BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
1. Bagi Bank Umum yang terdaftar di BEI yang hendak meminimalkan risiko
kegagalan atau kebangkrutan bank perlu menjadikan Capital Adequacy Ratio
(CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Debt to Equity Ratio (DER), dan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas kinerja bank umum,
karena secara simultan kelima variabel ini mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Bank Umum yang terdaftar di BEI.
2. Bagi pihak manajemen Bank Umum yang terdaftar di BEI hendaknya
memperhatikan secara khusus rasio NPL dan BOPO, karena mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap Kinerja Bank Umum. Rasio NPL diharapkan
setiap tahunnya berkurang, untuk itu pihak perbankan harus lebih berhati-hati
dan lebih teliti lagi dalam memberikan kreditnya kepada nasabah, agar kredit
macet, kurang lancar, dan kredit bermasalah dapat diminimalisir. Dengan
demikian nilai ROA semakin meningkat tiap tahunnya. Kemudian rasio
BOPO diharapkan selalu berada pada tingkat efisiensi yang ditetapkan oleh
Bnak Indonesia sebesar 90%, karena dapat menghasilkan laba yang
maksimal, sehingga kinerja yang dicapai selalu meningkat.
3. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian sejenis, hendaknya
perlu dikembangkan dengan variabel lain yang dapat mempengaruhi Kinerja
Bank (ROA), seperti Tingkat Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Net Interest Margin (NIM), dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank
Menurut UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bank memiliki pengertian,
yaitu:
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup masyarakat banyak.
2. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau yang berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan menurut Dendawijaya (2003: 25) berpendapat bahwa “Bank
adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa,
seperti memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap
mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga,
membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain”.
Menurut Kasmir (2008 : 11) bahwa “Bank adalah lembaga keuangan yang
menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa
lainnya”.
Menurut Hasibuan (2005: 2) bahwa “Bank adalah lembaga keuangan,
pencipta uang, pengumpul dana dan penyalur kredit, pelaksana lalu lintas
pembayaran, stabilisator moneter serta dinamisator pertumbuhan perekonomian”.
Berdasarkan beberapa definisi bank, bahwa fungsi utama bank adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali ke masyarakat
dalam bentuk pinjaman. Selain itu, bank bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah
peningkatan kemakmuran masyarakat.
Untuk pengertian bank umum di atas pada dasarnya merupakan fungsi
tambahan bank umum dalam hal pemberian pelayanan atau jasa-jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hanya bank
umumlah yang dapat melakukan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran,
sedangkan bank perkreditan rakyat tidak diperkenankan melakukan kegiatan
tersebut. Bank umum merupakan bank yang paling banyak dan luas kegiatannya.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh bank umum mencakup menghimpun dana dari
masyarakat (funding) dalam bentuk simpanan (giro, deposito, dan tabungan), menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk pemberian kredit, dan memberikan jasa-jasa lainnya (services) seperti menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
2.2 Kinerja Keuangan Bank
Kinerja merupakan hal yang penting yang harus dicapai oleh perusahaan,
karena merupakan suatu gambaran tentang kondisi dari suatu perusahaan,
sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan suatu perusahaan yang
mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar
sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.
Kinerja keuangan perusahaan dari sisi manajemen, mengharapkan laba
bersih yang tinggi, karena semakin tinggi laba perusahaan semakin flexible
perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasional perusahaan. Dengan
demikian laba perusahaan akan meningkat bila kinerja perusahaan perusahaan
meningkat (Dendawijaya, 2003).
Martono dan Harjito (2008: 52) menyatakan bahwa “Kinerja keuangan
suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak (stakeholders) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah, dan pihak
manajemen sendiri”.
Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai
oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran
kondisi keungan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek
penghimpunan dana maupun penyaluran dananya (Kusumo, 2008: 111).
Kinerja keuangan perbankan dapat dikatakan sebagai suatu alat ukur
terhadap prestasi manajemen dalam menjalankan perusahaannya. Dari kinerja
keuangan inilah manajemen dapat mengetahui masalah-masalah keuangan yang
Pengukuran kinerja perbankan yang paling tepat adalah dengan mengukur
kemampuan perbankan dalam menghasilkan laba atau profit dari berbagai
kegiatan yang dilakukan. Sebagaimana umumnya tujuan perusahaan adalah untuk
mencapai nilai yang tinggi, dimana untuk mencapai nilai tersebut perusahaan
harus dapat secara efisien dan efektif mengelola berbagai kegiatannya. Ukuran
dapat diukur dengan rasio Return on Asset (ROA) dan rasio ini dapat digunakan untuk mengukur kinerja perbankan.
