• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

6.2 Saran

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri pasien ODHA di RSUP H. Adam Malik Medan berada pada kategori sedang (Medium self-esteem) dan interaksi sosial ODHA berada pada kategori baik yang berarti bahwa responden memiliki interaksi sosial yang baik. Terdapat hubungan yang signifikan antara harga diri dengan interaksi sosial ODHA dengan kekuatan hubungan lemah dan arah hubungan yang positif. Peningkatan harga diri yang dimiliki oleh ODHA memiliki peranan yang penting dalam interaksi sosialnya, semakin meningkat harga diri ODHA maka semakin baik pula interaksi sosialnya.

6.2 Saran

6.1.1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian diharapkan sebagai informasi tambahan untuk persiapan materi penyuluhan khususnya mengenai aspek psiko-sosial ODHA, yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan keluarga dan komunitas.

6.1.2 Bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian diharapkan kepada tenaga profesi keperawatan sebagai masukan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis dan sosial ODHA sehingga dapat memberikan informasi yang tepat dalam pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan.

68 6.1.2. Bagi penelitian keperawatan selanjutnya

Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan penelitian selanjutnya dengan menggunakan teknik pengambilan data observasi dan jumlah responden yang lebih banyak dan perlu diteliti mengenai faktor-faktor pelayanan asuhan keperawatan ODHA terhadap peningkatan kualitas hidup ODHA.

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep HIV/AIDS

2.1.1 Definisi HIV/AIDS

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, merupakan penyakit lain (infeksi oportunitik) dan dapat berlangsung lama/bertahun-tahun tanpa memberikan gejala. Infeksi oportunistik adalah infeksi yang umumnya tidak berbahaya pada orang dengan tubuh normal namun dapat berakibat fatal pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS) karena sistem kekebalan tubuhnya lemah. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodefeciency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang di dapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang di sebabkan oleh virus HIV. HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Slyvia & Wilson, 2005) dalam (Indah, 2013).

HIV adalah virus dan seperti kebanyakan virus, HIV memerlukan sel inang untuk memperbanyak diri guna melakukan replikasi dan bertahan hidup. HIV diklasifikasikan sebagai retrovirus, yaitu virus asam ribonukleat (RNA) (French, 2015).

AIDS (Acquired Imune Deficiency Syndrome) atau Sindrom Kehilangan Kekebalan Tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang

9

menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Djoerban, 2000).

AIDS adalah sindrom atau kumpulan gejala yang disebabkan oleh HIV yang mudah menular dan mematikan. Virus tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh, dengan akibat turunnya/hilangnya daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terjangkit dan meninggal karena penyakit infeksi, keganasan dan lain-lain (Hermawan, 2006).

Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Imune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit yang terjadi akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus dari golongan retrovirus, yaitu virus asam ribonukleat (RNA).

2.1.2 Transmisi HIV/AIDS

HIV bukan fenomena yang terjadi secara alamiah, virus ini ditransmisikan dari mana pun agar seseorang dapat terinfeksi. Transmisi HIV dapat terjadi baik melalui kontak seksual, via darah atau produk darah, atau dari ibu ke bayinya.

a. Kontak seksual – Sebagian besar infeksi HIV terjadi melalui hubungan intim tanpa pelindung. HIV terdapat pada semen, pre-cum, cairan vagina, dan darah haid. Selama berhubungan intim tanpa pelindung dengan pasangan yang terinfeksi, HIV dapat berpindah dari satu orang ke orang lain melalui kontak

10

dengan membran mukosa. Seperti melalui hubungan seksual anal dan vaginal tanpa pelindung, HIV dapat ditransmisikan juga melalui seks oral tanpa pelindung meskipun beberapa bukti menyatakan bahwa metode ini berisiko lebih kecil untuk mengalami infeksi. Beberapa faktor tertentu akan membuat transmisi HIV lebih memungkinkan, contohnya, jika seorang individu sudah mengalami SAI, seperti klamidia, ia lebih rentan terhadap infeksi (French, 2015). Dalam Hermawan (2006) disebutkan juga bahwa kontak dengan menggunakan mulut, hubungan seksual menggunakan kondom, ciuman mulut dengan mulut, dan ciuman mulut dengan kelamin dapat memberikan risiko penularan HIV.

