• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Analisis Rasio Keuangan

Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk

menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau

pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan

menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan

memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik buruknya keadaan atau

posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya.

Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui

hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara

individu ataupun secara kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir,

2002:64). Analisis rasio keuangan menggambarkan hubungan matematis antara

suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dengan

cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi, yang

dapat memberikan petunjuk, gejala, serta informasi keuangan lainnya mengenai

keadaan keuangan suatu bank.

Kinerja profitabilitas dalam penelititian ini diukur dengan Return on Asset

(ROA). Rasio-rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur Return on Asset

(ROA) perusahaan dalam penelitian ini adalah terbatas pada aspek permodalan

produktif (Non Performing Loan/NPL), manajemen (Debt to Equity Ratio/DER),

earning (Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional/BOPO). Dengan menggunakan analisis rasio, maka dapat menentukan tingkat kinerja keuangan

suatu bank. Oleh karena itu, rasio keuangan bermanfaat dalam menilai suatu

kondisi bank.

2.4.1 Return on Asset

Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja bank adalah Return on Asset (ROA). ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan atau laba secara keseluruhan. ROA memfokuskan

kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang

dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari sisis asset

(Dendawijaya, 2003: 120).

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal

31 Mei 2004, rasio ROA dirumuskan sebagai berikut:

ROA =Laba Bersih

Total Aktiva x 100%

Laba bersih adalah laba yang dihasilkan oleh bank dimana tercantum di

dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh bank. Total aktiva meliputi

komponen yang terdiri dari kas, giro, surat-surat berharga, kredit yang diberikan,

pendapatan yang masih akan diterima, biaya dibayar dimuka, uang muka pajak,

aktiva tetap dan penyusutan aktiva tetap lain-lain, dimana komponen tersebut

akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total pendapatan

yang relatif besar sebagai akibat meningkatnya penjualan produk. Dengan

meningkatnya total pendapatan akan meningkatkan laba perusahaan sehingga

kinerja keuangan juga akan lebih baik.

2.4.2 Capital Adequacy Ratio

Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi

dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur,

mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul dan dapat berpengaruh

terhadap besarnya modal bank. Rasio CAR digunakan untuk mengukur

kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di

dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.

Menurut Dendawijaya (2003: 121) menyatakan bahwa “Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada

bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh

dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang)

dan lain-lain”.

Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/21/PBI 2001 besarnya CAR

perbankan untuk saat ini minimal 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR). Jika CAR kurang dari 8% maka bank dikatakan tidak sehat dan jika

lebih besar dari 8% maka bank dapat dikatakan sehat. Semakin besar Capital Adequacy Ratio (CAR) maka keuntungan bank juga semakin besar. Dengan kata

lain, semakin kecil risiko suatu bank maka semakin besar keuntungan yang

diperoleh bank (Kuncoro dan Suhardjono, 2002: 564).

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31

Mei 2004, rasio CAR dirumuskan sebagai berikut:

CAR =Modal Bank

Total ATMR x 100%

Rasio ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap

kerugian yang timbul dariaktivitas yang dilakukan. Hal ini menghubungkan

Modal Bank dengan bobot risiko dari asset yangdimiliki.

Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang terdiri

darimodal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu modal milik sendiri yang

diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham. Modal inti terdiri darimodal

disetor, agio saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan,laba tahun

lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak perusahaanyang laporan

keuangannya dikonsolidasikan. Modal pelengkap terdiri daricadangan revaluasi

aktiva tetap, cadangan penghapusan aktiva yangdiklasifikasikan, modal kuasa, dan

pinjaman subordinasi. Sedangkan ATMRmerupakan penjumlahan ATMR aktiva

neraca dengan ATMR administratif.

2.4.3 Loan to Deposit Ratio

Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan teknik yang digunakan untuk mengukur posisi atau kemampuan likuiditas bank. LDR menggambarkan

dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber

likuiditasnya(Dendawijaya, 2003: 118).

LDR adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank

dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukkan salah satu penilaian

likuiditas bank atau kemampuan bank dalam menyalurkan dana dan

mengumpulkan dana dari masyarakat.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31

Mei 2004, rasio LDR dirumuskan sebagai berikut:

LDR =Total Kredit yang Diberikan

Total Dana Pihak Ketiga x 100%

Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank yang sudahditarik

atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kreditkepada bank lain.

