BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui : 1. Efektivitas Jahe Merah sebagai bahan antiinflamasi.
2. Proses pemilahan bahan aktif Jahe Merah untuk diuji secara individual terhadap bakteri untuk mengetahui bahan aktif yang paling efektif.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan nilai KBM terbaik antara konsentrasi 12,5 – 25%.
4. Akan lebih baik apabila dapat disediakan alat inkubator CO2 di Laboratorium Biologi Oral (FKG USU) dan Laboratorium Mikrobiologi (FK USU), sehingga untuk penelitian pada bakteri anaerob selanjutnya dana peneliti yang dikeluarkan dapat lebih efektif hanya sebagai biaya penelitian dan bukan untuk biaya akomodasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Fusobacterium nucleatum 2.1.1 Karakteristik umum
Bakteri oral Gram negatifFusobacteriumnucleatum, sering diisolasi dari plak dental supragingiva dan subgingiva manusia, dan telah ditetapkan sebagai etiologi penyakit periodontal.6Bakteri ini adalah spesies yang paling umum diisolasi dari infeksi ekstra oral dan abses meliputi darah, otak, liver, abdomen dan saluran genital. Bukti terbaru juga menunjukkan bahwa Fusobacterium nucleatum dihubungkan dengan meningkatnya risiko kelahiran bayi prematur.15Bakteri ini juga dapat menyebabkan apendisitisakut, dan bahkan tumor usus.16
Fusobacterium nucleatum adalah spesies dari genus Fusobacterium yang berasal dari famili Bacteroidaceae. Nama Fusobacterium diambil dari asalnya yaitu fusus: sebuah poros, dan bacterion: sebuah tangkai. Apabila digabungkan, maka pengertiannya adalah sebuah tangkai berbentuk poros.Istilah nucleatum berasal dari penampakan nukleasi yang frekuentif pada preparasi mikroskop cahaya dan elektron yang merupakan granul intraselulernya.17 Fusobacterium nucleatum adalah bakteri non spora, non motil, dan Gram negatif.Kebanyakan sel memiliki panjang 5 sampai 10 µm dan memiliki ujung yang tajam.Bakteri ini merupakan anaerob, namun tumbuh dengan keberadaan 6% oksigen.Bakteri ini memproduksi asam butirat sebagai bahan utama fermentasi glukosa dan pepton, beserta lemak, yang membedakan Fusobacterium dari bakteri anaerob Gram negatif lainnya.18
Menurut taksonominya, Fusobacterium nucleatum diklasifikasikan berdasarkan :
Kingdom : Bacteria Filum : Fusobacteria Famili : Bacteriodacceae Genus : Fusobacterium
Spesies : Fusobacterium nucleatum6
Gambar 1. Fusobacterium nucleatum6 2.1.2 Faktor Virulensi
Virulensi dari Fusobacterium nucleatum paling utama dikarenakan kemampuan adhesif yang menghubungkan patogen periodontal dan sel pejamu pada awal mula penyakit periodontal. Beberapa faktor virulensi dari Fusobacterium nucleatum antara lain:
1. RadD dan FomA
Dua adhesin, RadD dan FomA, adalah membran protein terluar yang memegang peranan interaksi interspesies dan sel pejamu. Protein ini dihubungkan dengan perkembangan biofilm karena memfasilitasi koagregasi Fusobacterium nucleatum dan bakteri lainnya seperti P. gingivalis. Suatu penelitian terbaru mendemonstrasikan tikus percobaan dengan periodontitis yang diinduksi suspensi bakteriP. gingivalis dan Fusobacterium nucleatum. Kemudian tikus percobaan ini diberikan antibodi anti-FomA dan pemberian ini menunjukkan reduksi signifikan
pembentukan abses dan pembengkakan gingiva. FomA dapat dijadikan target potensial untuk vaksin penyakit periodontal.19
2. FadA
Sebuah adhesin baru yaitu FadA, terlibat dalam perlekatan dan invasi ke sel pejamu pada Fusobacterium nucleatum.20