b. Kontak darah dengan darah – HIV terdapat di dalam darah, setiap kontak dengan darah yang terinfeksi HIV berpotensi menyebabkan infeksi. Metode infeksi yang paling umum adalah melalui berbagai peralatan injeksi di antara pengguna obat terlarang yang diinjeksikan. Saat ini, infeksi HIV jarang terjadi melalui tranfusi darah karena semua darah yang didonasikan untuk tranfusi di Inggris sudah diperiksa untuk HIV dan pemeriksaan tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1985. Infeksi HIV melalui luka akibat jarum injeksi jarang terjadi dan hanya terjadi pada sekitar kurang dari 1% individu. c. Transmisi ibu ke anak – HIV dapat ditularkan ibu ke bayinya,

11

Semua ibu hamil ditawarkan dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan HIV karena jika HIV dikonfirmasi selama kehamilan, medikasi dapat diberikan ke ibu untuk mengurangi risiko infeksi HIV ditransmisikan ke janin.

Risiko transmisi bergantung juga pada jenis pajanan dan daya infeksi pasien yang menjadi sumbernya. Risiko transmisi melalui hubungan intim diperkirakan sekitar 0,2% (1 dalam 500) (Varghese et al., 2002).

2.1.3 Gambaran klinis HIV/AIDS

Menurut French (2015) gambaran klinis terkait infeksi HIV adalah a. Dugaan infeksi primer dengan penyakit serokonversif (proses, setelah pajanan terhadap agens penyebab penyakit, perubahan darah dari penanda serum yang negatif menjadi positif untuk penyakit yang spesifik).

b. Setiap manifestasi yang tidak lazim dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri, fungal, virus: infeksi tuberkulosis; dugaan Pneumocystis jiroveci pneumonia (PCP); atau dugaan oksoplasmosis serebral.

c. Ulserasi genital persisten.

d. Tumor yang tidak lazim, contohnya, limfoma serebral, limfoma non-Hodgkin, atau sarkoma Kaposi.

12

f. Masalah kulit yang tidak biasa, seperti dermatitis seboreik berat, psoriasis atau moluskum kontagiosum, herpes zoster kambuhan atau herpes zoster pada individu berusia muda. g. Limfadenopati umum (generalised lymphadenopathy, PGL)

persisten atau limfoedema yang tidak dapat dijelaskan.

h. Masalah neurologis mencakup neuropati perifer atau tanda fokal yang disebabkan oleh lesi intra serebral yang memenuhi ruang.

i. Penurunan berat badan atau diare yang tidak dapat dijelaskan, keringat berlebihan di malam hari atau pireksia yang tidak diketahui penyebabnya (Rogstad et al., 2006).

Menurut Soedarto (2010) penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu

a. Penderita Asimtomatik, tanpa gejala, yang terjadi pada masa inkubasi yang berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya.

b. Persistent Generalized Lymphadenopathy (GPL) dengan gejala limfadenopati umum.

c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan sistem imun atau kekebalan.

d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali, splenomegali, dan kandidiasis oral yang

13

disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia misalnya Sarkoma Kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder.

Diagnosis HIV/AIDS dari gejala klinis khas HIV adalah sebagai berikut :

a. HIV stadium 1 : asimtomatis atau terjadi GPL (persistent generalized lymphadenopathy).

b. HIV stadium 2 : berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis rekuren.

c. HIV stadium 3 : berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis dengan sebab tak jelas lebih dari 1 bulan.

d. HIV stadium 4 : berat badan menurun lebih dari 10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun (AIDS). Untuk menentukan diagnosis pasti HIV/AIDS, virus penyebabnya dapat diisolasi dari limfosit darah tepi atau dari sumsum tulang penderita.

Menurut kriteria W.H.O gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala major dan 1 gejala minor. Gejala major :

a. berat badan menurun lebih dari 10%, b. diare kronis lebih dari 1 bulan,

14

c. demam lebih dari 1 bulan.

Gejala minor :

a. batuk lebih dari 1 bulan,

b. pruritus dermatitis menyeluruh,

c. infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks,

d. limfadenopati generalisata, e. kandidiasi mulut dan orofaring,

f. ibu menderita AIDS (kriteria tambahan untuk AIDS anak).

