• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di lapangan, maka beberapa saran yang bisa diajukan yaitu :

1. Diharapkan ke depannya Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai melakukan pengawasan dan control secara berkala terhadap

kinerja yang ditunjukkan oleh para pegawai pada saat memberikan pelayanan kepada masyarakat.

2. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai perlu meningkatkan sosialisasi informasi mengenai apa saja yang menjadi syarat, tahapan dan mekanisme dalam penguruusan dokumen administrasi kependudukan. 3. Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang dalam proses pelayanan

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dan menguji hipotesis.

Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Penelitian kualitatif haruslah dilakukan secara objektif. Metode yang dilakukan oleh peneliti membantu peneliti untuk menghindari subjektivitas. Satu teknik dalam penelitian kualitatif adalah harus diketahui bahkan dipelajari serta disepakati oleh subjek penelitian.Dengan demikian, jika terjadi prasangka atau pandangan atau sikap suka-tidak suka muncul, hal tersebut akan dicek secara langsung.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Binjai.

2.3 Informan Penelitian

Menurut Suyanto (2005 :17) Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya, oleh karena itu pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel.

Penentuan informan dalam penelitian kualitatif berfungsi untuk mendapatkan informasi yang maksimum (Sugiyono, 2009:221). Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan tersebut. Dalam penelitian ini penentuan informan kunci dan utama dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sedangkan menentukan informan tambahan dilakukan dengan teknik accidental sampling.

Menurut Sugiyono (2009:53) menjelaskan yang dimaksud dengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Dan accidental sampling adalah mengambil responden sebagai sampel/informan berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai informan bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.

Menurut Suyanto (2005 : 172) informan penelitian beberapa macam, yaitu: 1. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai

informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai.

2. Informan utama adalah mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Pelayanan Kependudukan.

3. Informan tambahan adalah mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah adalah masyarakat yang mendapatkan pelayanan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data dan informasi, keterangan- keterangan yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Teknik pengumpulan data primer

Pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data primer tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Metode observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelitian ke lokasi penelitian.

b. Metode wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara tanya jawab sambil bertatap antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.

2. Teknik pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data yang dilakukan dengan pengumpulan bahan-bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah dan lainnya yang berkenaan dengan objek penelitian.

b. Dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan atau foto-foto dan rekaman yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

2.5. Teknik Analisis Data

Analisis-analisis kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan umum.Melalui metode analisis data, peneliti menguji kemampuan bernalar dalam mengelaborasi fakta, data, dan informasi yang diperoleh. Selanjutnya, peneliti menganalisisnya sehingga dapat

menghasilkan informasi dan kebenaran dari setiap permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

Beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu: 1. Reduksi data

Mereduks i berarti merangku m, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3. Penarikan kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada sesuai dengan pemahaman dan interpretasi peneliti.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik telah menjadi isu kebijakan yang strategis, karena penyelenggaraan pelayanan publik selama ini belum memiliki dampak yang luas terhadap perubahan aspek aspek kehidupan masyarakat. Karena sebelum era reformasi, birokrasi pemerintah sangat mendominasi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Pemerintah lebih dominan bertindak sebagai aktor dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga keterlibatan warga negara dalam pemerintahan sangat terbatas

Birokrasi yang diciptakan bertujuan untuk mempermudah setiap urusan negara dan warga negara melegalkan setiap aktivitasnya baik dalam proses, pendataan, pengesahan, izin yang harus diproses oleh negara di dalam birokrasi, sebab tujuan dari hadirnya birokrasi tersebut adalah untuk mempermudah kinerja pemerintah dalam melayani publik untuk mendapatkan haknya. Menurut Panasuraman (2005) bahwa, reability adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan yang di janjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa pelayanan secara tepat waktu (ontime) dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa melakukan kesalahan setiap kali. Menurut Roskin, et al, “menyebutkan pengertian birokrasi bagi mereka birokrasi adalah "setiap organisasi yang berskala besar yang terdiri atas para pejabat yang diangkat, di mana fungsi utamanya

adalah untuk melaksanakan (to implement) kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh para pengambil keputusan (decision makers). Idealnya, birokrasi merupakan suatu sistem rasional atau struktur yang terorganisir yang dirancang sedemikian rupa guna memungkinkan adanya pelaksanaan kebijakan publik yang efektif dan efisien”. Dari pengertian tersebut dapat dilihat hadirnya birokrasi merupakan menjadi suatu wadah yang sangat membatu aktifitas negara dan warga negara dalam menerima dan memberikan tanggung jawabnya.