FadA memiliki dua bentuk.Jenis pertama adalah pre-FadA non-sekresi yang mengandung 129 asam amino dan terhubung dengan membran bagian dalam.Kedua adalah mFadA yang mengandung 111 asam amino dan dapat dengan mudah dipisahkan dari bakteri dengan pencucian. Pre-FadA dan mFadA bergabung dan membentuk agregat dengan berat molekul tinggi, yang diperlukan dalam perlekatan dan invasi ke sel pejamu.20
3. Produksi Interleukin-8 (IL-8) dan Interleukin-1 (IL-1)
Selain penetrasi bakteri ke dalam jaringan, karakteristik lain yang penting dalam infeksi periodontal yaitu inflamasi, suatu keadaan dimana terjadi infiltrasi neutrofil ke jaringan terinfeksi. Produksi yang terus-menerus dari sitokin proinflamasi, seperti IL-8, penting dalam perkembangan infeksi periodontal dan kerusakan jaringan. Pada penelitian Han dkk, ditemukan bahwa Fusobacterium nucleatum, merupakan stimulator terkuat dalam produksi IL-8 dibandingkan dengan 6 bakteri penyebab periodontal lainnya (2 diantaranya merupakan bakteri utama dalam periodontal, yaitu P. gingivalis dan P. intermedia), sementara P. gingivalis merupakan stimulator terlemah.16
Substansi biologis aktif yang dikeluarkan sel makrofag Fusobacterium nucleatum, misalnya IL-1, memiliki banyak aktivitas, seperti stimulasi proliferasi limfosit dan aktivasi sel B. Penelitian menemukan bahwa IL-1 menstimulasi resorpsi tulang pada kultur organ tikus yang di produksi oleh makrofag peritoneal tikus. Penemuan ini menunjukkan bahwa Fusobacterium dapat berperan dalam kehilangan tulang alveolar pada penyakit periodontitis kronis.20
4. Lipopolisakarida (LPS)
Lipopolisakarida (LPS), suatu komponen sel dinding bakteri yang merupakan karakteristik bakteriGram negatif, adalah suatu pola molekular yang
merepresentasikan patogen sebuah bakteri yang menyebabkan sel mamalia mengenali invasi bakteri dan memicu respon kekebalan imun bawaan.21Lipopolisakarida terdiri dari lipid A, antigen O, dan oligosakarida.22Bagian polisakarida dari LPS memberikan proteksi pada bakteri seperti mencegah serangan komplemen.21
Lipopolisakarida dapat mengaktivasi respon imun bawaan dengan menstimulasi Toll-like Receptor 4 (TLR 4), suatu protein sel yang dapat mengenali produk bakteri. Komponen ini dapat menyebabkan efek yang besar terhadap jaringan periodontal, termasuk makrofag, limfosit, fibroblas, dan osteoblas/osteoklas.22
5. Induksi Kolagenase-3 (MMP-13)
Kolagenase-3 dapat secara langsung membentuk poket gingiva saat seseorang terkena penyakit periodontal. Kolagenase-3 ini diinduksi oleh migrasi sel yang distimulasi Fusobacterium nucleatum. Migrasi sel ini dapat terjadi karena Fusobacterium nucleatum dapat melekat pada sel epitel dengan menghidupkan sinyal transduksi yang berhubungan dengan kelangsungan hidup dan migrasi sel.23
6. Induksi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)
Pada penelitian tentang patogen oral, selain menginduksi IL-8, Fusobacterium nucleatum juga dapat menginduksi TNF-α.16
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α)
adalah molekul yang berperan penting pada proses inflamasi, perkembangan sistem imun, apoptosis, dan metabolisme lipid. Molekul ini adalah sitokin profinflamasi yang dikeluarkan oleh makrofag dan dikenal atas perannya dalam periodontitis sebagai mediator kerusakan tulang. Mekanisme degradasi tulang yaitu TNF-α segera
menstimulasi formasi sel osteoklas dan mendegradasi jaringan ikat.24 2.1.3 Interaksi dengan Bakteri Lain
Fusobacterium nucleatum merupakan organisme penghubung yang dapat menghubungkan spesies bakteri komensal dan spesies bakteri yang berkolonisasi di akhir termasuk patogen perioodontal.Faktor virulensi berupa multi-adhesin yang dimiliki Fusobacterium nucleatum sangat berkontribusi terhadap komunitas polimikrobial pada kavitas oral.Bakteri koloni awal seperti spesies Streptococcus, A. naeslundii dan Veillonella parvula berikatan dengan F. Nucleatum.Sementara adhesin lainya mengikat bakteri patogen periodontal seperti Porphyromonas