Untuk membantu menegakkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan serologi untuk menentukan antibodi terhadap HIV dengan uji ELISA, uji imunofluoresens, radioimmunoprecipitin assay dan pemeriksaan western blot.

2.1.4 Tahapan infeksi HIV/AIDS

Progresi penyakit HIV dibagi menjadi empat tahap utama, yaitu :

2.1.4.1 Primer

Individu yang terinfeksi HIV seringkali tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi karena mereka tidak menemukan atau mengalami gejala yang dapat diidentifikasi . beberapa orang akan mengalami kondisi sakit dalam periode pendek segera setelah mereka terinfeksi, kondisi ini disebut “penyakit serokonversi”

15

dalam tubuh, ketika kadar HIV mencapai angka tertinggi di dalam darah yang bersirkulasi. Pada saat ini, orang yang terinfeksi menjadi sangat infeksius.

a. Serokonversi

Gejala untuk penyakit serokonversi bersifat samar dan sering kali dideskripsikan sebagai gejala “seperti flu”. Umumnya, gejala mulai terjadi pada 2-6 minggu pasca-infeksi HIV dan akan terjadi sekitar 10-14 hari. Gejala dapat mencakup :

a. Demam dan rasa nyeri pada ekstremitas. b. Ruam berbercak merah pada tubuh bagian atas. c. Sakit tenggorok (faringitis).

d. Ulserasi pada mulut atau genital. e. Diare.

f. Sakit kepala berat.

g. Tidak dapat melihat cahaya.

Diperkirakan hingga 80% orang yang terinfeksi HIV akan mengalami beberapa gejala ini; namun beberapa gejala ini amat samar dan berkaaitan dengan penyakit minor lainnya; gejala ini tidak dikaitkan dengan infeksi HIV.

Gejala yang lebih jarang mencakup :

a. Meningitis. b. Paralisis.

16

Jika gejala yang jarang terjadi ini dialami atau jika gejala terjadi lebih dari yang diperkirakan, prognosisnya buruk. Tanpa medikasi antiretroviral, diagnosis AIDS cenderung dapat ditegakkan dalam 5 tahun.

2.1.4.2 Asimtomatik

Tahap infeksi asimtomatik disebut seperti itu karena orang yang terinfeksi HIV sering kali menunjukkan tanda infeksi yang tidak terlihat dan tidak adanya progresi penyakit pada tahap ini. Tahap infeksi HIV ini dapat berlangsung selama beberapa tahun.

Jika terdapat gejala-gejala tersebut, mayoritas dari individu akan mengalami pembengkakan kelenjar getah bening, yang disebut PGL. PGL adalah tanda dari tubuh yang mencoba melawan infeksi HIV dari pada tanda kerusakan pada sistem imun.

Walaupun individu dengan HIV tidak akan memiliki tanda-tanda infeksi yang kasat mata, terkadang terdapat kerusakan pada sistem imun mereka yang hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan darah spesifik. Pemeriksaan darah ini termasuk hitung sel CD4 dan pemeriksaan beban virus.

2.1.4.3 Simtomatik

Penelitian telah menunjukkan bahwa jika dibiarkan tanpa diterapi, HIV akan terus menerus menyerang sistem imun sel inang dan menyebabkan lebih banyak gangguan. Kecepatan terjadinya gangguan amat bergantung pada respons spesifim individu terhadap virus. Semakin parah imunosupresi maka individu akan

17

semakin rentan mengalami infeksi dan/atau tumor yang mengindikasikan infeksi HIV simtomatik.

a. Aksi spesifik HIV

Sebagian besar gejala yang terlihat pada individu yang terinfeksi HIV disebabkan oleh penurunan sistem imun dibanding aksi virus itu sendiri. Satu-satunya pengecualian dari kondisi tersebut adalah sindrom wasting HIV dan demensia HIV, yang disebabkan oleh aksi langsung HIV.

b. Infeksi oportunistik

Infeksi oportunistik adalah infeksi yang masih dapat dikendalikan oleh sistem imun yang sehat, tetapi setelah sistem imun mengalami gangguan akibat HIV; infeksi mengambil “kesempatan” untuk menimbulkan masalah dan menyebabkan kondisi sakit. Infeksi oportunistik yang paling sering terjadi di Inggris adalah Pneumocystis jiroveci (carinii) pneumonia. 2.1.4.4 AIDS

AIDS adalah diagnosis yang ditegakkan hanya jika kriteria medis tertentu telah ditemukan. Sebagai contoh, individu yang didiagnosis AIDS akan ditemukan kondisi oportunistik, seperti PCP atau Sarkoma Kaposi, dan mengalami imunosupresi yang nyata.

