• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARIWISATA SPIRITUAL PALASARI

6.3 Sejarah Palasari

Pada tanggal 15 September 1940, Pastor Simon Buis, SVD bersama dengan 18 orang kepala keluarga dari Tuka, 6 kepala keluarga dari Gumbrih, dan dita-mbah satu orang pimpinan rohani berangkat menuju daerah transmigrasi di Bali Barat. Alasan mereka trans-migrasi ke Bali Barat karena motivasi untuk memper-oleh ketenangan serta berusaha mendapatkan kepastian hidup setelah manjadi penganut agama Katolik. Apalagi mereka pada umumnya hidup dalam berbagai kesulitan ekonomi maupun hubungan sosial di desa asalnya.

Melalui kepemimpinan dari Pastor Simon Buis, mereka ingin memiliki masa depan yang lebih baik serta kelangsungan generasinya ke depan. Selain itu juga didorong oleh kemauan untuk membebaskan diri dari himpitan kehidupan ekonomi karena sebagian besar masyarakatnya sebagai petani penggarap yang miskin dan melarat. Oleh sebab itu, Pastor Simon sebagai gembala dan sekaligus pencetus ide masyarakat Katolik dengan wajah khas Bali di Palasari-Bali.

Umat Katolik pindah ke Palasari merupakan sebuah ujian iman dan pengorbanan yang besar. Mereka berkeinginan untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak cucunya ke depan. Mereka merasakan bahwa untuk bisa tumbuh dan berkembang perlu tempat yang lebih tenang dan subur. Mereka ingin mempunyai tanah garapan sendiri sebagai

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

tumpuan mata pencaharian dan sumber kehidupannya. Dampak dari transmigrasi ke Palasari inilah yang memungkinkan perkembangan agama Katolik di Pulau Bali sampai sekarang ini.

Berdasarkan penuturan pelaku sejarah berdirinya Desa Palasari menjelaskan bahwa selama tiga hari proses pemberangkatan anggota transmigrasi tersebut. Pada awalnya mereka mendiami kawasan hutan Pangkung Sente yang banyak ditumbuhi hutan lebat serta pepohonan yang menjulang tinggi. Setelah melalui upacara dan doa, pekerjaan yang bersejarah inipun dimulai dengan menggarap hutan lebat serta pohon-pohon besar ini dengan mengandalkan kapak.

Dalam proses mengubah hutan lebat menjadi pemukiman dan lahan pertanian, anggota masyarakat ini mengalami berbagai kesulitan serta pergumulan hidup. Dengan adanya penderitaan ini, maka mereka mulai tergoda untuk kembali ke kampung asalnya yang masih indah. Kondisi inilah yang membuat mereka mengalami perpecahan dan perbedaan pendapat selama mengerjakan hutan lebat tersebut. Akibat perpecahan ini maka sekitar 18 orang di antara mereka melarikan diri tanpa permisi pada pimpinan rohani pada saat itu. Hanya 6 orang yang tetap bertahan serta bertekad untuk meneruskan pembongkaran hutan tersebut dengan harapan bisa memperoleh masa depan yang lebih baik. Keenam orang ini dijuluki sebagai

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

“sisa kecil yang tangguh dan setia, perjuangan yang gigih dengan penuh pengorbanan”.

Pengorbanan serta kesetiaan mereka dalam menjalani ujian iman ini membuat kawasan angker dan hutan yang lebat menjadi pemukiman indah dengan nama Palasari sampai hari ini. Sejarah munculnya Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat banyaknya pohon pala yang tumbuh subur di hutan tersebut. Nama Palasari merupakan bagian dari vegetasi alam yang ada di sekitar masyarakat. Secara filosofis, I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Kedua istilah ini mengandung makna sebagai “sisa kecil yang setia”. Bahkan Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna yang merupakan sahabat Pastor Simon Buis memberi makna dari arti Palasari yang terdiri dari dari kata “pahala” dan “sari”.

Istilah Palasari merupakan hasil inspirasi dari Pastur Simon Buis ketika melihat pohon pala yang tumbuh subur di daerah tersebut. I Gusti Kompiang Djiwa (alm) memberikan arti dari kata Palasari yaitu palas berarti berpisah dan sari berarti inti. Jadi, Palasari berarti “sisa kecil yang setia”. Raja Buleleng bernama Anak Agung Panji Tisna memberi makna Pala-sari yaitu “pahala” dan “Pala-sari”.

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

Setelah mengalami perkembangan beberapa tahun kemudian maka banyak anggota masyarakat yang berdatangan untuk mendiami kawasan Palasari tersebut. Semakin hari penduduknya bertambah banyak, sehingga Pastor Simon memohon tambahan lahan baru seluas 200 Ha kepada tuan Kontrolir dan Anak Agung (Raja Negara) pada saat itu. Permohonan ini pun dikabulkan sehingga kawasan Palasari semakin luas sebagaimana terlihat saat ini.

Kendati sudah memiliki lahan yang luas dan pemukiman yang baik, namun perjuangan Pastor Simon Buis tidak berhenti di situ. Pemimpin spiritual ini terus berjuang untuk membangun Palasari dengan “Model Dorf” yaitu desa berbudaya Bali namun tetap bernuansa Katolik. Pada tahun 1955 bukit di sebelah timur desa diratakan yang kemudian dibangunlah sebuah gereja dengan arsitektur Bali. Kerjasama yang baik terbangun di antara para tokoh-tokoh masyarakat, seperti Mr. Ignatius dari Belanda dan Gusti Rai S. dari Bali yang merancang pembangunan gedung gereja, sedangkan Mr. Hermens yang mengusahakan dananya. Gereja ini terletak di atas bukit yang dikelilingi oleh tembok yang disebut jaba gereja. Beranda depan gereja dibangun sebuah patung yang tinggi yaitu patung Hati Kudus Yesus sebagai simbol dari Paroki Palasari.

Gereja Palasari ini diresmikan oleh Pastor Simon Bois pada tanggal 13 Desember 1958, sehingga

BUKU INI DIJUAL

Ni Kadek Widyastuti & Dermawan Waruwu

HP 081338665028

gereja ini merupakan cikal bakal perkembangan agama Katolik pertama di daerah Bali Barat. Mayoritas penduduk asli Desa Palasari menganut agama Katolik. Kendati mereka beragama Katolik, namun pada saat melaksanakan upacara agama tetap menggunakan tradisi dan adat istiadat Bali. Dengan tetap memegang kearifan lokal tersebut, maka daerah Palasari memiliki 3 (tiga) daya tarik wisata atau pariwisata spiritual yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, yaitu: Gereja Hati Kudus Yesus, Gua Maria, dan Bendungan Palasari.

Dokumen terkait