gingivalis, A. Actinomycetemcomitans dan Treponema denticola. Sementara bakteri Tannerella forsythia yang dihubungkan dengan periodontitis agresif dan kronis, menggunakan glikoprotein pada permukaan selnya sebagai adhesin untuk melekat kepada F. nucleatum.25
2.2 Jahe Merah
Jahe merah memiliki rimpang kecil berwarna putih kekuningan dan seratnya kasar.Jahe jenis ini umumnya dibudidayakan untuk diambil minyak atsirinya.Rimpang Jahe ini mengandung minyak atsiri, pati, resin, asam-asam organik, asam malat, asam oksalat dan gingerol. Jahe merah yang disebut Jahe emprit ini mempunyai rasa yang sangat pedas dan aromanya tajam, sering digunakan sebagai obat dengan kandungan minyak atsiri 2,58-2,72%.26
Secara taksonomi, Jahe merah diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Pteridophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Scitamineae Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roscoe var. Rubrum27
2.2.1 Habitat
Habitat Jahe dapat tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0-1,700 m di atas permukaan laut.Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya.Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25-30°C.Hasil rimpang yang baik diperoleh dengan tanah gembur sehingga memberi kesempatan akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan.28
2.2.2 Morfologi Tanaman
Secara morfologi, tanaman Jahe terdiri atas akar, rimpang, batang, daun, dan bunga. Perakaran tanaman Jahe merupakan akar tunggal yang semakin membesar seiring dengan umurnya, hingga membentuk rimpang serta tunas-tunas yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Batang tanaman Jahe merupakan batang semu yang tumbuh tegak lurus.Batang ini terdiri atas seludang-seludang dan pelepah daun yang menutup batang. Bagian luar batang licin dan mengkilap, serta mengandung banyak air.29
Daun tanaman Jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai rumput-rumputan besar. Ukuran panjang daun sekitar 5-25 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Bagian ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun mati, pangkal daun tetap hidup dalam tanah. Jika cukup tersedia air, bagian pangkal daun ini akan ditumbuhi tunas dan menjadi rimpang yang baru.29
Bunga tanaman Jahe terletak pada ketiak daun pelindung. Bentuk bunga bervariasi: panjang, bulat telur, lonjong, runcing atau tumpul. Bunga berukuran panjang 2-2,5 cm dan lebar 1-1,5 cm.29
2.2.3. Kandungan Nutrisi
Jahe segar mengandung 80.9% uap, 2.3% protein, 0.9% lemak, dan 1.2% mineral. Amaldehid adalah komponen baru yang ditemukan pada ekstrak Jahe.Bagian rimpangnya mengandung diterpene dan serat gingerglycolipid A, B dan C18, gingerone, dan lainnya.Kandungan mineral dalam Jahe yaitu zat besi, kalsium dan
fosfor.Jahe juga mengandung vitamin seperti thiamin, riboflavin, niasin dan vitamin C. Komposisinya bervariasi tergantung pada tipe, varietas, kondisi agronomi, metode pengekstrakan, pengeringan dan kondisi penyimpanan.30
2.2.4Komponen Kimia
Bahan metabolit kimia Jahe merah terdiri dari komponen menguap (dapat diesktrak dengan cara distilasi) dan komponen tidak menguap, yang memiliki efek pedas. Komponen menguap dari Jahe yaitu minyak Jahe yang didapatkan dengan distilasi bahan Jahe kering.Minyak Jahe ini dikarakteristikkan dengan proporsi sesquiterpene hydrocarbons yang tinggi dan sangat sedikit monoterpene hydrocarbons dan komponen teroksigenasi.Sesquiterpene hydrocarbons utama terdiri dari komponenzingiberene, ar-curcumene, β-bisabolene, (-)-β-sesquiphellandrene dan (E,E)-α-farnesenes.31