2.1.5 Pengobatan HIV/AIDS

Pengobatan infeksi HIV mutakhir adalah dengan antiretrovirus (ARV) yang sangat aktif (Highly Active Antiretroviral Therapy, HAART)

18

yang menggunakan protease inhibitor, berupa kombinasi sedikitnya 3 ARV berasal dari sedikitnya 2 jenis / kelas yang berbeda. Kombinasi ARV yang umum digunakan adalah NRTI (nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor), dengan protease inhibitor atau dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Penerapan HAART meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan umum penderita HIV, menurunkan dengan drastis angka kesakitan dan angka kematian HIV.

Pada prinsipnya ARV harus diberikan segera sesudah diagnosis HIV ditegakkan.

Tabel 2.1. Obat antiretroviral (NRTI) yang telah disetujui FDA

Singkatan Nama Generik Nama Dagang Cara Pemberian

3TC Lamivudine Epivir Dengan atau tanpa makanan

ABC Abacavir Ziagen Dengan atau tanpa makanan

AZT/ZDT Zidovudine Retrovir Dengan atau sesudah makan

D4T Stavudine Zerit Dengan atau tanpa makanan

DdC Zalcitabine Hivid Dengan atau sesudah makan

Ddl Didanosine Videx Berikan 30 menit sebelum makan; hindari alkohol

19

Tabel 2.2. Obat antiretroviral (NNRTI) yang disetujui FDA

Singkatan Nama Generik Nama Dagang Cara Pemberian

DLV Delavirdine Rescriptor Dengan atau tanpa

makanan

EFV Efavirenz Sustiva/Stocrin Berikan waktu lambung dalam keadaan kosong

ETR Etravirine Intelence Berikan bersama makanan

NVP Nevirapine Viramune Dengan atau tanpa

makanan

(Sumber : Soedarto, 2010)

Tabel 2.3. Protease Inhibitor yang disetujui FDA

Singkatan Nama Generik Nama Dagang Cara Pemberian

APV Amprenavir Agenerase Dengan atau tanpa

makanan

Hindari makanan berlemak

FOS-APV Fosamprenavir Lexiva

Telzir

Dengan atau tanpa makanan

20

2.1.6 Pencegahan HIV/AIDS

Tidak ada vaksin untuk mencegah HIV atau AIDS. Pencegahan hanya dapat dilakukan dengan menghindari kontak dengan virus yang berasal dari penderita baik secara langsung maupun tidak langsung melalui barang-barang yang tercemar dengan bahan inefektif berasal dari penderita HIV.

Petugas yang telah kontak dengan virus diberikan perawatan antiretrovirus secara langsung (post exposure prophylaxis, PEP). Untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di masyarakat harus dilakukan upaya mencegah paparan HIV yang terjadi melalui tranfusi darah, persalinan, penularan dari ibu ke anak, penggunaan jarum suntik bersama, hubungan seksual baik yang heteroseksual maupun homoseksual atau perilaku seksual lainnya.

2.1.7 Dampak Psikologis Akibat HIV

HIV adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan yang memiliki potensi untuk mengancam jiwa, karenanya orang yang terinfeksi HIV sering kali mengalami dampak psikologis yang membahayakan. Setelah seseorang didiagnosis positif mengalami HIV, mungkin hidupnya akan berjalan pada jalur yang berbeda dari rencana atau ekspektasi sebelumnya. Orang yang terinfeksi HIV mengalami berbagai macam kehilangan, seperti kehilangan kesehatan, teman, status sosial, pendapatan, dan ekspektasi hidup yang direncanakan.