Sedangkan yang termasuk dalam dana pihak ketiga mencakup total simpanan

dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan masyarakat.

Semakin tinggi LDR, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank

yangbersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisibermasalah

akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain

sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro,tabungan, simpanan berjangka,

sertifikat deposito. Standar yang digunakanBank Indonesia untuk rasio LDR

adalah antara 80% hingga 110%.

2.4.4 Non Performing Loan

Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio yang menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan

oleh bank. Risiko kredit yang diterima oleh bank merupakan salah satu risiko

usaha bank, yang diakibatkan dari ketidakpastian dalam pengembaliannya atau

yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan oleh pihak

bank kepada debitur.

Non Performing Loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank. Menurut Siamat (1993: 36) “Risiko kredit (default risk) ini dapat terjadi akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan

jumlah pinjaman yang diterima dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka

waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan”.

NPL merupakan persentase jumlah kredit yang bermasalah (dengan

kriteria kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang

dikeluarkan bank.

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31

Mei 2004, rasio NPL dirumuskan sebagai berikut:

NPL = Kredit Bermasalah

Kredit yang Disalurkan x 100%

Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan,

dan macet, sedangkan kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada

pihak ketiga tidak termasuk kepada bank lain. Berdasarkan Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, jika rasio NPL ≤ 5%, maka

predikat bank tersebut dikatakan sehat. Dan jika rasio NPL > 5%, maka predikat

bank tersebut dikatakan dikatakan tidak sehat. Bank Indonesia menetapkan nilai

Semakin besar tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tersebut tidak

profesional dalam pengelolaan kreditnya, sekaligus memberikan indikasibahwa

tingkat risiko atas pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi searah

dengan tingginya NPL yang dihadapi bank.

2.4.5 Debt to Equity Ratio

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan ukuran mendasar dalam keuangan perusahaan, yang dapat menunjukkan kekuatan keuangan perusahaan. Rasio DER

berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan sebagai

jaminan hutang, atau dengan kata lain rasio ini menggambarkan sampai sejauh

mana modal sendiri perusahaan dapat menutupi hutang-hutangnya kepada pihak

luar.

Menurut Kasmir (2008: 158), “Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas”. Rasio DER

dirumuskan sebagai berikut:

DER =Total Hutang

Total Ekuitasx 100%

Semakin tinggi rasio DER menunjukkan bahwa perusahaan akan memiliki

masalah riil dalam jangka panjang, salah satunya adalah kemungkinan untuk

terjadinya kebangkrutan. Semakin besar hutang semakin besar pula risiko yang

ditanggung pihak perusahaan, meskipun dalam keadaan dimana perusahaan dapat

dengan sangat baik mengelola hutangnya, maka dengan adanya hutang akan

memberikan kesempatan yang baik bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan

2.4.6 Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional

Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sering

disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen

bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan nasional.

Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi (Dendawijaya, 2003: 120).

Bank yang efisien dalam menekan biaya operasionalnya dapat mengurangi

kerugian akibat ketidakefisien bank dalam mengelola usahanya sehingga laba

yang diperoleh juga akan meningkat.

Rasio BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan

pendapatan operasional. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor

6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut:

BOPO = Biaya Operasional

Pendapatan Operasional x 100%

Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka

menjalankan aktivitas usaha pokoknya (biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya

pemasaran dan biaya operasi lainnya). Pendapatan operasi merupakan pendapatan

utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam

bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya.

BOPO juga menunjukkan efektivitas bank, semakin kecil BOPO

menunjukkan semakin efektif bank dalam menjalankan aktivitas usahanya

sekaligus kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Bank yang

bank yang kurang sehat adalah bank yang memiliki rasio BOPO-nya lebih dari 1

(satu). Rasioyang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank

dalammenekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya

yangdapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam

mengelolausahanya (SE. Intern BI, 2004).

Bank Indonesia menetapkan rasio BOPO baik apabila dibawah 90%,

Apabila rasio BOPO melebihi 90% hinggamendekati angka 100% maka bank

tersebut dapat dikategorikan tidak efisiendalam menjalankan operasinya.

Dokumen terkait