Sementara komponen tidak menguap merupakan komponen bioaktif yang meliputi gingerol, shogaol, zingerone dan paradol. Komponen tidak menguap yang paling banyak adalah gingerol, yang juga banyak mengandung komponen bioaktif seperti diarylheptanoids, 3-dihydroshogaols dan turunan metil ester lainnya.32
Komponen gingerol yang terbanyak yaitu [6]-gingerol, lalu diikuti 8- dan 10-gingerol dengan konsentrasi yang lebih rendah. Ketika terkena pemanasan atau alkali, gingerol berubah menjadi shogaol dan/atau menjadi zingeronedengan proses dehidrasi. Selain memiliki efek antibakteri, shogaol memiliki rasa pedas yang lebih besar dibandingkan dengan gingerol.31
Para peneliti di University of Arizona juga telah mempublikasikan komponen lainnya yang berkaitan dengan gingerol. Komponen tersebut yaitu paradols, dihydroparadols, turunan acetyl dari gingerol, 3-dihydroshogaols, gingerdiols, mono- dan turunan diacetyl dari gingerdiols, 1-dehydrogingerdiones, diarylheptanoids, methyl [8]-paradol, methyl [6]-isogingerol, methyl [4]-shogaol, [6]- isoshogaol, 6-hydroxy-[8]-shogaol, 6-hydroxy-[10]-shogaol, 6-dehydro-[6]-gingerol, three 5- methoxy-[n]-gingerols (n = 4, 8 and 10), 3-acetoxy-[4]-gingerdiol, 5-acetoxy-[6]-gingerdiol, diacetoxy-[8]-5-acetoxy-[6]-gingerdiol, methyl diacetoxy-[8]-5-acetoxy-[6]-gingerdiol, 5-acetoxy-3-deoxy-[6]-gingerol, 1-hydroxy-[6]-paradol dan lain-lain.33
Gambar 3. Komposisi kimia Jahe34 2.3Efek Farmakokinetik Jahe Merah
2.3.1 Efek Antibakteri
Minyak Jahe dan oleoresin Jahe menunjukkan aktivitas antioksidan dan antibakteri yang signifikan.6-Dehydroshogaol, 6-shogaol dan 1-dehydro-6-gingerdione memperlihatkan daya hambat yang baik terhadap sintesis nitrogen oksida (NO) pada makrofag yang diaktivasi.35 Produksi berlebihan metabolit NO berkontribusi terhadap metabolisme bakteri. Pada penelitian dengan menggunakan metabolit dan analog gingerol dan shogaol stabil pada sistem makrofag, ditemukan bahwa kedua komponen ini menghambat produksi NO.34
Kandungan minyak atsiri pada Jahe merah memiliki efek antibakteri yang kuat.Mekanisme penghambatan dan perusakan bakteri oleh minyak atsiri baik tunggal maupun kombinasi sangat bervariasi tergantung kandungan senyawa aktif dan konsentrasinya.Minyak atsiri dari tanaman umumnya dapat menyusup ke lapisan lipid membran sel bakteri, sehingga menyebabkan membran menjadi lebih permiabel, dan terjadi kebocoran komponen sel vital.Selain itu, minyak atsiri juga dapat mengubah
struktur dan fungsi sel bakteri. Kehilangan permeabilitas sel bakteri diidentifikasi sebagai kematian sel.36
Selain itu, kandungan tanin dan alkaloid pada Jahe merah juga berperan sebagai antibakteri.Tanin merupakan komponen zat organik kompleks dalam bentuk senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam dan memiliki kemampuan untuk merusak sel bakteri.30Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang memiliki sifat antibakteri. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan mengganggu pembentukan komponen peptidoglikan dinding sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel yang terbentuk tidak sempurna dan bakteri menjadi lisis.37
2.3.2Efek Antiinflamasi Jahe Merah
Jahe menunjukkan peran vital dalam menghambat sintesis sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, TNF-α, dan IL-8. Selain itu, kandungan gingerol, shogaol, dan substansi mirip lainnya dalam oleoresin juga menghambat COX dan 5-lipoksigenase, yang penting dalam metabolisme arakidonat dan mengurangi induksi gen inflamasi.38