21

Selama progresi HIV, individu memerlukan bertahun-tahun untuk memahami mengapa mereka terinfeksi, dapatkah mereka mencegahnya, kapan waktu yang tepat untuk memberi tahu tentang kondisinya saat ini ke orang lain, siapa yang harus mereka beri tahu karena orang tersebut berisiko terinfeksi, dan apa yang akan terjadi pada dirinya di masa depan. Bagi beberapa orang, diagnosis HIV dapat serupa dengan diagnosis kanker, seperti yang dijelaskan Elizabeth Kubler-Ross (1969) dalam siklus berdukanya-penyangkalan dan isolasi, kemarahan, penerimaan, tawar-menawar , depresi, dan akhirnya penerimaan (French, 2015).

Selanjutnya, seiring progresi HIV, individu harus menghadapi kondisi sakit. Bagi beberapa orang, kondisi sakit ini berarti hilangnya kendali terhadap tubuh yang dapat menyebabkan rasa tidak memiliki kendali terhadap hidupnya. HIV menjadi musuh dan orang yang terinfeksi HIV melaporkan bahwa mereka merasa disiksa oleh virus (Schonnesson and Ross, 1999) dalam (French, 2015).

2.2 Konsep harga diri

2.2.1 Definisi harga diri

Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga diri atau rasa kita tentang nilai-diri; rasa ini adalah suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau mempertahankan diri. Harga diri adalah tinggi rendahnya penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri menurut status pribadi yang dilihatnya secara subyektif dan diekspresikan lewat sikap individu tersebut terhadap dirinya sendiri (Karima, 2004).

22

Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten, dan bernilai. Orang dengan harga diri rendah seiring merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas. Harga diri berfluktuasi sesuai dengan kondisi sekitarnya, meskipun inti dasar dari perasaan negatif dan positif dipertahankan (Potter and Perry, 2005).

Maslow dalam teori hirarki kebutuhannya menyatakan bahwa harga diri adalah salah satu motivasi dasar manusia untuk mencapai aktualisasi diri (dalam Huitt, 2007). APA dictionary of Psychology (2007, hal. 830) mendefinisikan harga diri sebagai tahapan dimana kualitas dan karakteristik self-concept yang dimiliki seseorang dianggap positif. Harga diri merefleksikan gambaran citra diri, kemampuan, pencapaian, dan nilai yang dimiliki serta sejauh mana seorang individu sukses menerapkannya. 2.2.2 Bentuk harga diri

Berdasarkan kajian literatur mengenai harga diri yang dilakukan beberapa ahli Brown dan Marshall (2006) membagi bentuk harga diri kedalam 3 kategori :

a. Global self-esteem

Harga diri sering digunakan sebagai istilah yang merujuk pada variabel kepribadian yang mewakili bagaimana perasaan seseorang terhadap dirinya sendiri. Peneliti menamai bentuk harga diri yang demikian sebagai, global self-esteem atau trait self-esteem, karena relatif bertahan dalam berbagai situasi dan waktu. Jika seseorang memiliki harga diri yang tinggi atau rendah ketika kanak-kanak

23

maka kemungkinan besar individu tersebut akan memiliki tingkat harga diri yang sama ketika dewasa (weiten et al., 2012).

b. Feeling of self-worth

Harga diri juga sering dirujuk sebagai reaksi emosi evaluatif terhadap kejadian tertentu. Contohnya seseorang mungkin merasa harga dirinya naik setelah mendapat promosi jabatan dan harga dirinya turun setelah menjalani perceraian. Self-worth adalah perasan bangga terhadap diri sendiri (dalam sisi positif) dan malu terhadap diri sendiri (dalam sisi negatif). Harga diri yang demikian disebut juga sebagai state self-esteem, yaitu harga diri yang bersifat dinamis dan dapat dirubah bergantung pada perasaan seseorang terhadap dirinya di waktu tertentu (Heathertron & Polivy dalam Weiten et al., 2012).

c. Self-evaluations

Disebut juga sebagai domain spesific self-esteem, yaitu harga diri digunakan untuk merujuk cara seseorang mengevaluasi kemampuan dan atribut bervariasi yang ada pada dirinya. Contohnya seorang individu yang memiliki keraguan atas kemampuannya di sekolah dapat disebut memiliki academic self-esteem yang rendah sedangkan individu yang merasa dirinya memiliki kemampuan yang baik dalam bidang olah raga dapat dikatakan memiliki athletic self-esteem yang tinggi.

