalan kembali dengan limit kredit turun menjadi Rp67.830.000.000,00 (enam puluh tujuh miliar delapan ratus tiga puluh juta rupiah), namun terdakwa PT Giri Jaladhi Wana hanya membayar sebesar Rp1.030.000.000,00 (satu miliar tiga puluh juta rupiah), hal tersebut bertentangan dengan Pasal 2 Addendum II Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/001/KMK-CO/2001 tanggal 8 Januari 2004.

(5) Berdasarkan Addendum III Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/011/KMK-CO/2001 tanggal 2 Agustus 2004 dilakukan penjadwalan kembali dengan limit turun menjadi Rp66.800.000.000,00 (enam puluh enam miliar delapan ratus juta rupiah), terdakwa PT Giri Jaladhi Wana tidak dapat mengembalikan kredit modal kerja kepada PT Bank Mandiri, Tbk., sesuai jadwal yang ditentukan, terdakwa PT Giri Jaladhi

Wana malah meminta PT Bank Mandiri, Tbk., untuk mencairkan fasilitas Bank Garansi sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Perbuatan PT Giri Jaladhi Wana bertentangan dengan Pasal 2 Addendum II Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/011/KMK-CO/2001 tanggal 2 Agustus 2004 dan Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 048/032/KMK-CO/2004 Akta Notaris Nomor 81 tanggal 21 Desember 2004, atas perbuatan tersebut terdakwa PT Giri Jaladhi Wana harus mengembalikan kredit modal kerja yang telah diterima dari PT Bank Mandiri, Tbk.

o) Bahwa dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, telah terbukti benar bahwa seluruh rangkaian perbuatan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana adalah berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor-003/GJW/VII/1998 dan surat Walikota Banjarmasin Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 31 Mei 2004;

p) Bahwa dalam penandatanganan dan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor-003/GJW/VII/1998 dan surat Walikota Banjarmasin Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 31 Mei 2004, PT Giri Jaladhi Wana diwakili oleh Stevanus Widagdo selaku Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana dan Ir. Tjiptomo selaku Direktur PT Giri Jaladhi Wana, berdasarkan kedudukan keduanya tersebut adalah directing mind pada PT Giri Jaladhi Wana;

q) Bahwa dalam pengajuan Kredit Modal Kerja ke PT Bank Mandiri, Tbk., PT Giri Jaladhi Wana diwakili oleh Stevanus Widagdo selaku Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana dan Ir. Tjiptomo selaku Direktur PT Giri Jaladhi Wana, berdasarkan kedudukan keduanya adalah directing mind pada PT Giri Jaladhi Wana;

r) Bahwa sesuai anggaran dasar PT Giri Jaladhi Wana, maka Perjanjian Kerja Sama Nomor 664/1/548/Prog-Nomor-003/GJW/VII/1998 dan surat Walikota Banjarmasin Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 31 Mei 2004 serta upaya terdakwa mendapatkan fasilitas Kredit Modal Kerja dari PT Bank Mandiri, Tbk., adalah masih dalam ruang lingkup usaha terdakwa PT Giri Jaladhi Wana;

s) Bahwa dari uraian di atas jelas bahwa Stevanus Widagdo selaku pengurus PT Giri Jaladhi Wana yang diwakili oleh terdakwa PT Giri Jaladhi Wana adalah berkedudukan sebagai Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana yang melakukan perbuatan tersebut dalam rangka maksud dan tujuan korporasi dan dengan maksud memberikan manfaat atau keuntungan bagi korporasi dan perbuatan terdakwa dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum formil dan oleh karenanya maka unsur kedua “secara melawan hukum” telah terpenuhi.

3) Unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi

a) Bahwa memperkaya diri sendiri artinya diri si pembuat sendirilah yang meperoleh atau bertambah kekayaannya secara tidak sah. Sedangkan memperkaya orang lain adalah orang yang kekayaannya bertambah atau memperoleh kekayaannya merupakan orang lain selain si pembuat. Demikian dengan memperkaya suatu korporasi, bukan si pembuat yang memperoleh atau bertambah kekayaannya oleh perbuatan si pembuat tetapi suatu korporasi.

b) Bahwa unsur ketiga ini bersifat alternatif sehingga dalam pembuktian unsur cukup apabila salah satu unsur telah terbukti maka unsur yang lain tidak perlu dibuktikan atau bisa secara kumulatif beberapa unsur terbukti;

c) Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan, menyangkut aliran dana dalam pelaksanaan Kontrak Bagi Tempat Usaha Dalam Rangka Pembangunan Pasar Sentra Antasari Kota Banjarmasin menggunakan fasilitas kredit modal kerja dari PT Bank Mandiri pada periode 1 Januari 2000 sampai dengan 30 Juni 2003 untuk pembangunan Pasar Sentra Antasari sebesar Rp39.179.924.284,00 (tiga puluh sembilam miliar seratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh empat ribu dua ratus delapan puluh empat rupiah), telah dapat disimpulkan adanya penambahan kekayaan terdakwa, pihak-pihak yang terlibat didalamnya dan orang lain;

d) Bahwa penunjukan terdakwa PT Giri Jaladhi Wana untuk mengelola Pasar Sentra Antasari berdasarkan Surat Walikota Nomor 500/259/Ekobang/2004 tanggal 30 Mei 2004 sampai dengan Desember 2007, dengan sengaja tidak membayar uang pengelolaan Pasar Sentra Antasari kepada kas daerah Kota Banjarmasin dan memberikan keterangan yang tidak benar dengan mengatakan kepada Pemerintah Kota Banjarmasin seolah-oleh pengelolaan merugi, padahal laporan keuangan pengelolaan Pasar Sentra Antasari Kota Banjarmasin periode Juli 2004 sampai dengan Desember 2007 terkumpul dana sebesar Rp7.650.143.645,00 (tujuh miliar enam ratus lima puluh juta seratus empat puluh tiga ribu enam ratus empat puluh lima rupiah);

e) Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut unsur “melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi telah terpenuhi”.

a) Bahwa dengan adanya kata “dapat” menunjukan bahwa delik korupsi merupakan delik formil yaitu adanya delik korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat atau dengan kata lain tidak menimbulkan kerugian