Jahe menghambat TNF-α, dan secara tidak langsung juga menghambat aktivasi jalan sinyal NFκB, seperti translokasi NFκB ke nukleus, yang dapat
mencegah terjadinya metastasis dan angiogenesis. Kandungan gingerol dan 6-paradol memiliki aktivitas antiinflamasi yang kuat dibuktikan dengan terhambatnya produksi TNF-α pada tikus dengan hepatoma.39
2.4 Pengujian Laboratorium untuk Mengetahui Sensitivitas Antibakteri
Daya agen antibakteri terhadap organisme dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Metode yang dapat mengukur sensitivitas antibakteri secara kualitatif adalah disc diffusion tests, sedangkan secara kuantitatif ialah dengan menguji atau menghitung Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). 40
Uji in vitro ini mengindikasikan apakah konsentrasi terapeutik yang ada
merupakan dosis standar dalam menghambat organisme.Hasil uji ini hanya dapat menggambarkan aktivitas obat secara in vitro, sedangkan efeknya secara in vivo tergantung pada beberapa faktor seperti kemampuan obat untuk mencapai daerah infeksi dan status imun pejamu. 40
Disc diffusion test merupakan metode yang paling sering digunakan dalam menguji sensitivitas suatu agen antibakteri. Pada metode ini, isolat yang akan diuji dibiakkan di suluruh permukaan agar plate kemudian diletakkan beberapa disc yang sudah mengandung agen yang akan diuji. Setelah didiamkan selama satu malam dalam suhu 37o C, zona hambat yang terbentuk pada tiap disc diukur.40
Dalam menetapkan KHM dan KBM, potensi antibiotik dapat diperkirakan secara kuantitatif. Metode yang digunakan adalah tube dilution technique, yaitu menggunakan beberapa tabung reaksi yang berisi cairan nutrisi yang cocok dengan organisme yang akan diuji. Kemudian organisme disuntikkan ke dalam cairan tersebut dan diinkubasi selama 24 jam.Kadar Hambat Minimum merupakan konsentrasi terendah suatu agen yang dapat menghambat pertumbuhan organisme secara in vitro.Setelah didapatkan KHM, setiap tabung yang terlihat jernih disubkultur di media agar padat untuk dapat ditentukan KBM. Konsentrasi terendah dimana tidak terjadi pertumbuhan bakteri setelah subkultur merupakan KBM.40
2.5 Kerangka Teori
Jahe Merah Antibakteri & Antiinflamasi
Kimia Perawatan Penyakit Periodontal
Plak Bakteri
Gingerol & Shogaol
• Menghambat produksi NO • Menghambat COX dan 5-lipoksigenase Mekanis
• Merusak lapisan sel bakteri
• Mengubah struktur dan fungsi sel bakteri
Minyak Atsiri Tanin & Alkaloid
• Merusak membran sel bakteri • Mengganggu pembentukan komponen peptidoglikan dinding sel bakteri
Patogen Periodontal & Inflamasi ↓
2.6 Kerangka Konsep
Variabel Bebas:
Ekstrak Jahe merah dengan pelarut etanol (100%,50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%)
Variabel Terikat: Pertumbuhan bakteri
Fusobacteriumnucleatum pada media Nutrient Agar (NA) dengan pengukuran nilai KHM dan KBM
Variabel Terkendali: a. Asal Jahe merah
b. Konsentrasi etanol yang digunakan (96%) c. Cara ekstraksi
d. Suspensi Fusobacterium nucleatum ATCC 25586 e. Media pertumbuhan Nutrient
Agar (NA)
f. Suhu yang digunakan untuk menumbuhkan
Fusobacterium nucleatum (37oC)
g. Cara pengeringan h. Waktu pengeringan
i. Waktu pengamatan bakteri
Variabel Tak Terkendali: a. Keseragaman kondisiJahe
merah
b. Pola pemeliharaan Jahe merah
c. Lama penyimpanan Jahe merah
d. Lama pengiriman dan suhu saat pengiriman rimpang Jahe merah ke laboratorium
e. Lingkungan tempat Jahe merah ditanam