2.3 Laporan Keuangan
Laporan keuangan adalah informasi keuangan yang disajikan dan
disiapkan oleh manjemen dari suatu perusahaan kepada pihak internal dan
eksternal yang berisi seluruh kegiatan bisnis dari satu kesatuan usaha yang
merupakan salah satu alat pertanggungjawaban dan komunikasi manajemen
kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.
Berdasarkan laporan keuangan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio
keuangan yang dapat dijadikan dasar kinerja keuangan bank. Laporan keuangan
merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu
periode tertentu.
Tujuan laporan keuangan menurut “Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan” (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002), adalah sebagai
berikut:
1. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang posisi keuangan (aktiva
hutang, dan modal pemilik) pada suatu saat tertentu.
3. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang perubahan posisi
keuangan perusahaan.
4. Laporan keuangan mengungkapkan informasi keuangan yang penting dan
relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan keuangan.
2.4 Analisis Rasio Keuangan
Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk
menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau
pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan
menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan
memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik buruknya keadaan atau
posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya.
Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara
individu ataupun secara kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir,
2002:64). Analisis rasio keuangan menggambarkan hubungan matematis antara
suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dengan
cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi, yang
dapat memberikan petunjuk, gejala, serta informasi keuangan lainnya mengenai
keadaan keuangan suatu bank.
Kinerja profitabilitas dalam penelititian ini diukur dengan Return on Asset
(ROA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur Return on Asset
(ROA) perusahaan dalam penelitian ini adalah terbatas pada aspek permodalan
produktif (Non Performing Loan/NPL), manajemen (Debt to Equity Ratio/DER),
earning (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional/BOPO). Dengan menggunakan analisis rasio, maka dapat menentukan tingkat kinerja keuangan
suatu bank. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam menilai suatu
kondisi bank.
2.4.1 Return on Asset
Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja bank adalah Return on Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. ROA memfokuskan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari sisis asset
(Dendawijaya, 2003: 120).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal
31 Mei 2004, rasio ROA dirumuskan sebagai berikut:
ROA =Laba Bersih
Total Aktiva x 100%
Laba bersih adalah laba yang dihasilkan oleh bank dimana tercantum di
dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank. Total aktiva meliputi
komponen yang terdiri dari kas, giro, surat-surat berharga, kredit yang diberikan,
pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak,
aktiva tetap dan penyusutan aktiva tetap lain-lain, dimana komponen tersebut
akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total pendapatan
yang relatif besar sebagai akibat meningkatnya penjualan produk. Dengan
meningkatnya total pendapatan akan meningkatkan laba perusahaan sehingga
kinerja keuangan juga akan lebih baik.
2.4.2 Capital Adequacy Ratio
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi
dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur,
mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul dan dapat berpengaruh
terhadap besarnya modal bank. Rasio CAR digunakan untuk mengukur
kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di
dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.
Menurut Dendawijaya (2003: 121) menyatakan bahwa “Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada
bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang)
dan lain-lain”.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI 2001 besarnya CAR
perbankan untuk saat ini minimal 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR). Jika CAR kurang dari 8% maka bank dikatakan tidak sehat dan jika
lebih besar dari 8% maka bank dapat dikatakan sehat. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar. Dengan kata
lain, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang
diperoleh bank (Kuncoro dan Suhardjono, 2002: 564).
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004, rasio CAR dirumuskan sebagai berikut:
CAR =Modal Bank
Total ATMR x 100%
Rasio ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap
kerugian yang timbul dariaktivitas yang dilakukan. Hal ini menghubungkan
Modal Bank dengan bobot risiko dari asset yangdimiliki.
Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri
darimodal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang
diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham. Modal inti terdiri darimodal
disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan,laba tahun
lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaanyang laporan
keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri daricadangan revaluasi
aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yangdiklasifikasikan, modal kuasa, dan
pinjaman subordinasi. Sedangkan ATMRmerupakan penjumlahan ATMR aktiva
neraca dengan ATMR administratif.