Menurut Tjokroaminjojo (1984), birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Dengan demikian sebenarnya tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih di dalam penyelesaiannya, itulah yang sebenarnya menjadi tugas dari birokrasi. Namun di Indonesia terdapat citra buruk dari administrasi yang terdapat didalam birokrasi,hal ini senantiasa dikeluhkan oleh masyarakat bagaimana kesalnya masyarakat yang menjadi bulan-bulanan petugas dari meja satu kemeja yang lainnya untuk melakukan urusan administrasi dalam organisasi publik, banyaknya alasan klasik yang dilontarkan oleh pegawai

Birokrasi menanggapi pertanyaan masyarakat yang ingin mengurus berkas-berkas administrasinya,alasan tersebut dapat berupa pimpinan yang masih keluar kota dalam rangka urusan dinas, banyaknya masyarakat yang telah terlebih dahulu mengurus surat menyuratnya, menyelibnya berkas sehinnga tidak dapat diproses.Tidak jarang hal ini memakan waktu yang cukup lama. Buruknya serta

tidak transparannya kinerja birokrasi bisa mendorong masyarakat untuk mencari ''jalan pintas'' dengan suap atau berkolusi dengan para pejabat dalam rekrutmen pegawai atau untuk memperoleh pelayanan yang cepat. Situasi seperti ini pada gilirannya seringkali mendorong para pejabat untuk mencari kesempatan dalam kesempitan agar mereka dapat menciptakan rente dari pelayanan berikutnya.Isu tentang Red Tape merupakan persoalan yang klasik,namun tak kunjung terpecahkan,dapat diketahui bahwa persoalan ini merupakan akibat dari faktor Weber menganggap keberadaan Birokrasi merupakan suatu yang tidak rasional.

Banyak pengangkatan pejabat yang mengacu pada political-will pimpinan Dinasti. Akibatnya banyak pekerjaan negara yang “salah-urus” atau tidak mencapai hasil secara maksimalAtas dasar “ketidakrasionalan”itu,Tujuan dari “ketidakrasionalan” Tujuan dari birokrasi memang untuk mempermudah setiap urusan birokrasi tetapi para birokratnyalah yang akhirnya menghianati fungsi daribirokrasi yang kerap memperlambat setiap kinerja sehingga yang terjadi ialah infesesiesi dan tidak efektif.

Wicaksanas(2014) Pernyataan serupa juga di ungkapkan oleh Bapak Susilo Bambang Yudhoyono selaku mantan Presiden Republik Indonesia yang mengatakan “mutu pelayanan publik saat ini berada pada titik nadir yang menjadi salah satu sebab keterpurukan yang berkepanjangan. Kegeraman mantan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono tidak akan efektif mengubah prilaku birokrasi bila tidak ditopang oleh efek sadar dan upaya nyata dan terukur dalam meningkatkan etos kerja dan kinerja birokrasi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal

3 Undang- undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN).

Wicaksanas (2014) Hal serupa juga di dukung oleh pendapat kepala negara republik indonesia saat ini Joko Widodo,yang mengatakan Birokrasi harus berubah untuk dapat menghadapi kompetisi. Etos kerja dan budaya kerja harus berubah."Jika tidak berubah, kita akan tertinggal dari negara lain. Ada 2 pilihan bagi para pejabat, berubah atau dicopot," tegas Presiden Joko Widodo pada Rapat Kerja Pemerintah dengan peserta para Menteri, Kepala LPNK dan jajaran Eselon 1 kementerian atau lembaga di Auditorium Kementerian PUPR, Red Tape ataupun proses birokrasi yang berbelit belit merupakan suatu penyakit birokrasi yang telah diketahui dan hampir dirasakan oleh setiap masyarakat, hal ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kecil saja, namun para kepala pemerintahan negara ini1 Pasal 3 undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara Yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN) juga telah menyatakan salah satu penghambat proses pembangunan adalah masalah birokrasi yang berbelit-belit hal ini dikarenakan terlalu banyak aturan yang justru mempersulit dan bukan sebaliknya,hal serupa juga dirasakan oleh para investor yang ingin mengurus surat izin untuk melakukan investasi,sulitnya proses administrasi yang panjang dan kurangnya transparasi atas proses administrasi menyebabkan masyarakat ataupun pelanggan negara terpaksa melakukan hal-hal kecurangan seperti memberikan uang pelicin agar setiap administrasi dapat segera diselesaikan.

Red Tape ini dapat disebabkan oleh banyak hal tetapi seperti yang di kemukakan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang menegaskan bahwa mengubah prilaku birokrasi bila tidak ditopang oleh efek sadar dan upaya nyata dan terukur dalam meningkatkan etos kerja dan kinerja birokrasi pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 Undang-undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU KKN). Tentu akan sulit memang,konsep reformasi administrasi yang tertata dan mekanisme pelayanan yang terukur adalah aspek krusial bagi efisiensi dan efektivitas pelayanan publik.Namun,faktor yang terpenting yang dapat memengaruhi kinerja birokrasi adalah etos kerja yang harus dimiliki oleh setiap birokrat dalam melaksanakan fungsi dan tugas administrasinya secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.Pemahaman perilaku dalam kaitannya dengan patologi birokrasi,mutlak perlu disoroti dari sudut pandang etos kerja dan kultur organisasi yang berlaku dalam suatu birokrasi tertentu.

Melalui penerapan konsep pelayanan publik yang beretos kerja tinggi,reformis, terukur,berorientasi kepada kinerja dan diikuti oleh asas umum seperti keterbukaan, integritas,akuntabilitas,legalitas,nondiskriminasi atau perlakuan yang sama,proporsionalitas, dan konsistensi,akan menghasilkan pelayanan publik yang dikehendaki sebagai perwujudan dari good governance. Dengan demikian, kinerja birokrasi akan mengalami perbaikan baik mutu maupun performance dan kepuasan publik dapat terwujud secara nyata dan terukur.

Pelayanan publik sangat berkaitan dengan birokrasi, birokrasi merupakan alat pemerintah untuk menyediakan pelayananan publik dan perencana, pelaksana, dan pengawas kebijakan. Maka birokrasi harus dapat melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, unit-unit pelayanan teknis maupun tempat- tempat pelayanan publik mulai dari kantor gubernur sampai ke kantor kelurahan harus ada aparatur pemerintahan yang siap melayani rakyat. “Sebagai abdi masyarakat, abdi negara dia (pegawai) harus melayani, nah cara pandang seperti inilah yang diminta bapak presiden untuk disosialisasikan tentang kedisiplinan ditingkatkan, budaya kerja diperbaiki dan tentunya peningkatan kualitas pelayanan.

Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan. Oleh karena itu, layanan secara berkala wajib melakukan survei indeks kepuasan masyarakat. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.

Oleh karena itu Red Tape yang dipengaruhi oleh kinerja birokrasi merupakan topik yang menarik untuk dikaji guna menemukan solusi dalam penanggulangannya. Alasan kedua mengapa topik ini menarik untuk di teliti dikarnakan setiap hal yang berkenaan denganaktifitas di dalam suatu negara harus memiliki legalitas negara melalui birokrasi dan red tipe ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan masyarakat geram dan enggan mendengar kata

Birokrasi. Berdasarkan Latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka akan dilakukan penelitian dengan Judul : “Analisis Etos Kerja Birokrasi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis yaitu“ Bagaimana Etos Kerja Birokrasi Terhadap Pelayanan Publik di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Binjai”

1.3. Tujuan Penelitian.

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tertentu tentu mempunyai jalan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya. Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan yang disusun berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang mendasari dilakukannya penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman pegawai mengenai etos kerja pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai.

b. Untuk mengetahui bagaimana kinerja pegawai pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Binjai.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut:

a. Sebagai kontribusi bagi dunia pendidikan, khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran dan pengetahuan penulis mengenai SDM, terutama mengenai pelatihan dan pengaruhnya dalam meningkatkan Etos kerja pegawai.

c. Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian dimasa yang akan datang.