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Penyakit periodontal merupakanpenyakit klinis akibat proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya kehilangan perlekatan, kehilangan tulang pendukung alveolar, dan apabila tidak dilakukan perawatan, dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal adalah salah satu penyakit paling umum pada rongga mulut dan merupakan faktor utama penyebab kehilangan gigi pada orang dewasa.Secara umum, penyakit periodontal terbagi dua yaitu gingivitis dan periodontitis.1
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa setidaknya 10-15% populasi dunia menderita periodontitis parah(≥6 mm).2 Berdasarkan hasil Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 2011, prevalensi penyakit periodontal mencapai 60% pada masyarakat di Indonesia.3 Pada tahun 2004, Situmorang N melaporkan prevalensi penyakit periodontal sebesar 96,58% dan 85,18% membutuhkan perawatan skeling pada pemeriksaan 360 responden di dua kecamatan kota Medan.4
Etiologi penyakit periodontal adalah plak bakteri, produk mikrobial, dan respon imun pejamu.Salah satu bakteri yang paling banyak diteliti berkaitan dengan penyakit periodontal adalah Fusobacterium nucleatum. Berdasarkan penelitian Byrne dkk, dari 37 pasien dengan periodontitis kronis, Fusobacterium nucleatum ditemukan pada 36 orang dan terdapat 94 dari 108 area pada rongga mulut tempat ditemukannya Fusobacterium nucleatum. Fusobacterium nucleatum juga menduduki 21% dari total bakteri yang ada di sampel plak.5
Bakteri ini berasal dari famili Bacteroidaceae dan merupakan mikroorganisme dominan pada periodonsium. Bakteri ini adalah bakteri anaerob dengan filum Fusobacteria, yang dominan pada biofilm plak dental dan berperan penting pada ekologi biofilm dan penyakit infeksius manusia.6
Karakteristik virulensi bakteri ini adalah interaksi fisik antara spesies Gram negatif dan Gram positif yang penting dalam kolonisasi biofilm dan berkontribusi untuk menyediakan suasana yang menunjang kehidupan bakteri anaerob lain yang tidak tahan oksigen agar dapat menginvasi.6MeskipunFusobacteriumnucleatum danbakteri patogen periodontal lain, Porphyromonasgingivalis, merupakan bakteri anaerob, namun keduanya memiliki toleransi yang berbeda terhadap keberadaan oksigen. Porphyromonas gingivalis sangat sensitif terhadap oksigen, sedangkan Fusobacterium nucleatum dapat mentoleransi oksigen sampai 20%.7
Area kolonisasi primer Fusobacterium nucleatum pada manusia adalah rongga mulut. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob Gram negatif yang banyak terdapat pada plak subgingiva dan juga dapat diisolasi dari jaringan periodontal yang sehat.8 Pada penelitian Bayinganadkk, ditemukan bahwa Fusobacterium nucleatum merupakan bakteri dengan prevalensi tertinggi di antara bakteri patogen periodontal lainnya yaitu sebesar 86,2%, diikuti oleh Aggregatibacter actinomycetemcomutans dan Prevotella intermedia sebesar 74% dan 73,5%.9
Meskipun metode kontrol plak mekanis memiliki potensi untuk mempertahankan level higiena oral yang adekuat, pengalaman klinis dan studi populasi menunjukkan bahwa metode tersebut tidak selalu dilakukan seperti yang seharusnya oleh sebagian besar orang. Oleh karena itu, beberapa zat kemoterapik disarankan untuk digunakan sebagai kontrol plak yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kontrol kebersihan sehari-hari. Ketertarikan pada tumbuhan dengan aktivitas anti bakteri dan anti inflamasi semakin meningkat untuk mengatasi konsekuensi penyalahgunaan zat kemoterapik yang menyebabkan resistensi obat.10