24

2.2.3 Sumber harga diri

Epstein (dalam Mruk, 2006) menambahkan sumber harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith sehingga lebih dinamis dengan alasan apabila kesuksesan (hal positif) terlibat dalam pembentukan harga diri maka kemungkinan akan adanya kegagalan (hal negatif) juga harus dilibatkan. Keempat sumber harga diri tersebut adalah :

a. Acceptance vs. rejection

Penerimaan dan penolakan dalam hubungan interpersonal seorang individu dengan orang tua, saudara, teman, pasangan, dan rekan kerja dapat mempengaruhi perasaan seorang individu atas dirinya. Bentuk penerimaan seperti rasa peduli, pengasuhan, perasaan tertarik, respek, serta kagum dan bentuk penolakan seperti tidak dihiraukan, direndahkan, atau dimanfaatkan dapat memperharuhi harga diri seseorang.

b. Virtue vs. guilt

Virtue menurut Epstein adalah kepatuhan terhadap standar moral dan etika yang berlaku, sedangkan guilt merujuk pada kegagalan untuk mematuhi standar moral dan etika yang berlaku. Saat seorang individu bertindak sesuai dengan nila moral dan etika yang berlaku maka mereka akan merasa sebagai individu yang „layak‟ dan akan mempengaruhi harga diri mereka secara positif. Sebaliknya saat individu tersebut gagal mengikuti standar moral

25

yang berlaku maka akan mempengaruhi harga dirinya secara negatif.

c. Power vs. powerlessness

Epstein mendefinisikan power sebagai kemampuan untuk mengatur atau mengontrol lingkungannya atau dengan kata lain kemampuan untuk memberi pengaruh. Kemampuan seorang individu untuk berinteraksi dengan lingkungan dan individu sekitarnya dengan cara-cara yang dapat membentuk atau mengarahkan interaksi tersebut mencerminkan kompetensi dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan dan akan mempengaruhi harga diri secara positif.

d. Achievement vs. failure

Syarat agar achivement mempengaruhi harga diri seseorang adalah ketika seorang individu mengalami ke suksesan pada dimensi-dimensi tertentu yang berhubungan dengan identitas diri mereka. Contohnya menyikat gigi bukanlah pencapaian signifikan bagi sebagian besar orang, namun dapat menjadi pencapaian personal yang besar bagi individu dengan cacat fisik maupun mental. Saat seorang individu mencapai tujuan dengan menghadapi permasalahan atau rintangan yang memiliki signifikansi personal, maka individu tersebut menunjukan kompetensi dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan dan hal tersebut mempengaruhi harga dirinya secara positif.

26

2.2.4 Tingkat harga diri

Mruk (2006) menyimpulkan tingkat harga diri berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli menjadi tiga kategori, yaitu :

a. Low Self-esteem

Karakteristik individu dengan harga diri rendah meliputi hipersensitivitas, ketidakstabilan, rasa canggung, dan kurang percaya diri. Individu dengan harga diri rendah lebih berfokus pada melindungi diri dari ancaman dibanding berusaha untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dan menikmati hidup. Individu dengan harga diri rendah juga tidak memiliki gambaran identitas yang jelas dan sensitif terhadap isyarat sosial yang dianggap relevan dengan dirinya, mereka menggunakan strategi self-handicapping dan menurunkan ekspektasi untuk menghindari perasaan inferior lebih lanjut.

b. High self-esteem

Harga diri tinggi berkorelasi positif dengan rasa bahagia, mereka yang memiliki harga diri tinggi memiliki pandangan yang baik atas diri mereka, kehidupan, dan masa depan. Individu dengan harga diri tinggi lebih mampu menghadapi stres dan menghindari rasa cemas yang sehingga mereka tetap mampu beindak dengan baik saat berhadapan dengan stress dan trauma. Terdapat dukungan

27

interpersonal. Individu yang memiliki harga diri tinggi memiliki karakteristik interpersonal yang disukai serta memiliki standar moral dan kesehatan yang baik. Harga diri yang tinggi juga dapat

Dokumen terkait