1.5. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan teori-teori sebagai pedoman kerangka berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian.

Kerangka teoritis adalah dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teoritis adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal- hal yang berhubungan dengan variabel pokok, subvariabel, atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya (Sugiyono, 2010:57).

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian disorot. Uraian di dalam kerangka teori merupakan hasil berpikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah ataupun sub-sub masalah (Nawawi, 2005:39-40). Adapun teori- teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah:

1.5.1. Pelayanan Publik

1.5.1.1. Pengertian Pelayanan Publik

Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan melayani. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Sinambela, 2010:3).

Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung (Moenir,2006:16-17). Membicarakan pelayanan berarti membicarakan suatu proses kegiatan yang konotasinya lebih kepada hal yang abstrak (Intangible). Pelayanan adalah merupakan suatu proses, proses tersebut menghasilkan suatu produk yang berupa pelayanan, yang kemudian diberikan kepada pelanggan. Menurut Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan

Hasibuan mendefinisikan pelayanan sebagai kegiatan pemberian jasa dari satu pihak ke pihak lain, dimana pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dilakukan secara ramah tamah dan dengan etika yang baik sehingga memenuhi kebutuhan dan kepuasan bagi yang menerima. Menurut Kotler dalam Lukman (2000:8), pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.

Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Ratminto, 2005:5)

Menurut Batinggi (1998:12), pelayanan publik dapat diartikan sebagai perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal - hal yang diperlukan masyarakat atau khalayak umum. Dengan demikian, kewajiban pemerintah adalah memberikan pelayanan publik yang menjadi hak setiap warga negara. Sedangkan menurut Kurniawan (dalam Pasolong, 2004:135) pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Keputusan MENPAN no.63/KEP/M.PAN/7/2003, Pelayanan public adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggaraan pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerimaan pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendapat Boediono (2003:60), bahwa pelayanan merupakan suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Nurcholis (2005:178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan,harapan,sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki. Sedangkan menurut UU No.25/2009, pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,jasa,dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pelayanan publik merupakan jenis bidang usaha yang dikelola oleh pemerintah dalam bentuk barang dan jasa untuk melayani kepentingan masyarakat tanpa berorientasi.

Berdasarkan definisi pelayanan diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau instansi yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat yang dapat berbentuk uang,barang,ide,atau gagasan ataupun surat-surat atas dasar keikhlasan,rasa senang,jujur,mengutamakan rasa puas bagi yang menerima layananan.

1.5.1.2. Asas-Asas Pelayanan Publik

Undang-Undang Republik Indonesia (UU-RI) Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 4 menyebutkan asas-asas pelayanan publik meliputi:

a. Kepentingan umum b. Kepastian hukum c. Kesamaan hak

d. Keseimbangan hak dan kewajiban e. Keprofesionalan

f. Partisipatif

g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif h. Keterbukaan

i. Akuntabilitas

j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan k. Ketepatan waktu; dan

l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Pada Pasal 21 (UU-RI) Nomor 25 Tahun 2009 ini disebutkan komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi:

a. Dasar hukum b. Persyaratan

c. Sistem, mekanisme, dan prosedur d. Jangka waktu penyelesaian e. Biaya/tarif

f. Produk pelayanan

g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas h. Kompetensi pelaksana

i. Pengawasan internal

j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan k. Jumlah pelaksana

l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan

m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keraguraguan dan n. Evaluasi kinerja pelaksana.

Dalam Sinambela (2010:6), secara teoritis tujuan pelayanan publik

Dokumen terkait