Salah satu tanaman yang memiliki aktivitas anti bakteri dan anti inflamasi adalah Jahe.Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah salah satu bumbu dapur yang sudah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat.Sebagai bumbu dapur, rimpang Jahe digunakan untuk mengolah masakan. Pemakaian Jahe sebagai tanaman obat semakin berkembang dengan pesat seiring dengan mulai berkembangnya pemakaian bahan-bahan alami untuk pengobatan.11
Berdasarkan aroma, warna, bentuk, dan besarnya rimpang dikenal tiga jenis Jahe, yakni Jahe gajah atau Jahe badak; Jahe kecil atau Jahe emprit; dan Jahe merah atau Jahe sunti. Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis lainnya terutama jika ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam rimpangnya. Pada rimpang Jahe merah terkandung zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri (2.58-2,72%) yang tinggi, sehingga lebih banyak digunakan sebagai bahan baku obat.11 Komponen gingerol pada Jahe merah merupakan turunan dari senyawa fenol yang memiliki kemampuan untuk merusak membran sel bakteri dan mengkoagulasi protein bakteri sehingga bakteri akan mengalami kematian.12
Penelitian Arash dkk menguji efek antibakteri ekstrak Jahe terhadap Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis dan didapatkan KHM sebesar 0,002% dan 0,03% dan KBM sebesar 0,004% dan 0,06%.13 Kartika dkk menemukan bahwa ekstrak segar rimpang Jahe merah memiliki rerata daya hambat yang paling tinggi diantara enam rimpang Jahe-Jahean lainnya terhadap mikroba uji Staphylococcus aureus ATCC 25923, Eschericia coli ATCC 25922, dan Candida
albicans ATCC 10231 dengan diameter hambat 15,83mm; 15,33mm; dan 9,83mm.14
Berdasarkan kandungan yang ada pada Jahe merah tersebut, penulis merasa tertarik dan perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Efektivitas ekstrak Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum secara in vitro”.
1.2Rumusan Masalah
Bagaimanakah aktivitas antibakteri ekstrakJahe merah terhadap bakteri Fusobacterium nucleatum berdasarkan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM)?
1.3Tujuan Penelitian
Menentukan aktivitas antibakteri ekstrak Jahe merah berdasarkan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap bakteriFusobacterium nucleatum.
1.4Hipotesis
Ekstrak Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe var. Rubrum) memiliki aktivitas antibakteri terhadap Fusobacterium nucleatum.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan bahan herbal Jahe merah yang dapat dijadikan sebagai alternatif antibakteri yang dapat membantu keberhasilan suatu perawatan periodontal.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar untuk penelitian selanjutnya.
ABSTRAK Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2016
Nathania
Efektivitas Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) terhadap Bakteri Fusobacterium nucleatum secara In Vitro
xi + 43 halaman
Jahe merah memiliki efek antibakteri dan antiinflamasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan minyak atsiri, gingerol, dan tanin di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM) dari ekstrak jahe merah terhadap Fusobacterium nucleatum. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuasi eksperimental laboratorium post test only control group design dan dilaksanakan secara in vitro. Sampel yang digunakan yaitu sampel Fusobacterium nucleatum (ATCC 25586) yang dibiakkan dalam media Nutrient Agar (NA). Jumlah sampel yang digunakan yaitu 27 sampel dengan perulangan 5 kali. Pengujian efektivitas ekstrak jahe merah terhadap Fusobacterium nucleatum dilakukan dengan metode dilusi cair dan dilusi padat. Proses pengamatan dilakukan secara visual dengan bantuan 3 pengamat. Hasil