2.4.3 Loan to Deposit Ratio
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan teknik yang digunakan untuk mengukur posisi atau kemampuan likuiditas bank. LDR menggambarkan
dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber
likuiditasnya(Dendawijaya, 2003: 118).
LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank
dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian
likuiditas bank atau kemampuan bank dalam menyalurkan dana dan
mengumpulkan dana dari masyarakat.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004, rasio LDR dirumuskan sebagai berikut:
LDR =Total Kredit yang Diberikan
Total Dana Pihak Ketiga x 100%
Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank yang sudahditarik
atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kreditkepada bank lain.
Sedangkan yang termasuk dalam dana pihak ketiga mencakup total simpanan
dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan masyarakat.
Semakin tinggi LDR, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank
yangbersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisibermasalah
akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain
sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro,tabungan, simpanan berjangka,
sertifikat deposito. Standar yang digunakanBank Indonesia untuk rasio LDR
adalah antara 80% hingga 110%.
2.4.4 Non Performing Loan
Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan
oleh bank. Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko
usaha bank, yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau
yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak
bank kepada debitur.
Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank. Menurut Siamat (1993: 36) “Risiko kredit (default risk) ini dapat terjadi akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan
jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka
waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan”.
NPL merupakan persentase jumlah kredit yang bermasalah (dengan
kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang
dikeluarkan bank.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31
Mei 2004, rasio NPL dirumuskan sebagai berikut:
NPL = Kredit Bermasalah
Kredit yang Disalurkan x 100%
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan,
dan macet, sedangkan kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada
pihak ketiga tidak termasuk kepada bank lain. Berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, jika rasio NPL ≤ 5%, maka
predikat bank tersebut dikatakan sehat. Dan jika rasio NPL > 5%, maka predikat
bank tersebut dikatakan dikatakan tidak sehat. Bank Indonesia menetapkan nilai
Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tersebut tidak
profesional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasibahwa
tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah
dengan tingginya NPL yang dihadapi bank.
2.4.5 Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan ukuran mendasar dalam keuangan perusahaan, yang dapat menunjukkan kekuatan keuangan perusahaan. Rasio DER
berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan sebagai
jaminan hutang, atau dengan kata lain rasio ini menggambarkan sampai sejauh
mana modal sendiri perusahaan dapat menutupi hutang-hutangnya kepada pihak
luar.
Menurut Kasmir (2008: 158), “Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas”. Rasio DER
dirumuskan sebagai berikut:
DER =Total Hutang
Total Ekuitasx 100%
Semakin tinggi rasio DER menunjukkan bahwa perusahaan akan memiliki
masalah riil dalam jangka panjang, salah satunya adalah kemungkinan untuk
terjadinya kebangkrutan. Semakin besar hutang semakin besar pula risiko yang
ditanggung pihak perusahaan, meskipun dalam keadaan dimana perusahaan dapat
dengan sangat baik mengelola hutangnya, maka dengan adanya hutang akan
memberikan kesempatan yang baik bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan
2.4.6 Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering
disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan nasional.
Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi (Dendawijaya, 2003: 120).
Bank yang efisien dalam menekan biaya operasionalnya dapat mengurangi
kerugian akibat ketidakefisien bank dalam mengelola usahanya sehingga laba
yang diperoleh juga akan meningkat.
Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan
pendapatan operasional. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut:
BOPO = Biaya Operasional
Pendapatan Operasional x 100%
Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka
menjalankan aktivitas usaha pokoknya (biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya
pemasaran dan biaya operasi lainnya). Pendapatan operasi merupakan pendapatan
utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam
bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya.
BOPO juga menunjukkan efektivitas bank, semakin kecil BOPO
menunjukkan semakin efektif bank dalam menjalankan aktivitas usahanya
sekaligus kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Bank yang
bank yang kurang sehat adalah bank yang memiliki rasio BOPO-nya lebih dari 1
(satu). Rasioyang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank
dalammenekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya
yangdapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam
mengelolausahanya (SE. Intern BI, 2004).
Bank Indonesia menetapkan rasio BOPO baik apabila dibawah 90%,
Apabila rasio BOPO melebihi 90% hinggamendekati angka 100% maka bank
tersebut dapat dikategorikan tidak efisiendalam menjalankan operasinya.
2.5 Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan
(NPL), Debt to Equity Ratio (DER), dan BOPO terhadap Return on Asset (ROA). Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan
perbandingan dalam penelitian ini, antara lain:
Werdaningtyas (2002) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Take Over Pramerger diIndonesia”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Return on Asset (ROA) dan variabel independen yaitu pangsa aset, pangsa dana, pangsa kredit, Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
variabel independen yang signifikan positif terhadap ROA adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), variabel independen yang signifikan negatifterhadap
ROA adalah LDR, sedangkan variabel independen yang tidak signifikan terhadap
ROA adalah pangsa aset, pangsa dana, dan pangsa kredit.
Mawardi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank Umum di Indonesia (Studi
Kasus pada Bank Umum dengan Total Aset Kurang dari 1 Triliun). Penelitian ini
menggunakan variabel dependen yaitu kinerja bank umum yang diproksikan
dengan Return on Asset (ROA) dan variabel independen yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO), dan Net Interest Margin (NIM). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
keempat variabel CAR, NPL, BOPO, dan NIM secara simultan mempengaruhi
kinerja bank umum yang diproksikan dengan ROA. Variabel NIM mempunyai
pengaruh positif terhadap ROA,variabel BOPO dan NPL mempunyai pengaruh
negatif terhadap ROA, sedangkan variabel CAR tidak terbukti berpengaruh
terhadap ROA.
Prasnanugraha P (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis
Pengaruh Rasio-Rasio Keuangan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia
(Studi Empiris Bank-Bank Umum yang Beroperasi di Indonesia)”. Penelitian ini
menggunakan variabel dependen yaitu Return on Asset (ROA) dan variabel independen yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), BOPO, Non Performing Loan
(NPL), Net Interest Margin (NIM), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya
negatif signifikan terhadap ROA, NIM berpengaruh positif signifikan terhadap
ROA, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA, dan NPL berpengaruh
positif terhadap ROA.
Yuliani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan Efisiensi
Operasional dengan Kinerja Profitabilitas pada Sektor Perbankan yang Go Public
di BEJ. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur hubungan antara tingkat
efisiensi operasional terhadap kinerja profitabilitas perbankan di BEJ. Penelitian
ini menggunakan variabel dependen yaitu kinerja profitabilitas perbankan dan
variabel independen yaitu MSDN, CAR, BOPO, dan LDR. Teknik analisis yang
digunakan adalah regresi time-series cross-section. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa variabel BOPO berpengaruh signifikan negatif terhadap
kinerja profitabilitas perbankan, sedangkan CAR berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja profitabilitas perbankan. Variabel MSDN dan LDR tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja profitabilitas perbankan.
Mahardian (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
CAR, BOPO, NPL, NIM, dan LDR terhadap ROA(Studi Kasus Perusahaan
Perbankan yang Tercatat di BEJ Periode Juni 2002-Juni 2007)”. Penelitian ini
menggunakan variabel dependen yaitu Returnon Asset (ROA) dan variabel independen yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), BOPO, Non Performing Loan
(NPL), Net Interest Margin (NIM), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif signifikan terhadap ROA. BOPO
signifikan terhadap ROA, sedangkan NPL tidak memiliki pengaruh terhadap
ROA.
Widati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh
CAMEL terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan yang Go Public”. Penelitian ini menggunakan variabel dependen yaitu Return on Asset (ROA) dan variabel independen yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Penyisihan Penghapusan Aktiva Poduktif (PPAP), Debt to Equity Ratio (DER), Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa Variabel CAR, DER, dan LDR berpengaruh positif signifikan
terhadap ROA. Sedangkan, BOPO dan PPAP berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap ROA.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti/Tahun Judul Penelitian Variabel Teknik
Analisis Hasil Penelitian Dependen Independen 1 Werdaningtyas (2002) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank
Take Over Indonesia
ROA Pangsa Aset,
Pangsa Dana, Pangsa Kredit, CAR, dan LDR Regresi Linier Berganda 1. CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. 2. LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. 3. Pangsa aset, pangsa dana, dan pangsa kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. 2 Mawardi (2005) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Bank di Indonesia (Studi Kasus pada Bank Umum dengan Total Aset Kurang dari 1 Triliun) ROA CAR, NPL, BOPO, dan NIM Regresi Linier Berganda 1. NIM berpengaruh
positif terhadap ROA. 2. BOPO dan NPL berpengaruh negatif terhadap ROA.